TRIBUNNEWS.COM - Pakar hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) Prof. Hibnu Nugroho menanggapi langkah Mantan Menteri Perdagangan RI 2015-2016 Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) melaporkan tiga hakim yang menjatuhkan vonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp750 juta (subsidair 6 bulan kurungan) terhadap dirinya dalam kasus impor gula.
Ada tiga hakim yang dilaporkan pihak Tom Lembong ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung (Bawas MA) dan Komisi Yudisial (KY), yakni:
1. Dennie Arsan Fatrika (Ketua Majelis), jabatan: Hakim Madya Utama
2. Purwanto S. Abdullah (Hakim Anggota), jabatan: Hakim Madya Muda
3. Alfis Setyawan (Hakim Anggota ad-hoc), jabatan: Hakim Ad Hoc Tipikor
Ketiga hakim itu tetap menjatuhkan vonis 4,5 tahun penjara dan denda pada Tom Lembong dalam sidang pembacaan putusan yang digelar di PN Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (18/7/2025) lalu terkait kasus dugaan korupsi impor gula di lingkup Kementerian Perdagangan RI 2015-2016.
Padahal, Tom Lembong telah dinyatakan tidak memiliki mens rea (niat jahat) dan tidak mendapat keuntungan pribadi.
Tom Lembong dinilai telah memperkaya orang/perusahaan lain, dan menimbulkan kerugian negara sebesar Rp194 miliar.
Laporan berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) yang dilakukan oleh majelis hakim dalam persidangan kasus Tom Lembong.
Laporan ini resmi dilayangkan pada Senin (4/8/2025) atau tiga hari setelah Tom Lembong resmi bebas seusai mendapat abolisi.
Adapun Tom Lembong menghirup udara bebas, setelah sembilan bulan dipenjara, pada Jumat (1/8/2025) malam, setelah permohonan abolisi yang diajukan Presiden RI Prabowo Subianto lewat Surat Presiden (Surpres) Nomor R43/Pres/072025 tertanggal 30 Juli 2025 disetujui DPR RI dalam rapat konsultasi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (31/7/2025).
Dengan adanya abolisi, maka tuntutan pidana atau proses hukum yang sedang berjalan terhadap Tom Lembong ditiadakan atau dihentikan.
Prof. Hibnu Nugroho lebih memilih untuk berpikir positif dan menganggap laporan Tom Lembong terhadap majelis hakim yang memvonisnya itu sebagai bentuk evaluasi.
Hal ini disampaikan Hibnu dalam tayangan Kabar Petang yang diunggah di kanal YouTube tvOneNews, Selasa (12/8/2025).
"Melihat laporan ini, saya kira kita berpikir positif ya, karena ini kan sebagai bentuk evaluasi," kata Hibnu.
Ada beberapa hal yang perlu dievaluasi terkait pelaporan oleh Tom Lembong ini, misalnya adakah pelanggaran kode etik atau intervensi pada majelis hakim.
"Jadi apakah betul terhadap majelis hakim dalam memeriksa ada pelanggaran kode etik? Apakah betul majelis hakim ada intervensi? Apakah betul ada suatu kekeliruan, dan sebagainya?" lanjutnya.
"Nah, ini suatu langkah menarik bagi saya. Sehingga ke depan ini juga bagian independensi pengadilan untuk memutus suatu perkara-perkara yang bernuansa tanda petik politik ataupun perkara-perkara di mana subjek hukumnya politik," tambah Hibnu.
"Dengan demikian, ini tantangan besar bagi peradilan untuk menilai suatu proses berdasarkan kode etik yang dilakukan, berdasarkan suatu kemandirian, berdasarkan suatu kebebasan. Kebebasan itu kan bebas, tapi tetap bebas berkoridor pada norma hukum yang ada," jelasnya.
Selanjutnya, Prof. Hibnu Nugroho menilai, pelaporan dari Tom Lembong ini bukanlah serangan balik terhadap peradilan setelah mendapat abolisi dari Presiden RI Prabowo Subianto.
Sebab, menurut Hibnu, majelis hakim harus mengikuti keputusan presiden dalam memberikan amnesti maupun abolisi meski tidak sesuai dengan putusan atau vonis yang dijatuhkan.
"Enggak, saya kira enggak serangan balik ya," ujar Hibnu.
"Karena kan abolisi, amnesti itu kewenangan presiden. Jadi, kalau kita melihat aparat penegak hukum sebagai lembaga eksekutif ya mau tidak mau terhadap mengikuti presiden, walaupun mungkin hatinya dongkol," tambahnya.
