Grid.ID - Jelang HUT ke-80 RI, salah satu lomba yang paling populer yakni lomba panjat pinang. Yang ternyata memiliki sejarah di baliknya.
Panjat pinang sendiri adalah perlombaan yang dilakukan dengan memanjat pohon pinang atau pohon lainnya yang sudah dikuliti dan diberi cairan pelicin. Para peserta kemudian akan berlomba-lomba untuk bisa mencapai ke puncak dan mengambil hadiah-hadiah yang sudah digantungkan di atasnya.
Dan ya, lomba panjat pinang selalu menuai banyak kehebohan menjelang HUT ke-80 RI hari alias mendekati hari Kemerdekaan Indonesia.
Sejarah Panjat Pinang: dari Perayaan Ulang Tahun Ratu Belanda hingga Tradisi Rakyat di Hari Kemerdekaan
Panjat pinang telah menjadi salah satu ikon lomba rakyat yang identik dengan perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia setiap tanggal 17 Agustus.
Di balik keseruan dan gelak tawa yang sering terlihat saat perlombaan berlangsung, tradisi ini sebenarnya memiliki jejak sejarah panjang yang menarik untuk ditelusuri mulai dari era kolonial Belanda hingga pengaruh budaya Tionghoa.
Asal-Usul Panjat Pinang di Masa Penjajahan Belanda
Menurut catatan sejarah, tradisi panjat pinang di Indonesia pertama kali diperkenalkan oleh pemerintah kolonial Belanda sekitar tahun 1920 hingga 1930-an. Uniknya, pada masa itu, panjat pinang bukanlah permainan rakyat biasa.
Melainkan diadakan secara khusus untuk merayakan hari ulang tahun Ratu Belanda, Wilhelmina Helena Pauline Marie van Orange-Nassau, yang jatuh setiap tanggal 31 Agustus.
Dalam penyelenggaraannya, panjat pinang kala itu justru dilakukan oleh masyarakat pribumi sebagai bentuk hiburan bagi para bangsawan Belanda. Hadiah yang digantung di puncak batang pinang menjadi tontonan sekaligus hiburan elit kolonial.
Sementara peserta dari kalangan lokal harus bersusah payah memanjat batang yang telah dilumuri oli atau pelumas agar licin.
Berbagai Versi Sejarah Panjat Pinang
Seiring waktu, sejumlah sejarawan dan budayawan mengungkapkan adanya beberapa versi berbeda tentang asal-usul panjat pinang. Dr. Edi Sedyawati, Sartono Kartodirdjo, dan Dr. Nina Herlina Lubis adalah beberapa pakar yang telah mengkaji tradisi ini dari sudut pandang sejarah dan kebudayaan.
Mereka menyebutkan bahwa meski populer saat penjajahan Belanda, akar permainan ini kemungkinan lebih tua dan memiliki berbagai pengaruh budaya dari luar Indonesia.
Pengaruh Budaya Tionghoa dalam Tradisi Panjat Pinang
Salah satu teori menarik datang dari Rianto Jiang, seorang pengamat sejarah dan budaya Tionghoa di Asia Tenggara. Ia menyebut bahwa panjat pinang memiliki kemiripan dengan tradisi qiang gu dari Tiongkok, khususnya di wilayah selatan seperti Fukien, Guangdong, dan Taiwan.
Tradisi ini pertama kali muncul pada masa Dinasti Ming (1368–1644), namun sempat dilarang saat Dinasti Qing (1636–1912) karena dianggap terlalu berbahaya dan menyebabkan banyak korban jiwa.
Tradisi panjat pinang versi Tiongkok ini kemudian kembali dihidupkan saat Jepang menduduki Taiwan pada tahun 1895. Permainan tersebut menjadi salah satu atraksi utama dalam Festival Hantu, sebuah perayaan budaya besar yang digelar secara tahunan di berbagai komunitas Tionghoa.
Dari Simbol Kolonial Menjadi Tradisi Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, panjat pinang mengalami pergeseran makna. Dari yang awalnya digunakan sebagai hiburan bagi penjajah, tradisi ini berubah menjadi perlombaan rakyat yang penuh semangat kebersamaan. Hadiah yang digantung di atas batang pinang kini menjadi lambang harapan dan kerja sama, bukan lagi bentuk eksploitasi.
Dan setiap menjelang HUT-80 RI, panjat pinang selalu menjadi acara yang dinanti-nantikan masyarakat di berbagai daerah. Lomba ini bukan hanya menghibur, tetapi juga merefleksikan nilai-nilai gotong royong, perjuangan, serta semangat untuk meraih tujuan bersama meskipun harus menghadapi kesulitan.