TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Ramai beredar soal tembakan gas air mata saat demo ricuh di Pati, Kabupaten Jateng sudah kedaluwarsa.
Akibatnya puluhan warga jadi korban, ada yang sesak napas, badannya lemas bahkan hingga diinfus.
Gas air mata merupakan senyawa kimia yang digunakan sebagai alat pengendali massa untuk membubarkan kerumunan atau melumpuhkan individu secara sementara melalui iritasi pada mata, saluran pernapasan dan kulit.
Biasanya gas air mata disebarkan dalam bentuk aerosol, semprotan atau granat yang meledak dan menyebarkan partikel ke udara.
Efek dari gas air mata di antaranya mata perih, berair, sulit dibuka, batuk, sesak napas, iritasi, kulit rasa terbakar atau gatal, panik dan disorientasi.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang menyoroti hal ini karena sangat berbahaya bagi warga sipil.
Sementara itu Polda Jateng sudah bersuara, mereka bakal melakukan pengecekan soal penggunaan tembakan gas air mata yang diduga kedaluwarga.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang menyebut polisi menembakan gas air mata kedaluwarsa ke arah para demonstran saat demo di Kabupaten Pati yang menuntut Bupati Pati Sudewo lengser, Rabu (13/8/2025).
Tembakan gas air mata kedaluwarsa tersebut dilakukan secara serampangan.
"Kami temukan gas air mata kedaluwarsa di tahun 2016, tentu ini sangat berbahaya bagi masyarakat sipil," terang pengacara publik dari LBH Semarang M Safali, di Kota Semarang, Kamis (14/8/2025).
Safali bersama tim hukum LBH Semarang melakukan pemantauan terhadap aksi warga Pati tersebut.
Mereka melihat polisi menembakan gas air mata kedaluwarsa secara brutal ke massa aksi yang mana terdapat perempuan, lansia dan anak-anak.
Bahkan, tembakan gas air mata juga diarahkan ke masjid di dekat tempat demonstrasi.
"Ada 50 korban yang terdata di kami, mereka alami sesak nafas dan tubuh lemas, kami sampai lakukan infus," bebernya.
Menurut Safali, penembakan gas air mata tidak perlu dilakukan oleh kepolisian ketika peserta massa aksi diperbolehkan masuk ke area kantor Pemerintah Kabupaten Pati.
Namun, sejak awal pintu gerbang itu ditutup rapat. Massa aksi sontak ingin merangsek masuk yang dibalas dengan tembakan gas air mata dan meriam air atau water cannon.
"Tembakan gas air mata tak hanya menyasar di sekitar kantor bupati melainkan sampai ke gang-gang rumah warga sekitar," terangnya.
Sementara Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jateng Kombes Pol Artanto mengatakan, bakal melakukan pemeriksaan kebenaran informasi soal penggunaan peluru gas air mata yang sudah kedaluwarsa.
"Kami cek dulu apakah betul atau tidak. Itu kan munculnya kan di media sosial. Media sosial itu kan beritanya belum bisa dapat dipertanggungjawabkan," katanya.
Ia menyebut, penggunaan gas air mata dan meriam air karena aksi demonstrasi sudah tidak kondusif.
Kondisi itu terjadi menjelang tengah hari ketika ada sejumlah provokator.
"Awalnya aksi damai tapi menjelang siang itu kan situasi berubah karena disusupi oleh provokator yang secara langsung dia melakukan lemparan-lemparan ke arah petugas yang berjaga sehingga menimbulkan situasi yang panas," klaimnya.
Menurut Artanto, petugas Kepolisian tak hanya dilempari air mineral melainkan pula batu, kayu, genteng. dan sebagainya.
"Anggota kami ada 10 yang terluka, sampai sekarang masih ada dua di rumah sakit," terangnya.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turun langsung ke Kabupaten Pati usai unjuk rasa pada 13 Agustus 2025 di depan Kantor Bupati Pati, ricuh.
Tim Komnas HAM langsung menyambangi Kabupaten Pati sehari setelah demonstrasi selesai, yaitu sejak Kamis (14/8/2025).
Kedatangan Komnas HAM kali ini dalam rangka mencari klarifikasi atas beberapa informasi yang didapatkan dari pemberitaan media massa dan laporan aliansi masyarakat.
Di antaranya menggali fakta-fakta di Polresta Pati hingga kondisi korban yang dirawat di RSUD Soewondo.
