TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – Sebanyak 17.250 ton gula rakyat Kabupaten Bondowoso Kabupaten Situondo di gula rakyat Kabupaten Bondowoso Kabupaten Situondodan gula rakyat Kabupaten Bondowoso Kabupaten Situondo belum terjual. Jika mengacu pada harga pokok penjualan (HPP) lelang senilai Rp14.500 per kilogram, maka nilai gula rakyat yang belum terserap senilai Rp 249 miliar lebih.
Belasan ton gula itu ada di empat gudang PG (Pabrik Gula). Masing-masing di gudang PG Pradjekan Bondowoso sebanyak 5800 ton dengan nilai Rp 84 miliar; PG Assembagoes 5000 ton senilai Rp 72 miliar lebih; PG Pandjie 2500 ton senilai Rp 36 miliar lebih; dan di PG Wringinanom 3950 ton senilai Rp 57 lebih.
Para petani melalui Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR) masing-masing PG mengadukan kondisi itu ke Anggota Komisi VI DPR RI, Nasim Khan, dalam agenda audiensi yang berlangsung di Aula PG Pradjekan Bondowoso, Minggu (10/8/2025).
Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan melihat langsung stok gula rakyat di PG Pradjekan. Ia mendesak pemerintah mengambil langkah konkret dan segera untuk mempercepat penyerapan gula produksi petani, khususnya di Bondowoso-Situbondo dan di Jatim pada umumnya.
Ia menilai kondisi saat ini mengkhawatirkan, karena stok gula di sejumlah pabrik gula (PG) telah memenuhi gudang dan terancam menurunkan kualitas jika tak segera terserap pasar.
Pihaknya mengaku menyerap aspirasi para petani dan seluruh pihak. Stok tebu yang sudah menjadi gula sekarang memenuhi gudang, bahkan sebentar lagi terpaksa harus menyewa tempat tambahan.
“Nilainya ratusan miliar rupiah dan dana itu mengendap. Petani ada yang sampai menjual aset atau meminjam ke bank dengan bunga tinggi untuk modal,” ungkap Nasim saat audiensi dengan Asosiasi Petani Tebu Rakyat di PG Pradjekan Bondowoso, Minggu (10/8/2025).
Menurutnya, para petani tetap berpegang pada harga pokok pembelian (HPP) Rp14.500 per kilogram, meski ada tawaran untuk menjual cepat dengan harga lebih rendah.
Ia meminta pemerintah pusat dalam hal ini kementerian terkait dan pemangku kepentingan lainnya, untuk segera merumuskan solusi terbaik.
“Jangan sampai petani rugi. Kalau dibiarkan menumpuk di gudang, kualitas gula bisa turun dan petani bisa kapok. Kita harus menjaga kedaulatan pangan dan swasembada gula,” tegasnya.
Selain masalah penyerapan gula, Nasim juga menyoroti peredaran gula rafinasi. Ia menegaskan bahwa gula rafinasi seharusnya hanya digunakan untuk kebutuhan industri, bukan untuk konsumsi langsung masyarakat, karena harganya jauh di bawah gula kristal putih produksi petani.
Anggota DPR RI Fraksi PKB itu juga meminta aparat penegak hukum di setiap daerah ikut memantau, agar tidak ada gula rafinasi yang dijual di pasaran.
“Kami di Komisi VI akan mengusulkan rapat dengar pendapat dengan Kementerian Perdagangan, BUMN, Danantara, dan pihak terkait untuk membahas regulasi gula rafinasi. Kalau pengendalian tidak maksimal, semua pihak akan merugi,” tegas Politisi PKB itu.
Sementara Koordinator Wilayah Jawa Timur IV, Mulyono juga hadir saat audiensi. Ia menjelaskan perbedaan fisik antara gula kristal putih dan gula rafinasi. “Gula rafinasi bijinya lebih halus dan putih sekali. Peruntukannya memang untuk industri, bukan konsumsi langsung,” jelasnya.
Ia berharap media dan masyarakat dapat membantu menyosialisasikan perbedaan tersebut. “Sehingga tidak terjadi kesalahpahaman terkait kualitas dan kegunaan gula di pasaran,” jelasnya. (*)