Putusan MK Soal Pemilu Dipisah Kembali Digugat, Enny Nurbaningsih: Kami Proses Sesuai Hak Acara
GH News August 06, 2025 03:06 PM

Hasil dari Putusan Mahkamah Konsitusi (MK) Nomor 135/PUUXXIII/2025 kembali digugat.

Mahkamah Konstitusi (MK) adalah lembaga peradilan tinggi di Indonesia yang memiliki kewenangan khusus dalam menjaga dan menegakkan konstitusi negara.

MK dibentuk berdasarkan amandemen ketiga UndangUndang Dasar 1945 dan mulai beroperasi sejak tahun 2003.

Hakim konstitusi sekaligus juru bicara MK, Enny Nurbaningsih mengatakan mereka akan menindaklanjuti gugatan itu. 

"Pengajuan permohonan atau orang awam bilang gugatan ke MK adalah hak setiap warga negara yang tidak boleh dihalangi. MK akan proses sesuai hak acara," kata Enny saat dikonfirmasi, Rabu (6/8/2025). 

Lebih lanjut, Enny mengatakan sejauh ini belum pernah ada Putusan MK yang hasilnya kembali digugat oleh publik. 

"Setahu saya belum pernah ada perkara seperti itu," tuturnya. 

Adapun, Putusan MK 135 kembali diuji oleh Brahma Aryana, seorang paralegal sekaligus pemantau pemilu yang tergabung di Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP).

Tak sendiri, ia juga bersama dengan dua mahasiswa, Arina Sa’yin Afifa dan Muhammad Adam Arrofiu Arfah.

Mereka mengajukan permohonan ke MK pada Jumat (18/7/2025).

Dalam keterangannya, Aryana mengatakan putusan MK yang kini memberi jeda waktu 2 hingga 2,5 tahun antara pemilu nasional dan daerah merupakan langkah yudisial yang berpotensi menimbulkan perubahan signifikan dalam sistem demokrasi.

"Secara subtantif, putusan ini menciptakan norma hukum baru yang setara dengan undangundang," kata Aryana.

"Sehingga memiliki dampak konstitusional yang fundamental dan wajib diuji kembali jika menimbulkan kerugian konstitusional nyata bagi warga negara dan pemilih," sambungnya.

Berikut adalah ringkasan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUUXXII/2024, yang dibacakan pada 26 Juni 2025:

MK menyatakan bahwa pemilu nasional dan pemilu lokal/daerah tidak boleh lagi dilaksanakan secara serentak. Keduanya harus dipisahkan dengan jeda waktu minimal dua tahun dan maksimal dua setengah tahun setelah pelantikan Presiden dan Wakil Presiden.

 

Pemilu serentak 2019 dan 2024 dianggap menimbulkan beban luar biasa bagi penyelenggara (KPU, Bawaslu) dan pemilih. Banyak kasus kelelahan ekstrem, termasuk kematian petugas KPPS, serta kekacauan teknis dan logistik. Pemilih dinilai tidak dapat fokus pada setiap tingkatan pemilu, sehingga kualitas demokrasi lokal tereduksi.

Pemisahan pemilu bertujuan untuk:

Mengurangi beban kerja dan risiko teknis Meningkatkan akuntabilitas politik lokal Memperkuat kualitas demokrasi substantif Menyelaraskan pemilihan DPRD dengan Pilkada agar lebih efektif secara pemerintahan

 

 

 

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.