Koordinator Subkomisi Penegakan HAM dan Komisioner Mediasi Komnas HAM, Pramono Ubaid Tanthowi menyampaikan, kunjungan Komnas HAM di Pati untuk melakukan pengamatan situasi terkait upaya langkah-langkah pengamanan yang dilakukan aparat keamanan atas unjuk rasa pada 13 Agustus 2025.
Di Polresta Pati, tugas Komnas HAM menggali informasi terkait beberapa kekuatan yang dikerahkan saat demonstrasi.
Termasuk satuan apa saja yang diterjunkan, bagaimana standar operasional prosedur (SOP) dijalankan atau tidak, termasuk apakah ada tindakan-tindakan kekerasan yang berlebihan seperti penyiksaan yang mungkin saja terjadi saat demonstrasi berlangsung.
"Kami bertugas memastikan informasi-informasi yang kami dapat, apakah benar atau tidak," terangnya, Jumat (15/8/2025).
Pramono menyebut, pihaknya sudah menemui pejabat utama Polresta Pati untuk dimintai klarifikasi tentang standar SOP yang dijalankan dalam pengamanan unjuk rasa.
Beberapa pertanyaan yang disampaikan di antaranya berkaitan dengan jumlah personel yang diterjunkan jajaran Polresta Pati, termasuk perbantuan dari Polres sekitar, TNI, petugas pemadam kebakaran hingga tenaga kesehatan.
Komnas HAM juga meminta klarifikasi kepada jajaran pejabat di Polresta Pati menyoal apakah dilakukan peringatan sebelum dilakukan penindakan.
"Soal peringatan, meskipun suara pengeras dari aparat keamanan kalah dengan suara soundsystem warga, namun klarifikasi kepolisian peringatan itu sejatinya sudah disampaikan. Meski tidak terdengar oleh massa, karena suaranya kalah kencang dengan suara lain," ujarnya.
Komnas HAM juga meminta klarifikasi terhadap penangkapan 22 orang bagian dari massa unjuk rasa. Meskipun pada akhirnya dibebaskan tanpa ada penetapan tersangka.
Pramono mengaku sudah menerima penjelasan lengkap terkait hal-hal yang dibutuhkan untuk bahan klarifikasi. Selanjutnya bakal dibahas oleh Komnas HAM untuk disimpulkan secara komprehensif.
"Semua informasi yang kami dapatkan, baik dari media dalam bentuk berita, foto, video, termasuk informasi yang kami dapatkan dari aliansi masyarakat, itu yang kami klarifikasi ke pihak kepolisian," lanjut dia.
Pramono menegaskan bahwa cara kerja Komnas HAM selalu melihat dan menggali keterangan dan fakta dari dua sisi. Apa yang disampaikan masyarakat juga klarifikasi dari pihak terlapor, termasuk dalam hal ini kepolisian.
Tujuannya agar informasi yang didapatkan menjadi berimbang, tidak memihak satu pihak saja.
"Setelah kami melihat tindakan pengamanan unjuk rasa dari kepolisian, selanjutnya kami melihat kondisi korban," tegasnya.
Komnas HAM selain meminta klarifikasi kepada pihak kepolisian juga menyambangi korban-korban yang mendapati luka dan dirawat di rumah sakit.
Tujuannya untuk memastikan bagaimana kondisi korban yang saat ini masih dirawat di rumah sakit.
Komnas HAM juga memastikan siapa yang nantinya menanggung pengobatan korban selama menjalani perawatan.
"Ini kan penting, karena warga berhak mendapatkan pemulihan. Kami akan cek secara detail," ungkap Pramono.
Pengecekan langsung oleh Komnas HAM dampak unjuk rasa 13 Agustus nantinya tidak hanya berkutat pada pihak kepolisian dan korban saja.
Beberapa pihak terkait seperti pemerintah daerah, DPRD dan beberapa pihak lainnya, berpotensi untuk dimintai keterangan.
Hanya saja, penggalian informasi dengan menyasar pihak-pihak lain menyesuaikan dengan kebutuhan.
"Penggalian keterangan akan berkembang. Memungkinkan juga menyasar pihak-pihak lain yang bersangkutan. Ini baru proses. Setelah kami kumpulkan informasi lengkap, baru disampaikan kesimpulannya," tuturnya.
Rabu (13/8/2025) menjadi hari yang tidak biasa di Kabupaten Pati. Sejak dini hari, Alun-alun Kabupaten Pati dipadati massa aksi dengan satu tuntutan, mendesak Bupati Pati, Sudewo, mundur dari jabatannya.
