Suasana Warga Dusun Jajar Jombang Gelar Upacara Kemerdekaan di Kebun Bambu, Bernuansa Tempo Dulu
Samsul Arifin August 18, 2025 06:32 AM

Poin Penting

  • Warga Dusun Jajar, Desa Kepuhkembeng, Kecamatan Peterongan, Kabupaten Jombang gelar upacara di kebun bambu
  • Warga tak pakai speaker modern, mereka menggunakan toa sederhana
  • Busana warga pun memakai busana tradisional

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Anggit Pujie Widodo. 

TRIBUNJATIM.COM, JOMBANG - Warga Dusun Jajar, Desa Kepuhkembeng, Kecamatan Peterongan, Kabupaten Jombang pada Minggu (17/8/2025) menggelar upacara kemerdekaan di kebun bambu. 

Di tengah rimbunan kebun bambu, puluhan warga berdiri rapi, menatap Sang Merah Putih yang perlahan dikibarkan. 

Bukan di lapangan desa atau alun-alun, melainkan di tanah kebun yang masih basah oleh embun pagi.

Sejak awal, upacara ini sudah tampak tak biasa. Para peserta hadir dengan balutan busana tradisional. 

Pemuda mengenakan sarung dan ikat kepala, ibu-ibu memakai jarit dan kebaya, sementara anak-anak tampil ceria dalam pakaian adat berwarna-warni. 

Seolah mesin waktu membawa mereka kembali ke era awal kemerdekaan.

Keunikan lain terletak pada pengeras suara yang digunakan. Alih-alih sistem audio modern, komando upacara menggema lewat toa sederhana, mirip dengan pengeras suara masjid di kampung-kampung. 

Suaranya memang tak sejelas speaker digital, tetapi justru menghadirkan kesan otentik dan penuh kenangan.

Subarno, Ketua BPD setempat yang bertugas sebagai Inspektur Upacara, menyampaikan pesan yang menekankan arti kebersamaan. Ia mengingatkan warga agar menjaga gotong royong, tidak mudah terpecah, serta terus menghargai akar budaya desa sebagai kekuatan bangsa.

Usai pengibaran bendera, warga tak beranjak pulang. Mereka duduk bersila di tikar-tikar yang digelar di bawah pohon bambu. Aroma singkong rebus, jagung manis, talas, dan kacang tanah menguar di udara. Makanan sederhana yang biasa disebut polo pendem itu menjadi hidangan utama, menggantikan sajian modern yang kerap hadir di pesta perayaan lain.

Menurut Aksal Fahriansyah, Ketua Gerakan Pemuda Jajar Raya, konsep perayaan ini memang sengaja digagas untuk mengajak masyarakat kembali mengingat tradisi. 

“Kita ingin generasi muda memahami bahwa merayakan kemerdekaan tidak harus dengan gemerlap. Suasana sederhana tapi bermakna justru lebih mendekatkan kita dengan sejarah,” ucapnya saat dikonfirmasi awak media.

Bagi warga lanjut usia seperti Saropah (72), upacara ini membawa nostalgia. Ia merasa seolah kembali ke masa kecil, ketika dirinya ikut upacara dengan seragam merah putih buatan sendiri.

“Melihat semangat anak-anak sekarang, saya merasa haru. Seperti melihat potongan masa lalu yang hidup lagi,” tuturnya.

Di sisi lain, anak-anak justru menemukan pengalaman baru. Mario (11), siswa kelas 6 SD, mengaku senang bisa ikut upacara di kebun. 

“Biasanya di sekolah, tapi ini lebih seru. Bisa pakai baju adat juga. Jadi pengen tahu banyak tentang zaman dulu,” katanya.

Tak ada panggung, tak ada gemerlap dekorasi. Hanya bendera, bambu, dan tanah desa yang menjadi saksi. Namun di balik kesederhanaan itu, semangat nasionalisme terasa begitu kuat. 

Upacara ini seakan menunjukkan bahwa cinta tanah air tak selalu ditunjukkan dengan kemeriahan, melainkan bisa diwujudkan lewat kejujuran dan kesahajaan.

Ketika banyak tempat merayakan HUT RI dengan pesta besar dan hiburan modern, warga Dusun Jajar memilih jalannya sendiri. Merayakan kemerdekaan di kebun bambu dengan pakaian tradisional dan suguhan sederhana. 

 "Ini cara yang membumi, penuh makna, sekaligus menjadi pengingat bahwa perjuangan para pendahulu harus terus dirawat, bukan hanya dirayakan," pungkas Subarno.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.