BANJARMASINPOST.CO.ID- Kebakaran lahan dan hutan mulai melanda Kalimantan Selatan (Kalsel). Ribuan hektare lahan dan hutan mulai membara dan memunculkan asap di sejumlah wilayah Banua. Bahkan, Investigasi lapangan yang dilakukan Tim Deputi Penegakan Hukum Lingkungan Hidup bersama Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalsel dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banjar pada 4-7 Agustus mengonfirmasi kebakaran meliputi 1.514,9 hektare di tiga lokasi yakni Estate 2, Estate 3.1, dan Estate 3.2.
Melihat ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) bertindak. Terbaru, KLH/BPLH menindak PT Sentosa Swadaya Mineral atas kebakaran areal konsesinya di Desa Cintapuri Kecamatan Cintapuri Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
Tindakan awalnya adalah menyegel areal kebakaran dan memasang plang larangan beraktivitas di lahan konsesi. Berdasarkan hasil pemantauan citra satelit Sipongu dan situs brin.hotspot.go.id, ditemukan 74 titik panas di dalam konsesi perusahaan tersebut pada 1 Juli-4 Agustus 2025.
Adanya langkah ini karena setiap perusahaan yang lahannya terbakar wajib bertanggung jawab, baik secara hukum maupun moral. PT Sentosa Swadaya Mineral merupakan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang juga merencanakaan pembangunan pabrik pengolahan dengan kapasitas 2x60 ton tandan buah segar (TBS)/jam.
Memang, kebakaran lahan dan hutan merupakan bahaya laten di setiap datangnya musim kemarau. Tak hanya merusak ekosistem, kebakaran lahan kerap memunculkan dampak lanjutan, terutama yang diakibatkan oleh asapnya.
Penyadaran masyarakat dirasa tak cukup, karena ada indikasi kebakaran lahan justru dipicu korporat yang kebanyakan bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit. Hal ini harus ada tindakan tegas. Jangan sampai masyarakat yang membakar lahan kecil kena tindakan, tapi korporasi malah tak terjamah. Jika tindakan tak pandang bulu dilakukan, lapisan masyarakat pun akan segan dan taat hukum terkait pembakaran lahan.
Dalam termologi Islam, tindakan yang memunculkan mudharat bagi banyak orang sangat dilarang. "Dilarang menyalakan tungku dan membuat kamar mandi yang asap (dan baunya) bisa menganggu dan membahayakan tetangga secara permanen. Melakukan aktivitas pembakaran, yang mana asapnya bisa menganggu dan membahayakan para tetangga, merupakan aktivitas terlarang meskipun membawa maslahat untuk segelintir orang." begitu kata Sulaiman bin Khalaf Al-Baji Al-Maliki, penulis kitab Al-Muntaqa Syarah al-Muwatta`
Larangan ini tentu sangat relevan untuk kasus pembakaran hutan. Jika membakar kayu di tungku saja termasuk perbuatan yang dikecam, apalagi membakar hutan yang bisa membahayakan kehidupan orang banyak. Penyebabnya, bahaya asap yang ditimbulkannya jauh lebih besar ketimbang hanya menyalakan api di tungku.
Oleh karenanya, ada tiga pilar penting dalam menghentikan musibah musiman ini. Warganya harus mulai sadar akan konsekuensinya, penegak hukum harus tegas dan tak pandang bulu, tokoh masyarakat dan pemuka agama juga mesti gencar mengingatkan masyarakat dan umatnya tentang hukum membakar lahan. (*)