Aksi yang awalnya berjalan damai tersebut berujung bentrok dan tembakan gas air mata dari aparat kepolisian.
Dini Hari: Donasi Menggunung, Massa Mulai Berkumpul
Pantauan Tribun Jateng pada Rabu dini hari, tumpukan donasi air mineral terlihat menggunung di kawasan Alun-alun Kabupaten Pati, tepat di depan Kantor Bupati Pati.
Ratusan orang sudah berkumpul sejak malam, membawa spanduk-spanduk protes dan logistik aksi.
Pukul 04.00 WIB, sejumlah petugas melakukan penutupan jalan menuju alun-alun.
Sejam kemudian, aparat kepolisian mulai berdatangan. Di sisi utara kompleks Kantor Bupati, dapur umum menyiapkan dan membagikan logistik kepada peserta aksi.
Pagi: Apel Polisi dan Tegangan Meningkat
Sekitar pukul 07.00 WIB, ribuan anggota Polri menggelar apel di halaman Kantor Bupati. Massa yang sudah berkumpul sejak dini hari menyaksikan apel dari luar pagar.
Pukul 07.30 WIB, polisi meminta truk yang terparkir di depan gerbang kantor untuk dipindahkan, namun mendapat reaksi penolakan dan cemoohan dari massa.
Pukul 08.00–09.00 WIB: Orasi Dimulai
Sekitar pukul 08.00 WIB, orator aksi mulai melangkah ke titik utama demonstrasi di depan pintu masuk kantor Bupati. Mobil komando dengan pengeras suara besar didatangkan.
Pukul 09.00 WIB, orasi dimulai, membakar semangat ribuan massa. Koordinator aksi bergantian menyampaikan tuntutan, disambut sorakan peserta.
Massa tambahan datang dari berbagai arah, membawa bendera dan spanduk. Tuntutan mereka sama, Bupati Pati Sudewo mundur dari jabatannya.
Pukul 10.00–10.30 WIB: Lautan Manusia di Alun-alun
Pukul 10.00 WIB, alun-alun telah dipenuhi lautan manusia. Ribuan aparat bersiaga di dalam kompleks kantor bupati.
Sekitar pukul 10.30 WIB, massa mulai mendesak Bupati keluar. Ketika tidak ada respons, tensi meningkat.
Massa mencoba mendorong gerbang kantor. Air mineral yang sebelumnya menumpuk, dilemparkan ke arah kantor bupati.
Gas Air Mata Ditembakkan
Aparat merespons dengan menembakkan gas air mata. Massa berlarian, beberapa terjatuh dan mengalami sesak napas. Setelah menjauh, massa kembali ke titik aksi.
Petugas menjanjikan Bupati akan menemui massa. Tak lama, Bupati Pati muncul di atas mobil lapis baja dan menyampaikan permintaan maaf.
Namun, pernyataan tersebut dianggap tidak memuaskan. Botol-botol dan gelas air mineral kembali dilemparkan, memicu ricuh kedua.
Gas air mata kembali ditembakkan. Pasukan bersenjata lengkap keluar dari gerbang, mengejar massa hingga dekat permukiman.
Gas air mata masuk ke rumah warga, membuat panik masyarakat yang tidak ikut aksi.
Situasi Memanas: Kendaraan Polisi Dibakar
Hingga pukul 15.00 WIB, sirene ambulans terus terdengar. Tim medis menangani korban di depan Masjid Alun-alun Pati.
Suasana makin mencekam ketika beberapa kendaraan milik kepolisian dibakar massa. Sejumlah orang ditangkap oleh petugas, sebagian di antaranya tanpa seragam.
Pukul 16.00 WIB: Massa Bergerak ke DPRD
Sekitar pukul 16.00 WIB, massa bergerak ke Gedung DPRD Kabupaten Pati setelah mendengar adanya rapat.
Di sana berlangsung rapat hak angket pemakzulan bupati. Meski sempat memanas, situasi berangsur kondusif.
Menjelang Malam: Massa Bertahan
Pukul 17.00 WIB, kondisi mulai tenang. Namun, sejumlah massa tetap bertahan di depan kantor Bupati hingga malam hari, menunggu keputusan tim khusus terkait pemakzulan.
Peristiwa di Pati meninggalkan catatan penting dalam sejarah sebagai aksi massa terbesar dalam beberapa tahun terakhir.
(tribun network/thf/TribunJateng.com)