Cerita Pilu Siti Anaknya Gagal Ginjal Sejak SD karena Sering Minum Manis Kemasan
Nur Indah Farrah Audina August 05, 2025 04:30 AM

Laporan Wartawan TribunJakarta.com Elga Hikari Putra

TRIBUNJAKARTA.COM - Siti Rohmani tak pernah menyangka kebiasaan sepele anaknya yang suka minuman manis kemasan bisa berdampak begitu besar.

Tiga tahun lalu atau saat anaknya yang bernama Ibrahimovic masih kelas 6 SD, cobaan besar datang pada keluarga asal Cilincing, Jakarta Utara itu.

Awalnya, Siti bersama sang suami membawa anaknya yang mengalami sakit ke RSUD Koja, Jakarta Utara.

"Waktu itu dia saya bawa ke rumah sakit karena lemas dan darahnya tinggi banget hampir 200," kata Siti saat menceritakan pengalaman anaknya dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (4/8/2025).

Siti mengatakan, betapa kagetnya ia dan sang suami kala dokter memberitahukan anaknya mengalami gagal ginjal dan langsung disarankan untuk cuci darah.

"Saya kaget. Anak saya harus cuci darah? Saya pikir, ini penyakit orang dewasa. Kok bisa ke anak kecil," kata Siti.

Siti mengatakan dirinya kala itu tegas menolak jika anaknya harus melakukan cuci darah.

Ia tidak tega melihat anaknya menderita di usia semuda itu. Apalagi, jika sudah cuci darah maka harus dilakukan seumur hidup. 

Namun seiring waktu, ia sadar pengobatan harus segera dimulai.

Akhirnya, anaknya menjalani rawat jalan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta. 

lihat fotoDi tengah viralnya pemasangan bendera bajak laut dari anime One Piece oleh warga, nama Anies Baswedan ikut terseret. Foto lama Anies yang membentangkan bendera bergambar Jolly Roger itu kembali disorot.
Di tengah viralnya pemasangan bendera bajak laut dari anime One Piece oleh warga, nama Anies Baswedan ikut terseret. Foto lama Anies yang membentangkan bendera bergambar Jolly Roger itu kembali disorot.

Pengobatan terus berlangsung hingga kini, sudah tiga tahun berjalan.

"Akhirnya saya bawa ke RSCM untuk rawat jalan seminggu tiga kali. Di sana sama dokter dikasih obat, vitamin sama susu buat sakit ginjal," kata Siti.

Siti mengakui penyakit sang anak membuat ekonomi keluarganya goyah. 

Apalagi, saat itu suaminya sempat menganggur, sementara biaya bolak-balik ke rumah sakit dan obat-obatan membengkak.

"Ada obat yang nggak dicover BPJS. Belum lagi susu khusus penderita ginjal yang harus anak saya minum, harganya lumayan mahal," tuturnya.

Tak tinggal diam, Siti pun banting tulang. Ia bekerja sebagai buruh laundry demi membiayai pengobatan anaknya.

"Saya kerja apa aja yang penting anak saya bisa berobat. Udah tiga tahun kami jalani, dan belum tahu sampai kapan," kata Siti.

Dengan melihat kondisi sang anak yang kini terus membaik, Siti optimis buah hatinya bisa sembuh dari penyakit ganas tersebut.

"Sekarang ginjalnya 6,8 cm, padahal ukuran normal itu 9,1 cm. Waktu pertama kali sakit malah cuma 4,2 cm. Jadi pelan-pelan memang membaik, tapi belum sembuh," kata dia.

"Saya percaya anak saya bisa sembuh. Banyak kok yang sembuh. Saya harus semangat buat dia," lanjutnya.

Selain mendampingi anaknya berobat, Siti kini jadi salah satu orangtua yang paling vokal mendukung penerapan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). 

Ia menyebut regulasi ini sangat penting untuk melindungi generasi muda Indonesia.

"Cukup saya aja yang ngalamin ini. Cukup anak saya yang jadi korban. Jangan sampai anak-anak lain ngalamin hal yang sama cuma karena minuman kemasan," tuturnya.

Siti mengaku prihatin melihat banyak anak-anak yang masih bebas membeli dan mengonsumsi minuman manis tanpa kontrol.

Ia berharap pemerintah segera memberlakukan cukai MBDK yang kini tertunda penerapannya.

Data Yayasan Ginjal Anak Indonesia

Berdasarkan data dari Yayasan Ginjal Anak Indonesia, di sepanjang tahun 2025 ini, ada 18 anak yang meninggal karena gagal ginjal.

Ketua Pengurus Yayasan Ginjal Anak Indonesia, Agustya Sumaryati memaparkan, saat ini ada 60 anak penderita gagal ginjal yang turut dibantu pihaknya.

"Sejak beberapa tahun ini, anak yang menderita diabetes maupun gagal ginjal terus meningkat. 

Menurut testimoni anak maupun orangtuanya karena sering mengonsumsi MBDK yang berlebihan," ujarnya.

Karenanya, ia mendukung penuh kebijakan penerapan cukai kepada sejumlah produk MBDK.

"Berdasarkan pengalaman di lapangan memang banyak warga yang tidak menyadari bahwa penyakit gagal ginjal ini tak hanya menyerang orang dewasa tetapi juga bisa diami anak-anak," kata dia.

Ketua Forum Warga Kota (Fakta) Indonesia, Ary Subagyo Wibowo mengatakan, angka ini menjadi alarm keras bahwa pemerintah harus segera menerapkan cukai terhadap MBDK.

Ari mengatakan, perjuangan agar MBDK ditetapkan cukai sudah berlangsung panjang, tepatnya dari tahun 2016. 

Namun sayangnya hingga saat ini kebijakan tersebut belum juga diterapkan.

"Pemerintah harus memprioritaskan kesehatan masyarakat di atas tekanan ekonomi atau kepentingan industri," ujarnya.

Lebih lanjut, Ari membeberkan kebijakan di sejumlah negara Asia Tenggara yang telah menerapkan cukai terhadap MBDK.

Setidaknya sudah ada tujuh negara ASEAN yang sudah menerapkan kebijakan tersebut yakni Thailand, Malaysia, Filipina, Brunei, Laos, Kamboja dan Timor Leste.

"Mereka sudah menerapkan, sementara Indonesia kapan? Jangan tunggu makin banyak korban lagi," ujar Ari.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.