Juladi Mau Diusir Warga Tapi Minta Dicarikan Tempat Tinggal, Wali Kota Semarang Turun Tangan
Mujib Anwar August 08, 2025 02:30 PM

TRIBUNJATIM.COM - Juladi Boga Siagian (54), ayah bocah SD berinisial JES yang viral nyebrang sungai untuk ke sekolah mengaku bersedia diusir warga.

Namun, Juladi yang terlibat konflik sengketa tanah hingga akses jalan rumahnya ditutup pemilik lahan, ingin dicarikan tempat tinggal.

Masalah melebar hingga Juladi kini diusir warga karena dianggap bermasalah.

Warga RT 7 RW 1 Kelurahan Bendan Ngisor, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang memasang spanduk berisi tuntutan di jalan masuk menuju rumah Siagian.

Spanduk warna kuning bergaris merah itu bertuliskan "Warga RT 07 RW 01 Kelurahan Bendan Ngisor Menolak Warga Atas Nama Juladi Boga Siagian. Warga Menghimbau Untuk Yang Bersangkutan Dapat Segera Pindah dari RT 07 RW 01 Kelurahan Bendan Ngisor". 

 Ketua RT 7 RW 1 Bendan Ngisor, Sugito membenarkan spanduk tersebut dipasang oleh warganya pada Minggu (3/8/2025).

Pemasangan itu, kata dia, hasil dari musyawarah warga yang sudah dilakukan sebelumnya.

"Pemasangan spanduk itu tindak lanjut dari petisi warga. Jadi ini kehendak mereka," kata Sugito, Senin (4/8/2025), seperti dilansir dari TribunPantura.com dan TribunJateng.

Dokumen petisi penolakan warga yang ditunjukkan Sugito terdiri dari lima lembar yang ditandangani oleh Sugito dan Ketua RW 1 Bendan Ngisor, Subroto bersama 22 warga lainnya.

Dalam dokumen bertanggal 3 Agustus 2025 itu, ada delapan catatan warga mengenai perilaku Siagian di antaranya tidak pernah bersosialisasi dengan warga sekitar, membakar sampah sembarangan, membiarkan anjingnya berkeliaran, melakukan pencemaran nama baik warga hingga melakukan pengancaman.

Berdasarkan hal itu, warga meminta  Juladi  pindah dari tempat tersebut.

"Warga menolak yang bersangkutan tinggal di situ karena beberapa alasan di antaranya ada peliharaan anjing yang diliarkan dan persoalan sampah," sambung Sugito.

Klarifikasi Juladi

Saat mendatangi Juladi, tampak akses depan rumahnya tampak telah ditutup  dengan pagar seng.

Tim redaksi pun mendatangi rumahnya dari sisi belakang dengan menyusuri sungai Tuk atau Kali Tuk Bendan Ngisor.

Untuk mencapai rumah Siagian lewat jalur Kali Tuk harus berjalan kaki sekitar 200 meter di atas jalan setapak selebar setengah meter di pinggiran kali yang berbatu dan berpasir.

Sungai itu memiliki lebar sekitar 10 meter dengan kondisi dangkal. 

Pada sisi kiri pinggiran kali itu berupa tembok pondasi rumah warga yang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS).

Di tembok pondasi itu terdapat moncong pipa yang mengarah ke sungai. Tak heran, ketika melintasi jalan setapak itu, bau kotoran manusia acapkali menyapa hidung.

Ketika ditemui di rumahnya, Juladi baru saja pulang dari mencari barang rongsokan.

Pekerjaan pria ini adalah pemulung.

"Soal spanduk saya baru tahu tadi pagi. Tentu saya kaget tapi saya belum bisa mengambil kesimpulan apa maksud dari spanduk tersebut," jelas  Juladi.

Menanggapi soal petisi warga yang menudingnya membakar sampah sembarang, Siagian membantahnya.

"Itu bukan sampah, tapi barang rongsokan yang saya jemur di pinggir jalan karena tidak ada tempat, itupun nanti saya rapikan lagi," terangnya.

Kemudian soal anjing, diakuinya melepas anjing peliharaannya pada malam hari. "Saya ketika melepas anjing saya pada malam hari selalu saya pantau. Habis itu saya masukan ke rumah lagi," paparnya.

Sementara, soal tudingan tak pernah bersosialisasi dengan warga, dia meminta maaf kepada warga.

"Saya bekerja dari subuh sampai malam mencari dan memilah rongsokan untuk menghidupi keluarga jadi mohon maaf kalau kurang sosialisasi. Namun, saya selama ini juga tidak pernah diundang arisan warga," bebernya.

 Juladi mengaku, kini hanya bisa pasrah dengan tuntutan warga tersebut.

Namun, dia mempertanyakan ketika diminta pindah siapa yang mau bertanggungjawab.

"Tolong berikan solusi, jangan asal usir , itu melanggar HAM. Silahkan usir tapi carikan tempat untuk kami tinggal," tuturnya.

Wali Kota Turun Tangan

Sementara itu, Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng Pramestuti menyatakan bahwa pemerintah tidak tinggal diam.

Ia menegaskan, setiap anak di Kota Semarang, termasuk JES, berhak mendapatkan akses pendidikan dan kehidupan yang layak.

Dia akan memastikan hak-hak anak, khususnya dalam hal pendidikan, tetap terpenuhi.

Dia juga sudah minta Camat Gajahmungkur untuk turun langsung dan menelusuri akar persoalannya, agar bisa ditemukan solusi terbaik.

“Ya, pokoknya kita harus bantu.

Kita harus bantu semua anak tidak terkecuali mendapatkan akses pendidikan yang layak dan akses ekonomi tentunya,” ujar Agustina, Selasa (5/8/2025).

"Nanti camatnya Gajahmungkur tak suruh nyari,” ujarnya, dilansir dari TribunJateng.

Agustina juga menyinggung soal kondisi sosial di lingkungan tempat tinggal JES yang disebut-sebut memicu konflik karena keluarga tersebut memelihara anjing.

Menurut informasi, keberadaan hewan peliharaan tersebut dianggap warga sekitar mengganggu ketenangan warga.

“Ya, itu harus dikomunikasikan dengan warga setempat. Nah itu bisa panggil Pak Camat untuk bisa segera membuat adem dan nyaman lah," ujarnya.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.