Dari Laut ke Bengkel Perahu: Hidup Ganda Yasin dan Nur Utomo Rawat Kehidupan Nelayan Semarang
raka f pujangga August 07, 2025 06:30 PM

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Pukul tiga dini hari, Muhammad Yasin pria berusia 34 tahun itu sudah bersiap menantang gelapnya laut.

Perahu kecil bermesin ketinting miliknya melaju pelan menembus ombak di pesisir utara Semarang, menyusuri garis pantai untuk menjaring rezeki musiman dari tangkapan ikan, udang, cumi, atau rajungan yang mungkin tersangkut di jaring atau bubunya.

Sekitar pukul delapan pagi, Yasin telah kembali ke darat. Bukan untuk beristirahat, tetapi mengganti baju dan membuka pintu sebuah bengkel sederhana yang berdiri di pinggir perkampungan, tepatnya di Tanggulsari Nomor 4, Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu.

Di sanalah, bersama rekannya Nur Utomo, ia melanjutkan aktivitas sebagai mekanik mesin kapal.

Bengkel itu bernama Bengkel Edupraneur Pertamina Sahabat Nelayan, sebuah unit pemberdayaan masyarakat pesisir yang dibentuk melalui program CSR Pertamina. 

Bengkel sederhana itu berdiri di tepi permukiman pesisir Mangunharjo. 

Bangunan dengan dominasi warna putih dan garis merah dan biru itu, terdengar suara mesin dan percikan las menyimpan cerita tentang harapan dan perubahan hidup.

Awalnya, bengkel ini hanya berfokus melayani perbaikan mesin kapal dan layanan las. Seiring berjalannya waktu, layanannya diperluas hingga mencakup kendaraan darat.

“Dulu ini cuma bengkel untuk mesin perahu dan las. Sekarang kendaraan juga bisa,” ujar Muhammad Yasin, pengelola bengkel saat ditemui dibengkelnya, Kamis (7/8/2025).

Yasin yang juga masih aktif melaut setiap hari itu, mengatakan selama perharinya bengkel menerima dua hingga lima mesin kapal rusak dari para nelayan sekitar. 

Bahkan sebagian dari mereka berasal dari wilayah lain seperti Kendal, dan nelayan Demak yang kebetulan melaut hingga wilayah Semarang.

Mereka datang membawa mesin yang mogok atau tak kunjung menyala baik saat di pagi hari, ataupun saat sedang melaut.

Beberapa perahu yang mogok mesin akan dibantu oleh nelayan sekitar untuk dibawa ke bengkel tersebut.

“Kalau sekarang misal ada kerusakan, kita bisa langsung tangani. Kadang kalau nelayan sini (Kecamatan Tugu) hari ini enggak ada uang, bisa diperbaiki dulu. Uangnya belakangan, setelah mereka punya,“ lanjut Yasin.

Bengkel ini bukan sekadar tempat servis. Ini adalah nadi baru yang memperkuat ekonomi pesisir.

Sebelum ada bengkel, untuk mencari onderdil atau memperbaiki mesin saja, warga harus ke Semarang Kota atau Kecamatan Mijen, tentunya jarak yang mencapai belasan meter membuat para nelayan sekitar jadi kesulitan.

Terkadang harus memaksa mereka libur beberapa hari untuk membetulkan mesin perahunya. Kini, semuanya bisa ditangani di lokasi tersebut.

20250807_nelayan mengelola bengkel Pertamina Edupraneur_2
BENGKEL PERAHU - Muhammad Yasin (baju putih biru) bersama rekannya mengelola bengkel Pertamina Edupraneur untuk membantu para nelayan yang rusak mesin.

Ketika Nelayan Menjadi Mekanik

Nur Utomo, 35 tahun, adalah salah satu nelayan yang kini menjadi mekanik tetap di bengkel tersebut.

Ia mengenang masa-masa ketika masih hanya mengandalkan hasil laut tanpa keterampilan tambahan.

“Saya dulu enggak tahu mesin sama sekali. Tapi alhamdulillah, pelatihan seminggu itu jadi bekal. Sekarang ya sudah lumayan bisa. Pengalaman demi pengalaman,” kata Nur, saat tangannya sedang sibung mengoprek karburator pada mesin titing.

Pelatihan yang dimaksud adalah pelatihan dasar tentang mekanikal mesin ketinting yang diberikan oleh lembaga pelatihan yang bermitra dengan Pertamina.

Sejak saat itu, Nur mulai belajar dari nol, hingga kini menjadi tumpuan banyak nelayan yang mesinnya mengalami kerusakan.

“Yang datang ke sini biasanya keluhannya itu servis ringan, ganti oli, perpak jebol, pengapian mati. Tapi kadang ada juga yang parah, sampai bongkar total,” ujar Nur.

