TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250 persen di Kabupaten Pati yang memicu demonstrasi besar-besaran kini menjadi alarm nasional.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian langsung menggelar rapat daring dengan seluruh kepala daerah untuk mengevaluasi kebijakan fiskal yang berpotensi memberatkan masyarakat.
“Nah, saya sekarang siang ini akan melakukan zoom meeting dengan seluruh kepala daerah untuk mengidentifikasi mana lagi yang terjadi kenaikan,” kata Tito saat ditemui usai meninjau kegiatan Pangan Murah Polri di Lapangan Bulog Kanwil DKI Jakarta, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis (14/8/2025).
Langkah ini diambil menyusul keputusan Bupati Pati Sudewo yang menetapkan kenaikan PBB secara drastis tanpa masa sosialisasi memadai. Kebijakan tersebut memicu kemarahan warga dan aksi demonstrasi ribuan orang di pusat kota Pati.
Tito menegaskan bahwa kebijakan fiskal seperti penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan tarif PBB harus mempertimbangkan daya tahan ekonomi masyarakat. Ia meminta kepala daerah tidak menetapkan angka yang memberatkan warga, terutama di tengah tekanan ekonomi pasca-pandemi dan ketidakpastian global.
“Saya minta semua kepala daerah yang membuat kebijakan fiskal seperti kenaikan NJOP dan PBB agar tidak menetapkan angka yang memberatkan masyarakat,” ujarnya.
Selain itu, Mendagri menekankan pentingnya masa transisi dan sosialisasi sebelum kebijakan diberlakukan. Ia menyarankan agar kebijakan pajak yang disahkan tahun ini baru berlaku efektif mulai 1 Januari tahun berikutnya, memberi waktu bagi masyarakat untuk memahami dan menyesuaikan.
“Dan juga lakukanlah sosialisasi, masih ada waktu sosialisasi. Harusnya, aturan tertentu ya, yang pajaknya nih misalnya dibuat tahun ini, tapi berlakunya mulai 1 Januari, tahun berikutnya,” ucap Tito.
Tito juga meminta kepala daerah untuk lebih responsif terhadap aspirasi masyarakat. Ia menekankan pentingnya ruang dialog dalam setiap proses pengambilan keputusan, terutama yang berdampak langsung pada ekonomi warga.
“Jadi saya mengimbau untuk masyarakat tenang, jangan lakukan aksi anarkis apapun. Kalau ada tuntutan, lakukan dengan mekanisme yang ada,” ujarnya.
Evaluasi serentak ini menjadi sinyal bahwa pemerintah pusat tidak ingin kasus Pati terulang di daerah lain. Di tengah tekanan ekonomi dan ketidakpastian global, kebijakan fiskal yang tidak komunikatif berisiko memicu ketegangan sosial dan menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah.
Ketika tagihan PBB melonjak hingga 250 persen, warga Pati bereaksi keras. Protes berubah menjadi gerakan sosial besar, memaksa pemerintah daerah dan pusat turun tangan.
Kronologi Singkat:
Gejolak ini jadi alarm bagi tata kelola fiskal daerah. Di tengah tekanan ekonomi, kebijakan pajak yang tidak komunikatif berisiko memicu gejolak sosial dan merusak kepercayaan publik.