Kementerian Agama dan Majelis Masyayikh Bahas Masa Depan Ma’had Aly dalam Uji Publik Standar Mutu
Erik S August 07, 2025 04:33 AM

Hasiolan EP/Tribunnews.com

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Regenerasi ulama menjadi tantangan strategis dalam menjaga kesinambungan tradisi keilmuan Islam di Indonesia.

Dalam upaya menjawab tantangan tersebut, Majelis Masyayikh bersama Kementerian Agama RI menyelenggarakan uji publik dokumen Standar Mutu Pendidikan Pesantren, khususnya untuk jenjang pendidikan tinggi di Ma’had Aly: Marhalah Tsaniyah (M2) dan Marhalah Tsalitsah (M3).

Kegiatan ini berlangsung selama tiga hari, 4–6 Agustus 2025, di Jakarta dan dihadiri beragam pemangku kepentingan, termasuk perwakilan Kemenag, para mudir Ma’had Aly se-Indonesia, penulis dan peninjau naskah, pakar pendidikan tinggi, mahasiswa program ganda, hingga tokoh-tokoh intelektual Islam.

Forum ini bukan sekadar konsultasi teknis, melainkan ruang kolektif untuk menelaah substansi dokumen dari tiga pilar utama pesantren: tarbiyah (pendidikan), bahts (karya ilmiah), dan khidmah (pengabdian).

Pembahasan juga memperhatikan karakteristik khas keilmuan Islam Nusantara, serta tantangan kontemporer dalam dunia akademik global.

Sejumlah pakar turut hadir sebagai narasumber, mewakili sembilan takhassus keilmuan.

Di antaranya Prof. Dr. Quraish Shihab, Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj, Prof. Dr. KH. Said Agil al-Munawar, dan Dr. Nasaruddin Idris Jauhar. Para pakar ini memberikan masukan substantif guna menyempurnakan standar mutu yang saat ini tengah memasuki tahap finalisasi.

Ketua Majelis Masyayikh, KH. Abdul Ghaffar Rozin (Gus Rozin), menekankan bahwa penyusunan standar ini lebih dari sekadar pemenuhan administratif.

Ia menyebutnya sebagai langkah penting dalam membangun sistem kaderisasi ulama yang kokoh dan terukur.

“Ini adalah jawaban atas tantangan besar regenerasi ulama. Penyusunan standar mutu ini merupakan bentuk keseriusan kita menjaga kesinambungan keilmuan Islam yang khas pesantren,” ujar Gus Rozin.

Ia menambahkan bahwa antusiasme terhadap pembentukan Marhalah Tsaniyah dan Tsalitsah sangat besar, menunjukkan semangat kuat dari komunitas Ma’had Aly untuk terus menghidupkan turats Islam dalam kerangka pendidikan formal yang kredibel.

“Kita tidak sedang mempersulit, tetapi memang menyusun standar ini tidak mudah. Kesiapan keilmuan dari setiap pesantren menjadi prasyarat penting,” tegasnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Amien Suyitno, menyoroti bahwa posisi Ma’had Aly perlu ditegaskan dalam kebijakan pendidikan nasional. Menurutnya, ada dua opsi strategis yang harus dipertimbangkan: tetap sepenuhnya berbasis pada Undang-Undang Pesantren, atau mengadopsi sebagian pendekatan dari Undang-Undang Pendidikan Tinggi.

“Jika mengikuti UU Pendidikan Tinggi, maka pengajar jenjang M2 dan M3 harus minimal S3. Tapi kalau tetap berbasis UU Pesantren, perlu penguatan regulasi, mungkin sampai ke level Perpres,” ujarnya.

Masukan dari forum ini akan digunakan untuk menyempurnakan dokumen final standar mutu pendidikan tinggi pesantren.

Diharapkan, Ma’had Aly dapat berdiri sejajar dengan institusi pendidikan tinggi lain, tanpa kehilangan jati diri pesantrennya—sebagai pusat kaderisasi ulama yang membumi, mendalam secara keilmuan, dan mampu menjawab tantangan zaman.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.