"Terdakwa Fandy Lingga terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam kasus tersebut,"
Jakarta (ANTARA) - Marketing PT Tinindo Inter Nusa (TIN) periode 2008-2018 Fandy Lingga, yang merupakan adik terdakwa Hendry Lie, dituntut pidana selama 4 tahun penjara setelah terbukti turut serta dalam kasus dugaan korupsi timah.
Hakim Ketua Eryusman menambahkan, Fandy turut dijatuhkan pidana denda sebesar Rp500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
"Terdakwa Fandy Lingga terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam kasus tersebut," kata Hakim Ketua dalam sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa.
Atas perbuatan Fandy bersama-sama terdakwa lain, Hakim Ketua mengungkapkan negara mengalami kerugian sebesar Rp300 triliun dalam kasus dugaan korupsi timah.
Dengan begitu, Fandy dinyatakan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam menjatuhkan putusan, Hakim Ketua menyebutkan pihaknya telah mempertimbangkan beberapa keadaan memberatkan dan meringankan bagi Fandy.
Hal memberatkan, yakni perbuatan Fandy tidak mendukung program pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta telah menyebabkan kerugian negara yang besar.
Sementara keadaan meringankan yang dipertimbangkan Majelis Hakim, yaitu Fandy belum pernah dihukum serta dalam kondisi sakit yang memerlukan perawatan dan pengobatan intensif dan kontinu.
"Berdasarkan hal memberatkan dan meringankan yang ada pada diri terdakwa, Majelis Hakim berpendapat bahwa hukuman atau pemidanaan yang dijatuhkan atas diri terdakwa kiranya sudah memenuhi rasa keadilan," ucap Hakim Ketua.
Vonis Majelis Hakim tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) sebelumnya, yakni pidana penjara selama 5 tahun. Namun besaran denda yang dikenakan sama dengan tuntutan JPU, yaitu senilai Rp500 juta subsider pidana kurungan selama 3 bulan.
Dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. pada tahun 2015—2022, Fandy didakwa terlibat sehingga merugikan keuangan negara senilai Rp300 triliun.
Kerugian tersebut meliputi sebanyak Rp2,28 triliun berupa kerugian atas aktivitas kerja sama sewa-menyewa alat peralatan processing (pengolahan) pelogaman dengan smelter swasta, Rp26,65 triliun berupa kerugian atas pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, serta Rp271,07 triliun berupa kerugian lingkungan.
Keterlibatan Fandy antara lain dengan menghadiri beberapa pertemuan, mewakili PT TIN, untuk membahas kerja sama smelter swasta dengan PT Timah.
Fandy kerap mewakili PT TIN dalam menghadiri beberapa pertemuan untuk membahas kerja sama smelter swasta dengan PT Timah, yakni salah satunya di Griya PT Timah dan Hotel Novotel Pangkalpinang.