Dalam sehari, Nur dan Yasin bisa menangani hingga lima mesin kapal. 

Jika kerusakan ringan, satu mesin bisa selesai dalam beberapa jam. 

Namun jika harus bongkar total, seperti ganti piston atau overhaul mesin, bisa memakan waktu hingga dua hari.

Ekonomi Tumbuh, Hidup Tak Lagi Hanya “Melaut-Tidur”

Kini, kehidupan Yasin dan Nur tak lagi stagnan.

Pagi mereka di laut, siang di bengkel, sore bisa kembali melaut.

Hari-hari mereka penuh aktivitas dan keterampilan baru.

“Dulu cuma nelayan. Habis melaut itu yasudah cuman santai-santai, bengong. Sekarang ada kerjaan tambahan, ada pemasukan tambahan. Lumayan bisa beli perahu baru. Dulu jelek, sekarang udah bisa beli yang bagus,” ujar Nur.

Harga perahu baru, katanya, bisa mencapai Rp17 juta sampai Rp18 juta. Itu bukan angka kecil, tapi kini terasa lebih mungkin digapai.

“Sekarang punya keterampilan. Bisa bantu sesama nelayan. Bisa bantu mesin mereka supaya enggak berhenti. Bisa kerja lagi besok,” kata Nur Utomo.

CSR Pertamina, Buka Keran Ekonomi Warga Pesisir

Pertamina, melalui program CSR-nya, telah menanamkan investasi besar dalam program ini. Tidak hanya membangun fisik bangunan bengkel, namun juga menyumbangkan berbagai peralatan seperti kompresor, dongkrak, alat las, dan kunci-kunci teknis.

Mekanik lokalpun juga diberi kesempatan pelatihan langsung di Bandung.

Hasilnya terlihat. Spare part kini mudah dicari. Pelanggan pun semakin banyak. Yasin memperkirakan ratusan nelayan sudah pernah memanfaatkan jasa bengkel tersebut.

Saat ini, para tenaga di bengkel ini tak hanya nelayan, namun pengangguran, bahkan mantan preman Terminal Mangkang.

Kini, mereka menjadi mekanik andal yang tak hanya memperbaiki mesin perahu, tapi juga sepeda motor warga yang sehari-hari terpapar rob dan air asin.

"Banyak yang dulu itu enggak punya penghasilan tetap. Ada yang cuma lulusan SD, bahkan ada yang enggak sekolah. Tapi setelah dapat pelatihan, mereka sekarang bisa mandiri," kata Aryo Aji Asmoro, Pengelola Community Development PT Pertamina Patra Niaga Integrated Terminal Semarang, Kamis (7/8/2025).

Menurut Aryo, inisiatif pembangunan bengkel itu berangkat dari kondisi ekonomi nelayan yang kerap tak menentu, terutama saat musim paceklik.

Pendapatan yang tak sebanding dengan biaya operasional melaut membuat mereka butuh alternatif penghidupan.

Bermula dari bengkel mesin perahu, perlahan aktivitas berkembang mengikuti kebutuhan warga.

"Ternyata banyak warga yang butuh servis motor juga. Rata-rata motor mereka rusak karena kena rob, perlu dilas atau dibetulkan. Akhirnya kita kembangkan ke servis motor," ujarnya.

Pertamina tak hanya menyediakan peralatan dan modal awal, tapi juga memberi pelatihan.

Dua orang dari Mangunharjo sempat dikirim ke Bandung untuk belajar selama dua bulan di Balai Latihan Kerja. Mereka kemudian menularkan ilmu ke teman-temannya.

Kini, delapan orang aktif mengelola bengkel yang juga membuka jasa pengelasan dan cuci motor itu.

Salah satu yang turut diberdayakan adalah mantan preman yang biasa mangkal di Terminal Mangkang. 

"Iya, dulu dia juga sempat narik angkot. Terus kita ajak gabung karena mekanik di bengkel sempat keteteran saking banyaknya pasien," ujar Aryo.

Bengkel itu kemudian berkembang bukan hanya sebagai tempat kerja, tapi juga menjadi pusat pelatihan. 

Bahkan dari luar Kecamatan Tugu, datang untuk belajar keterampilan.

"Kita sebut ini bengkel edukpreneur. Karena ada unsur edukasinya, ada juga semangat wirausahanya. Jadi enggak cuma untuk nelayan, tapi juga untuk siapa saja yang mau belajar dan berkembang," kata Aryo.

Di sudut kampung pesisir ini, di antara suara mesin dan aroma solar yang lekat, hidup bergulir dalam semangat gotong royong dan pemberdayaan.

Kehadiran bengkel ini telah menjadi ruang hidup baru bagi warga yang selama ini nyaris tak punya pilihan.

Bagi sebagian orang, ia menjadi simbol bahwa siapa pun bisa berdaya asal diberi kesempatan. (Rad)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.