Rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk tahun 2026 mulai terungkap dalam paparan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa iuran bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) akan naik menjadi Rp 57.250 per bulan, dari sebelumnya Rp 42.000.
Dalam konferensi pers APBN 2026, Jumat (15/8), Sri Mulyani menjelaskan bahwa anggaran kesehatan tahun depan mencapai Rp 244 triliun. Dari jumlah itu, porsi terbesar sebesar Rp 66,5 triliun dialokasikan untuk membayar iuran BPJS Kesehatan bagi 96,8 juta jiwa peserta PBI.
Selain itu, pemerintah juga menganggarkan Rp 2,5 triliun untuk memberikan subsidi iuran bagi 49,6 juta peserta mandiri.
“Totalnya besar sekali, ada 96,8 juta jiwa peserta PBI ditambah 49,6 juta jiwa peserta mandiri yang sebagian iurannya ditanggung APBN, sehingga mereka tetap bisa mengakses layanan BPJS,” kata Sri Mulyani.
Iuran Peserta Mandiri
Dari simulasi anggaran tersebut, peserta PBI akan dikenakan iuran Rp 57.250 per bulan. Adapun subsidi untuk peserta mandiri kelas III diturunkan dari Rp 7.000 menjadi Rp 4.200 per orang. Dengan perhitungan ini, iuran yang harus dibayar peserta mandiri kelas III adalah Rp 53.050 per bulan.
Sementara itu, iuran untuk segmen Pekerja Penerima Upah (PPU) belum diumumkan lebih lanjut. Saat ini, skema iuran yang berlaku adalah:
Kenaikan iuran ini turut dikomentari oleh Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar. Ia menyebut angka Rp 57.250 untuk PBI memang sesuai dengan temuan pihaknya, namun masih di bawah rekomendasi Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) yang mengusulkan iuran Rp 70.000 per orang per bulan.
Menurut Timboel, jika rekomendasi tersebut tidak dipenuhi, BPJS Kesehatan masih berpotensi mengalami defisit.
“Dengan potensi defisit ini, JKN bisa kembali menghadapi persoalan yang sama seperti periode 2014–2019, ketika terjadi defisit besar-besaran,” ujarnya dikutip dari laman berita satu.
Ia juga menyoroti turunnya nilai subsidi iuran bagi peserta mandiri dari Rp 7.000 menjadi Rp 4.200. Menurutnya, kebijakan ini justru bisa menjauhkan masyarakat miskin dari akses Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
“Dengan iuran PBI yang belum sesuai rekomendasi DJSN dan penurunan subsidi mandiri, target APBN 2026 untuk memperluas akses, meningkatkan layanan, dan meringankan beban masyarakat miskin maupun rentan akan sulit tercapai. Bahkan bisa menjadi kontraproduktif,” tegas Timboel.