Jakarta (ANTARA) - Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Seyegan 01, Sleman, DI Yogyakarta memberdayakan residivis hingga anak jalanan menjadi petugas untuk membantu menyukseskan Program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Asisten Koki SPPG Seyegan 01, Irawan (40), mengisahkan di dapur tempatnya bekerja tersebut pernah menghadapi karyawan usia muda yang tiba-tiba menghilang dari SPPG setelah baru beberapa hari bekerja.

"Ada salah satu kejadian yang sempat kita alami, jadi 12 orang berkompromi keluar, secara tiba-tiba mereka keluar, sehingga ompreng menumpuk. Kita dapat (pegawai) lagi dari anak-anak jalanan, residivis, anak-anak muda yang belum mendapatkan kerja, kita angkut untuk mencuci ompreng," katanya dalam siaran video dari Kantor Komunikasi Presiden (PCO) yang dipantau di Jakarta, Rabu.

Ia menjelaskan ada 50 karyawan di SPPG tersebut, yang terdiri atas tukang masak 10 orang, tenaga cuci ompreng 12 orang, tenaga penataan makanan 12-14 orang, serta sisanya (sekitar 12-14 orang) sebagai sopir dan kenek.

Irawan melanjutkan tak jarang di dapurnya ia menangani sifat-siat karyawan yang berbeda-beda tergantung usia. Karyawan yang usianya sudah tua, cenderung memiliki loyalitas tinggi, namun seringkali keras kepala atau merasa benar, karena sudah berpengalaman lama.

"Kalau yang berumur loyalitas tinggi, agak bandel sedikit, karena merasa pro di kampung. Kalau yang muda pasti banyak masalahnya, yang tua merasa di kampung masaknya seperti ini, tetapi di Badan Gizi Nasional (BGN) ini kan cara memasaknya berbeda, waktu berbeda, bumbunya juga berbeda," ujar dia.

Sementara karyawan yang usianya menengah, lanjut dia, cenderung lebih menurut dan patuh terhadap peraturan.

"Kalau yang muda, kendalanya keluar-masuk, kita harus mencari pengganti secepat mungkin supaya ritme kita tidak tersendat," ucapnya.

Ia mengemukakan ada kepuasan tersendiri ketika masakan sampai kepada para siswa yang menerima. Rasa lelah otomatis sirna ketika melihat senyum anak-anak tersebut tersungging saat merasakan makanan yang dibuatnya.

Ia mengaku begitu di sekolah, melihat mereka (siswa) makan dengan lahap, senang, bahagia, ada kepuasan tersendiri, selama masak dari jam 02.00 pagi rasanya plong, capeknya hilang.

"Kalau dulu di restoran atau hotel, kita kerja, dapat gaji, selesai. Kalau di sini, ada unsur kita punya tujuan untuk menyenangkan dan membahagiakan, dan dampak jangka panjangnya, generasi kita bisa berubah lebih baik dalam waktu 20-30 tahun mendatang," tuturnya.