BANJARMASINPOST.CO.ID - Ada satu kisah menarik dari Jenderal Besar Soedirman.
Sering keluar masuk hutan dalam perang gerilya melawan Belanda, tak jarang Jenderal Soedirman dikaitkan dengan hal mistis, misalnya jimat.
Beberapa kali sang selamat dari penyergapan kumpeni Belanda, Jenderal Besar Soedirman rupanya memiliki tiga "jimat" khusus.
Apa itu?
Cucu Jenderal Soedirman, Ganang Priyambodo dalam wawancara eksklusif dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra di kantor Tribunnews.com, Jakarta, Jumat (15/8/2025), mengisahkan, memang banyak orang yang menyebut sang kakek memiliki jimat penyelamat.
Ganang mengatakan kakek yang ia panggil eyang kakung itu memang sempat dibicarakan orang-orang tentang menggunakan "jimat".
"Jimat itu tiga itu tadi, yang pertama nuwun sewu, beliau nggak pernah lepas dari wudhu, bersuci lah tapi ini jangan diartikan hanya di Islam di agama lain pun bersuci juga bisa, sama," ucapnya.
"Kemudian yang kedua ini beliau apa ya, sangat mencintai selain ini beliau tulus. Yang ketiga sangat lebih mencintai amanahnya seperti itu. Nah itu jimatnya itu itu yang mungkin membuat nuwun sewu sang khalik itu lebih melindungi pada hambanya kan," sambungnya.
Ganang juga menceritakan tentang barang warisan berupa tongkat yang berbau mistis mistis milik Jenderal Besar Soedirman.
Awalnya, Ganang mengatakan barang warisan Jenderal Soedirman sejauh ini sepengetahuannya sudah dimuseumkan di Museum Sasmitaloka Panglima Besar Jenderal Sudirman di Jalan Bintaran Wetan nomor 3, Daerah Istimewa Yogyakarta.
"Tapi ada satu yang buat saya. Saya pernah ketitipan satu bentuknya seperti tongkat kecil kalau dibuka seperti tongkat komando, itu nuwun sewu (permisi) itu dari ayahanda," kata Ganang.
Sebelum ayahnya meninggal dunia, Ganang menyebut barang tersebut diminta agar dirawat dengan baik. Namun, menurutnya, dia tidak apik dalam merawat benda tersebut.
Atas hal itu, Ganang mengaku hal-hal mistis sering datang khususnya dari tongkat yang diletakkan di dalam kotak di atas televisi.
Pengakuannya, setiap waktu magrib, kotak berisikan tongkat tersebut selalu mengeluarkan bunyi-bunyi yang membuat bulu kuduk merinding.
"Itu ba'da magrib itu klotek klotek itu (bunyi bunyi) gitu. ketika saya buka itu tikus po yo? Ndak ternyata. Istri sama anak-anak kan lama-lama takut, opo ini. Saya juga nggak paham, tapi ketika saya tanyakan pada salah satu kawan yang paham itu, dia bilang 'kowe ora open mas'," ucapnya.
Sadar tak bisa merawat, Ganang pun akhirnya memutuskan menyerahkan warisan tersebut agar disimpan di dalam museum.
Percaya tidak percaya, nyatanya tongkat tersebut tak pernah menunjukkan hal mistis seperti saat disimpan di rumahnya tersebut.
"Museum di Yogyakarta itu. Di museum itu nggak ada klotak klotek, jadi nyaman di situ. Karena museum itu kan tempat tinggal beliau dulu, bintaran itu tempat tinggal beliau," tuturnya.
Namun, Ganang yang mengaku jika keluarga Jenderal Soedirman yang dididik dengan pondasi agama yang kuat, sehingga tak mau mendalami hal-hal gaib seperti itu.
Sekilas soal Jenderal Soedirman
Jenderal Soedirman, Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia, sekaligus seorang perwira tinggi Indonesia pada masa Revolusi Nasional Indonesia.
Jenderal Soedirman dikenal sebagai sosok yang dihormati di Indonesia berkat jasanya yang telah menggugurkan para penjajah.
Ia dilantik pada tanggal 18 Desember 1945 dan selama tiga tahun melawan tentara kolonial Belanda.
Bahkan ia berhasil mengalahkan mereka melalui sebuah perjanjian yang disusun olehnya yang dikenal sebagai perjanjian Lingharjati dan Renville.
Soedirman merupakan anak dari pasangan Karsid Kartawiraji dan Siyem. Ia lahir di Purbalingga, 24 Januari 1916.
Sejak kecil, Soedirman diasuh oleh pamannya yang bernama Raden Cokrosunaryo, karena ia memiliki kondisi keuangan yang jauh lebih baik dibandingkan keluarganya.
Soedirman pun diadobsi oleh pamannya yang seorang priyayi dan ia diberi gelar kebangsawanan suku Jawa, menjadi Raden Soedirman.
Soedirman tumbuh besar menjadi seorang siswa rajin dan aktif dalam kegiatan sekolah serta mengikuti organisasi Islam.
Selain itu, ia juga diajarkan etika dan tata krama priyayi serta kesederhanaan sebagai rakyat biasa.
Banjarmasinpost.co.id/Tribunnews