Buleleng, Bali (ANTARA) -

Rasa bahagia bercampur haru pecinta satwa memuncak di tengah hutan ketika menyaksikan satu per satu rusa timor perlahan keluar dari kandang habituasi di Taman Nasional Bali Barat (TNBB), Kabupaten Buleleng, Bali, Rabu, awal Agustus.

Mereka bahagia karena lembaga konservasi Bali Zoo berhasil mengembangbiakkan dan mengembalikan satwa bernama ilmiah rusa timorensis itu ke alam bebas.

Sekaligus itu juga menjadi kado manis Hari Konservasi Nasional yang diperingati setiap 10 Agustus.

Tapi di sisi lain, ada rasa haru karena satwa itu harus berpisah dari tangan-tangan manusia yang selama ini menjadi “teman” baiknya di lembaga konservasi. Selama ini, kebun binatang tersebut sebagai tempat penangkaran di luar habitat alaminya atau ex-situ.

Pada hari bersejarah tersebut, sebanyak 12 rusa timor diliarkan di habitat alaminya di hutan konservasi seluas sekitar 19 ribu hektare.

Ada enam rusa jantan dan enam rusa betina yang diliarkan di TNBB, yaitu jantan berusia mulai lima bulan hingga tujuh tahun dan rusa betina usia mulai empat bulan hingga dua tahun.

Kini rusa itu kembali ke habitat asalnya dan membangun lagi naluri mencari makanannya sendiri.

Proses panjang

Melepaskan satwa liar kembali ke habitatnya bukanlah perkara mudah.

Pertama tentunya harus melewati pemeriksaan kesehatan, kemudian prosedur administrasi sesuai aturan hukum yang panjang guna memastikan pertanggungjawaban atas upaya konservasi.

Selanjutnya, proses adaptasi juga wajib dilakukan agar tidak menimbulkan stres kepada hewan berkaki empat itu.

Untuk menuju habitat alaminya, satwa dilindungi tersebut diangkut menggunakan truk khusus, menempuh perjalanan darat dengan jarak sekitar 140 kilometer atau sekitar 3,5-4 jam dari ex-situ di Desa Singapadu, Kabupaten Gianyar menuju hutan Bali Barat.

Mereka kemudian ditempatkan dalam kandang sementara untuk penyesuaian atau habituasi di TNBB sejak 31 Juli 2025 agar mengenali kembali lingkungan alaminya seperti suara hutan, vegetasi liar hingga cuaca terbuka.

Kepala Hubungan Masyarakat Bali Zoo Emma Kristiana Chandra menjelaskan rusa timor yang dilliarkan itu merupakan hasil pengembangbiakan hingga total koleksinya mencapai 70 ekor.

Mempertimbangkan pengembangbiakan yang tergolong tumbuh cepat, maka sebanyak 12 ekor lainnya dilepaskan di habitat alaminya, sehingga saat ini tersisa 58 ekor di penangkaran ex-situ.

Tujuannya, agar populasinya di alam semakin kuat serta memperkaya keragaman genetik dan mendorong keseimbangan ekosistem khususnya di TNBB yang menjadi rumah rusa timor itu.

Rusa timor bukanlah satwa dilindungi pertama yang diliarkan dari lembaga konservasi itu.

Sebelumnya, ada owa jawa di Jawa Barat, hingga 10 ekor landak di Kabupaten Tabanan, Bali yang dikembalikan ke alam setelah satwa itu dikembangbiakkan.

Sebanyak 12 rusa timor (rusa timorensis) keluar mandiri dari kandang habituasi sebagai penanda pelepasliaran di hutan Taman Nasional Bali Barat (TNBB) Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali, Rabu (6/8/2025). ANTARA/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna

Adaptasi di TNBB

Kepala Sub Direktorat Pengawetan Spesies dan Genetik Kementerian Kehutanan Budi Mulyanto menjelaskan satwa dilindungi itu berasal dari Jawa dan Bali.

Dengan begitu, rusa tersebut sejatinya “pulang kampung” ke habitat alaminya di TNBB, yang sebarannya juga ditemukan di Nusa Tenggara dan beberapa daerah lain di Indonesia.