"Tapi karena ini suatu kebijakan presiden sebagai hak, diberikan kewenangan ya, mau tidak mau walaupun saya kira masing-masing hakim kemudian jaksa, 'waduh, kok seperti ini,'" jelasnya.
Hibnu menilai, pelaporan Tom Lembong terhadap majelis hakim tersebut justru harus dijadikan acuan dan evaluasi.
Ia berharap, pelaporan ini menjadi pembelajaran agar KY, Bawas MA, dan Kompolnas sebagai pihak yang menerima laporan bisa melihat suatu perkara dengan objektif.
"Jadi, menurut saya, nggak [ini bukan serangan balik, red]. Ini sebagai acuan. Laporan-laporan itu jangan terus diartikan sebagai serangan, tapi sebagai evaluasi," papar Hibnu.
"Nanti lihatnya begini, apakah yang dilaporkan oleh Pak Tom Lembong, KY mengamini? Hasilnya kan seperti itu. Apakah KY sependapat dengan apa yang dilakukan pikirkan oleh Pak Tom? Ini yang kita lihat," imbuhnya.
"Jadi, masalah itu saya kira di era sekarang, lapor-melapor suatu biasa. Yang penting bagaimana penerima laporan apakah itu KY, apakah itu Kompolnas, apakah itu BAWAS harus objektif melihat suatu perkara yang ada," tandasnya.
Tom Lembong sudah menyambangi gedung Komisi Yudisial RI (KY), Senin (11/8/2025) sebagai lanjutan dari proses hukum pelaporan majelis hakim yang menjatuhkan vonis kepada dirinya.
Kepada awak media, Tom menegaskan, kedatangannya ke KY untuk menunjukkan keseriusan dalam membenahi proses hukum di Indonesia khususnya perilaku majelis hakim.
"Ya supaya bersama-sama kita bisa memanfaatkan momentum dari abolisi ini untuk mendorong perbaikan yang dapat kita dorong. Sayang kan kalau momentum ini tidak dimanfaatkan untuk kebaikan bersama ya. Peluang untuk membenahi," kata Tom kepada awak media di Gedung KY, Kramat, Jakarta Pusat.
"Mengenai kekhawatiran proses sidang terutama perilaku para hakim ya, majelis hakim," sambungnya.
Meski demikian, Tom tidak membeberkan secara detail apa saja berkas atau bukti apa saja yang disampaikan pihaknya ke KY.
Tom juga belum dapat menjelaskan secara rinci apa saja yang akan disampaikan kepada KY dalam kunjungannya hari ini.
"Tentunya saya ngikut dengan penasihat hukum saya, karena bidang hukum dan yuridis yudikatif tentunya pengacara saya jauh lebih ahli. Tapi, ya saya mau hadir pagi ini untuk menunjukkan komitmen saya keseriusan saya dan untuk menggugah nurani dari para anggota pejabat Komisi Yudisial ya," ujar Tom.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) periode 2016-2019 itu mengaku merasa optimis, dirinya bisa melakukan perbaikan terhadap perilaku para penegak hukum yang ada di Indonesia.
"Kalau dari segi sikap kan kita harus selalu bersikap optimis ya, selalu positif kondusif dan senantiasa optimis," tandas Tom.
Kuasa hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi, buka suara perihal laporan terhadap para hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) ke Komisi Yudisial (KY).
Zaid menegaskan bahwa laporan itu dibuat bukan dalam rangka untuk balas dendam terhadap para hakim yang menangani kasus impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) periode 2015-2016.
Menurut Zaid Mushafi, hal itu juga sudah disampaikan oleh Tom Lembong dalam konferensi pers setelah melaporkan tiga orang hakim Pengadilan Tipikor ke KY, Senin (11/8/2025).
"Pak Tom ini tidak dalam rangka balas dendam atau menyerang institusi atau apa pun dalam hal yang sifatnya destruktif."
"Beliau secara tegas dalam konferensi pers tadi menyatakan ini adalah kritik ya kan evaluasi yang bersifat konstruktif," ujar Zaid dalam acara Kompas Petang di Kompas TV, Senin.
Ia mengatakan, pelaporan ini dilakukan supaya ke depan, hakim-hakim yang menangani suatu perkara mengedepankan asas profesionalitas dan etik.
"Agar tidak ada lagi hakim-hakim di Republik Indonesia ini yang memperlakukan atau menangani suatu perkara itu tidak mengedepankan asas-asas kejujuran, asas profesionalitas, dan mengedepankan etik dan profesionalisme hakim," terangnya.
(Rizki A./Rizki Sandi/M. Deni)