Siaga Perang di Laut China Selatan, AS Mau Kerahkan Lebih Banyak Peluncur Rudal ke Filipina Bendung China
TRIBUNNEWS.COM - Situasi di Laut China Selatan memanas.
Dua kekuatan besar dunia, Amerika Serikat (AS) dan China (Tiongkok) berebut kendali di wilayah perairan tersebut.
Laut Cina Selatan menyumbang sepertiga dari perdagangan maritim global.
Menurut perkiraan, 80 persen impor energi Tiongkok dan 40 persen dari total perdagangan Tiongkok melewati Laut Cina Selatan yang disengketakan, yang diancam akan dikuasai oleh Tiongkok.
Oleh karena itu, AS menilai untuk mencapai keseimbangan di kawasan tersebut, kehadiran militer AS sangat penting.
Sengketa Laut China Selatan ini berkutat pada tumpang tindih klaim atas wilayah laut strategis antara China dan sejumlah negara Asia Tenggara antara lain Filipina, Malaysia, Vietnam, dan Brunei.
China mengklaim 'hak historis' atas '10 dash line', wilayah perairan dalam garis-garis membentuk huruf U di hampir 90 persen wilayah perairan tersebut dan mencakup Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) negara-negara Asia Tenggara di atas.
Dalam perkembangan terbaru, Amerika Serikat sedang membahas kemungkinan pengerahan lebih banyak peluncur rudal ke Filipina untuk membendung agresi Tiongkok di Laut Cina Selatan yang disengketakan.
"Namun, keputusan akhir belum dicapai antara kedua negara terkait hal ini," lapor Associated Press, mengutip duta besar Manila untuk Washington.
Menurut Duta Besar Jose Manuel Romualdez, Sistem Interdiksi Kapal Ekspedisi Laut Angkatan Laut (NMESIS) atau sistem rudal antikapal dapat dipasang di sepanjang wilayah pesisir Filipina yang menghadap Laut Cina Selatan untuk bertindak sebagai pencegahan terhadap China.
Hal ini terjadi setelah militer AS mengirimkan sistem rudal jarak menengah bernama Typhon ke Filipina sebagai bagian dari latihan tempur gabungan pada April tahun lalu.
Senjata berbasis darat ini mampu menembakkan Rudal Standar-6 dan Rudal Serang Darat Tomahawk.
Segera setelah itu, militer AS mengangkut peluncur rudal antikapal pada bulan April tahun ini ke provinsi paling utara Filipina, Batanes.
Pemasangan sistem rudal AS ditentang keras oleh Tiongkok, yang berargumen bahwa hal itu akan mengancam stabilitas regional dan bertujuan untuk menghambat kebangkitan Tiongkok.
Tiongkok bahkan meminta Filipina untuk menarik peluncur rudal dari wilayahnya, tetapi permintaan tersebut ditolak.
Dalam kunjungan pertamanya ke Asia setelah mengambil alih kekuasaan Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth mengunjungi Manila pada bulan Maret tahun ini dan mengatakan pemerintahan Trump akan bekerja sama dengan sekutu untuk meningkatkan pencegahan terhadap ancaman China di Laut Cina Selatan.
"Dengan demikian, kemungkinan pengerahan lebih banyak peluncur rudal ke Filipina oleh AS dilihat sebagai langkah ke arah itu," kata laporan tersebut merujuk pada meningkatnya eskalasi di wilayah perairan tersebut.
(oln/wn/*)