Menurut Budi, rusa timor memiliki kemampuan adaptasi yang baik karena mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang berbeda sehingga cocok hidup dengan lingkungan di TNBB.

Secara topografi wilayah, hutan Bali Barat itu memiliki vegetasi liar yang beragam dan cukup lebat di antaranya berupa hutan bakau, hutan hujan tropis dan hutan dataran rendah hingga sabana.

TNBB yang sebagian besar berada di Kabupaten Buleleng dan sebagian lainnya di Kabupaten Jembrana itu memiliki dataran yang landai hingga pegunungan dengan ketinggian hingga sekitar 1.400 meter di atas permukaan laut.

Beberapa gunung tidak aktif di wilayah itu di antaranya Gunung Prapat Agung, Gunung Sanghyang, Gunung Klatakan dan barisan perbukitan di dua kabupaten tersebut.

Selain perbukitan, kawasan tersebut juga memiliki gugusan pulau di antaranya Pulau Menjangan, Pulau Kalong, Pulau Burung dan Pulau Gadung serta wilayah perairan yang berbatasan dengan Laut Bali di utara Pulau Dewata.

Arsip foto - Bentang alam perbukitan dan wilayah perairan Taman Nasional Bali Barat diamati di Selat Bali, Minggu (8/6/2025).ANTARA/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna

Ancaman perburuan

Satwa eksotis itu memiliki ciri khas rambut berwarna cokelat dan rambut putih pada bagian bawah perut dan ekor.

Ada pun hewan mamalia jantan itu memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan betina, dengan bobot kisaran 103-155 kilogram dan panjang tubuh sekitar 130 centimeter.

Uniknya, hanya rusa jantan yang memiliki tanduk bercabang atau disebut ranggah.

Sayangnya, keunikan rusa timor itu juga menjadi incaran para predator non-alami alias manusia tak bertanggung jawab.

Tanduk rusa timor banyak dicari oleh pemburu liar untuk dijadikan koleksi.

Kepala Polres Buleleng Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Ida Bagus Widwan Sutadi menegaskan pihaknya menggencarkan patroli di TNBB mengantisipasi perburuan satwa dilindungi, termasuk juga burung jalak bali dan rusa timor.

Buktinya, pada April 2024 pihaknya menangkap dua pelaku lintas provinsi yang memburu rusa dilindungi itu untuk kepentingan pribadi pelaku hingga akhirnya mendekam di penjara.

Kerja sama juga dilakukan bersama polisi kehutanan, BKSDA, Balai TNBB hingga masyarakat adat setempat melalui perusahaan keamanan adat atau Pecalang.

Balai TNBB memiliki sebanyak 33 personel polisi hutan untuk bekerja sama dengan aparat lainnya melakukan patroli.

Pemerintah telah menetapkan rusa timor sebagai hewan yang dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2018.

Masifnya perburuan itu membuat Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) juga memasukkan satwa itu ke dalam status rentan punah.

Untuk itu, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Bali Ratna Hendratmoko menggugah semua pihak untuk bersama menjaga kelestarian alam dan satwa dari ancaman kepunahan.

Pelepasliaran rusa tomir juga tidak boleh terhenti. Perlu upaya bersama untuk memantau agar tak ada aksi pemburuan.

Pasalnya, jumlah populasi rusa timor di tanah air dari tahun ke tahun terus menyusut salah satu karena ancaman perburuan, selain karena makin menyempitnya habitat alami.

Berdasarkan data Balai TNBB, populasi rusa timor di hutan Bali Barat diperkirakan sekitar 1.014 ekor pada 2023.

Upaya konservasi dan pelepasliaran satwa dilindungi tersebut menjadi kado manis Hari Konservasi Alam Nasional yang jatuh setiap 10 Agustus.

Peringatan pada 2025, pemerintah mengajak keterlibatan generasi muda sebagai motor penggerak konservasi.

Harapannya tumbuh kesadaran sejak dini di kalangan anak muda karena penyelamatan alam dan lingkungan termasuk flora dan fauna di dalamnya merupakan tanggung jawab bersama demi masa depan konservasi.