TRIBUNNEWS.COM - Suasana malam menjelang demo besar di Pati pada 13 Agustus 2025 dipenuhi keharuan dan khidmat.
Posko donasi Aliansi Masyarakat Pati Bersatu di depan Kantor Bupati mulai dipadati warga, termasuk mantan pegawai honorer RSUD Soewondo yang di-PHK, yang berkumpul untuk berdoa bersama dan mempersiapkan aksi unjuk rasa esok hari.
Di tengah kerumunan, suara doa dan harapan menggema kuat, menandai tekad warga untuk memperjuangkan haknya dalam unjuk rasa yang akan digelar keesokan harinya.
Para mantan pegawai honorer korban PHK RSUD RAA Soewondo Pati bersama simpatisan aksi unjuk rasa 13 Agustus 2025 menggelar selamatan dan istighosah atau doa bersama.
Mereka berdoa agar aksi unjuk rasa berjalan lancar dan tuntutan bisa terpenuhi.
Nasi berkat, ayam ingkung, dan aneka lauk-pauk tersaji di atas tikar yang digelar dan disantap bersama-sama sebagai bagian dari prosesi selamatan seusai doa bersama dilantunkan.
“Maulaa yaa shalli wa sallim daaiman abadan ‘alaa habiibika khairil khalqi kullihimi,” bacaan ini dilantunkan secara bersama-sama oleh ratusan warga yang berkerumun melihat prosesi doa bersama ini. Ratusan warga tersebut juga ikut meneriakkan “amin” bertubi-tubi ketika doa-doa dilantunkan.
Sebanyak 220 mantan pegawai honorer RSUD Pati bergabung ke dalam Aliansi Masyarakat Pati Bersatu. Mereka juga akan ikut berunjuk rasa lantaran merasa diberhentikan secara tidak adil akibat kebijakan rasionalisasi jumlah pegawai oleh Bupati Pati Sudewo.
“Masyarakat Pati yang hadir malam ini, tidak lain dan tidak bukan, kami menyampaikan aspirasi. Semoga apa yang kami inginkan diijabah oleh Allah,” kata Eko Supriyanto, eks honorer RSUD Pati saat membuka selawatan dan doa bersama.
Eko menjelaskan, kegiatan ini diadakan oleh para eks pegawai honorer RSUD Pati bersama masyarakat Pati yang diwakili Pemuda Gajahmati.
“Tujuannya supaya orasi berjalan selamat, aman, tidak ada kendala apa pun. Aksi kami damai, tidak anarkis. Kami akan sampaikan, kembalikan kami bekerja, atau Bupati yang turun,” ujar Eko.
Eko sudah bekerja sebagai honorer selama 20 tahun sebelum akhirnya harus mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Dengan alasan efisiensi anggaran demi meningkatkan fasilitas dan pelayanan rumah sakit, Bupati Pati Sudewo mengurangi jumlah tenaga honorer melalui mekanisme tes seleksi pegawai tidak tetap menjadi pegawai tetap.
“Ada 220 honorer yang diberhentikan tanpa pesangon. Menurut kami, tesnya tidak adil dan tidak transparan karena pengumumannya tidak menampilkan skor yang didapatkan peserta,” tandas dia.
Aliansi Masyarakat Pati Bersatu siap menggelar unjuk rasa pada Rabu pagi, 13 Agustus. Sejumlah persiapan telah dilakukan untuk menuntut Bupati Pati, Sudewo mengundurkan diri secara legowo.
Sejumlah warga bahkan menyumbangkan ratusan tandan pisang sebagai bantuan logistik untuk aksi. Selain pisang, posko donasi juga menerima berbagai minuman kemasan dan makanan ringan sebagai persediaan logistik.
Aksi yang awalnya bertujuan menolak kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250 persen kini bergeser menjadi tuntutan agar Bupati Sudewo mundur. Warga menilai sejumlah kebijakan Sudewo kontroversial.
Sebelumnya, Bupati Pati telah mencabut kebijakan kenaikan PBB P-2, meminta maaf, dan menarik ucapannya yang menantang warga untuk berdemo.
Kepolisian Resor Kota (Polresta) Pati, Jawa Tengah, menerjunkan 2.684 personel gabungan untuk mengamankan aksi unjuk rasa besar-besaran.
Aksi tersebut merupakan protes terhadap kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) tahun 2025 yang sempat mencapai hingga 250 persen.
Kepala Polresta Pati, Kombes Pol Jaka Wahyudi, menegaskan bahwa pengamanan dilakukan secara profesional dan humanis.
“Pengamanan akan dilakukan secara profesional dan humanis. Kami tidak hanya fokus pada pengamanan massa, tetapi juga mengutamakan komunikasi yang baik agar situasi tetap terkendali tanpa gesekan,” kata Jaka Wahyudi di Pati, Selasa (12/8/2025).
Selain dari 14 polres jajaran, pengamanan juga melibatkan personel dari Satbrimob Polda Jateng, Ditsamapta Polda Jateng, gabungan direktorat, bidang, dan satker Mapolda Jateng, Satpol PP Pati, Dinas Kesehatan, Dinas Perhubungan, Pemadam Kebakaran (Damkar), dan instansi terkait lainnya.
Jaka menyampaikan bahwa seluruh personel pengamanan sudah dibekali dengan standar operasional prosedur (SOP), termasuk taktik menghadapi potensi provokasi di lapangan.
“Kami ingatkan peserta aksi maupun masyarakat untuk tidak membawa barang terlarang seperti minuman keras, narkoba, senjata tajam, senjata api, bahan peledak, petasan, maupun benda yang berpotensi digunakan untuk merusak fasilitas umum. Kami akan bertindak cepat jika ditemukan pelanggaran. Semua ini demi keselamatan bersama dan kelancaran kegiatan,” tegasnya.
Polresta Pati juga aktif berkoordinasi dengan koordinator aksi untuk menyepakati teknis pelaksanaan unjuk rasa di lapangan.
“Pendekatan dialogis menjadi kunci agar aspirasi tetap tersampaikan dalam koridor hukum,” ujar Jaka.
Selain itu, pemetaan titik rawan dan rekayasa lalu lintas telah disiapkan. Petugas akan ditempatkan di persimpangan dan jalur utama guna menghindari kemacetan serta meminimalkan gangguan aktivitas warga.
Sebagai antisipasi terhadap potensi kericuhan dan kondisi darurat, Polresta Pati menyiagakan tim medis, pemadam kebakaran, dan tim pengurai massa.
Seluruh pengamanan akan dilakukan secara transparan dengan dokumentasi resmi untuk menjamin akuntabilitas.
“Kami hormati hak masyarakat untuk menyampaikan pendapat, tetapi harus dilakukan sesuai aturan. Tugas kami adalah menjaga, melindungi, dan mengayomi. Gunakan pendekatan persuasif terlebih dahulu sebelum langkah penegakan hukum,” lanjut Jaka.
Ia juga mengimbau masyarakat yang tidak berkepentingan agar menghindari area aksi demi mencegah potensi gangguan keamanan dan kerumunan yang tidak terkendali.
Unjuk rasa yang akan digelar besok merupakan bentuk penolakan terhadap kenaikan tarif PBB-P2 di Kabupaten Pati yang sempat diumumkan mencapai maksimal 250 persen. Namun, Bupati Pati Sudewo akhirnya membatalkan kebijakan kenaikan tersebut.
Menurut pemerintah daerah, kenaikan hingga 250 persen merupakan batas maksimal dan tidak berlaku merata untuk seluruh objek pajak. Banyak objek pajak hanya mengalami kenaikan 50 persen atau lebih rendah.