TRIBUNJAKARTA.COM - Sidang Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Silfester Matutina digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (20/8/2025).
Kubu Roy Suryo bereaksi jelang sidang PK tersebut. Pakar telematika Roy Suryo sempat kaget saat mengetahui Silfetser Matutina berstatus terpidana.
Roy Suryo sempat meminta kejaksaan mengeksekusi Silfester Matutina karena telah memiliki kekuatan hukum tetap dalam kasus fitnah sejak 2019.
Diketahui, Silfester Matutina telah divonis 1,5 tahun atas kasus penghinaan terhadap Wakil Presiden ke-10 dan 12 Republik Indonesia Jusuf Kalla (JK).
Namun, Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) belum dieksekusi Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan hingga saat ini.
Kini, kubu Roy Suryo kembali meminta Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan segera mengeksekusi Silfester Matutina saat sidang PK.
Kuasa Hukum Roy Suryo Cs Abdul Gafur Sangadji mengatakan sidang PK dapat menjadi momen untuk mengeksekusi atau menangkap Silfester Matutina.
"Ini tentang marwah, tentang moralitas aparat penegak hukum yang hari ini kami pertanyakan besok menurut kami itulah momentum terbaik bagi Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk mengeksekusi Saudara Silfester," ujar Abdul Gafur pada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (19/8/2025).
Menurutnya, Silfester diyakini bakal hadir dalam sidang PK di PN Jakarta Selatan.
Bila tidak hadir, permohonan PK-nya tidak akan ditindaklanjuti PN Jakarta Selatan.
"Kami kuasa hukum dari Roy Suryo Cs sudah mengirimkan surat pada Kepala Kejari Jaksel dan tiga surat pada Pejabat Kejagung RI," tuturnya.
Dia menerangkan, surat pada Kejagung RI itu ditujukan kepada Jaksa Agung RI ST Burhanuddin, Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan, dan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan selaku pihak yang punya otoritas.
Gafur menekankan proses peradilan kasus Silfester Matutina sudah selesai, tinggal eksekusi saja.
Silfester dihadapkan dengan kasus fitnah terhadap mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla.
Sesuai Pasal 265 KUHAP, Ayat 2, dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2012 tentang permohonan PK dalam perkara pidana, pemohon PK wajib hadir.
"Kalau termulnya mengatakan ini kan PK, harusnya jangan dieksekusi dulu itu justru argumentasi yang melanggar hukum dan cacat yuridis karena berdasarkan pasal 268 KUHAP, permohonan PK tidak menunda proses eksekusi, tidak meniadakan proses eksekusi dan kejaksaan," paparnya.
Kejari Jakarta Selatan selaku pihak berwenang dalam eksekusi tak perlu menunggu putusan PK karena dalam praktik biasanya seorang terpidana mengajukan PK dari dalam Lapas.
Namun, Silfester justru mengajukan PK di luar Lapas, yang mana sangat dipertanyakan integritas dari Kejaksaan.
Ahmad Sahroni Tegas
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni tegas seharusnya Silfester Matutina bisa langsung dieksekusi dengan menjebloskan yang bersangkutan ke penjara.
Komisi III DPR RI adalah salah satu dari tiga belas komisi di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang memiliki tugas utama di bidang penegakan hukum, hak asasi manusia (HAM), dan keamanan nasional.
"Tangkap penjarain. Kalau memang sudah inkrah laksanain kecuali kalau dibilang ada perdamaian atau apa lah itu lain hal. Tapi kalau sesuai hukum pidana yang sudah inkrah maka itu harus dijalankan," kata Sahroni saat ditemui awak media di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/8/2025).
Menurut Bendahara Umum (Bendum) DPP Partai NasDem tersebut, persoalan terhadap Silfester Matutina merupakan hal yang mudah.
Dimana, kata dia, Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan bisa langsung menangkap yang bersangkutan lantaran keberadaannya yang ada di Tanah Air.
"Tangkap. Penjarain. Sesimple itu gampang kok," ujar legislator yang mewakili Daerah Pemilihan (Dapil) DKI Jakarta III itu.
Terhadap perkara yang menjerat Silfester, Sahroni lantas meminta hal ini menjadi pelajaran bagi seluruh elemen.
Dirinya meminta, agar setiap pihak tidak mudah terpancing emosi dan tidak menyuarakan suatu hal yang tidak pantas atau tidak perlu.
"Nah ini kan kebanyakan kita mengedepankan rasa emosi dengan mengucapkan hal hal yang tidak sesuai faktanya setelah disidang di laporin tidak terbukti udahannya ujungnya gelegepan," kata dia.
Atas perkara ini, Sahroni menyerahkan proses hukum tersebut kepada aparat penegak hukum (APH) dalam hal ini Kejari untuk segera melakukan eksekusi.
APH kata dia, harus patuh pada keputusan hukum yang dalam statusnya sudah berkekuatan tetap.
"Kita minta aparat penegak hukum lakukan seusai perintah persidangan kan sudah inkrah. Itu tergantung nanti jaksa lakukan eksekusi. Kita berharap lakukan lah dengan koridor hukum yang ada," kata dia.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menegaskan bahwa Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Silfester Matutina tak akan menghalangi proses eksekusi vonis yang sudah dijatuhkan oleh Pengadilan.
Silfester telah resmi mengajukan PK atas kasus pencemaran nama baik eks Wakil Presiden ke-10 dan 12 Jusuf Kalla ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 5 Agustus 2025.
"Prinsipnya PK tidak menunda eksekusi," kata Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna kepada wartawan, Senin (11/8/2025).
Kendati demikian, Anang belum bisa memastikan kapan Ketua Umum Solidaritas Merah Putih itu kapan akan dieksekusi.
Ia menerangkan hal itu sepenuhnya wewenang dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selaku pihak yang menangani perkara tersebut.
"Kewenangan sepenuhnya Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Coba tanya ke Kejari Jakarta Selatan selaku Jaksa eksekutornya," jelasnya.
Sosok Silfester Matutina
Silfester Matutina merupakan terpidana kasus fitnah terhadap Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla.
Ia dilaporkan kuasa hukum Jusuf Kalla ke Bareskrim Polri pada Mei 2017 karena orasi yang dianggap mencemarkan nama baik.
Namun hingga kini, ia belum menjalani hukuman tersebut.
Silfester Matutina dikenal sebagai seorang pengacara, pengusaha, dan aktivis politik.
Ia merupakan pendukung Joko Widodo atau Jokowi pada Pemilu 2019 dan pendukung Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka pada Pemilu 2024.
Pada 2025, ia diangkat menjadi komisaris independen perusahaan BUMN bidang pangan, ID Food (PT Rajawali Nusantara Indonesia).
Dalam laman resmi Mahkamah Agung (MA) Silfester Matutina divonis 1 tahun 6 bulan kasus pidana umum tahun 2019 lalu.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 287 K/Pid/2019 dibacakan tanggal 20 Mei 2019. Dengan Hakim Ketua H Andi Abu Ayyub Saleh, Hakim Anggota H Eddy Army dan Gazalba Saleh.
Dalam Putusan MA ini disebutkan bahwa Silfester dikenakan dakwaan pertama Pasal 311 Ayat 1 KUHP dan dakwaan kedua Pasal 310 Ayat 1 KUHP.
Namun, hingga kini putusan tersebut tak kunjung dieksekusi Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. (TribunJakarta.com/Tribunnews.com)