Volume Produksi Tumbuh 16,5 Persen, Industri Keramik Nasional Bangkit
Anak Agung Seri Kusniarti August 20, 2025 05:30 AM

TRIBUN-BALI.COM - Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) menyebut, industri keramik nasional perlahan mulai menunjukkan peningkatan kemampuan produksinya. 

Pada semester I-2025, tingkat utilisasi produksi keramik nasional berada di kisaran 70 persen -71% atau lebih tinggi dibandingkan capaian pada semester I-2024 yang hanya 60%. Volume produksi keramik nasional juga mampu tumbuh 16,5% menjadi sekitar 62 juta meter persegi pada semester I-2025.

“Kinerja industri keramik nasional pada semester I-2025 mampu bertumbuh, namun masih di bawah target Asaki yakni dengan tingkat utilisasi 75%,” ujar Ketua Umum Asaki Edy Suyanto dalam keterangan resmi, beberapa hari lalu.

Ada beberapa faktor utama yang mempengaruhi tingkat utilisasi industri keramik belum mencapai target. Salah satunya adalah gangguan pasokan gas yang disertai mahalnya surcharge gas dari PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) atau PGN sebesar US$ 16,77 per MMBTU.

Selain itu, industri ini juga menghadapi gangguan produk impor keramik dari India yang naik 130?lam lima bulan pertama pada 2025. Maraknya impor tersebut juga mengindikasikan adanya praktik dumping, di samping pasar Indonesia sebagai salah satu negara pengalihan pasar ekspor keramik India ke Amerika Serikat yang terdampak perang tarif.

Oleh karena itu, Asaki berharap kehadiran pemerintah untuk mencari solusi terkait gangguan pasokan gas dari PGN yang menerapkan kuota pemakaian gas melalui Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) di Jawa Barat sekitar 60?n Jawa Timur sekitar 40%.

Hal ini dinilai sangat menggerus daya saing industri keramik nasional. Belum cukup, mulai Juli sampai September 2025, pemakaian gas di atas kuota akan dikenakan harga gas regasifikasi Liquefied Natural Gas (LNG) sebesar US$ 14,8 per MMBTU.

“Ini bisa diibaratkan sudah jatuh tertimpa tangga dan dalam jangka panjang akan berdampak pada penggurangan tenaga kerja, karena kebanyakan industri memilih untuk memproduksi sebatas kuota gas atau AGIT dari PGN,” kata Edy.

Dia menambahkan, Asaki memperoleh informasi terbaru dari PGN bahwa industri keramik yang berada di Jawa bagian Barat hanya diperbolehkan memanfaatkan volume gas HGBT sebanyak 48% mulai 13 Agustus - 31 Agustus 2025 dengan alasan force majeure. Jika konsumsi gas melebihi batas, selanjutnya akan dikenakan surcharge senilai US$ 14,8 per MMBTU.

“Industri keramik semakin terdesak dengan kenaikan biaya produksi akibat kuota gas HGBT. Di sisi lain juga terhimpit oleh penurunan daya beli masyarakat dan gempuran produk impor dari India dan China,” ungkap Edy.

Lantas, Asaki sangat mendukung rencana Pemerintah untuk membuka keran impor LNG dan penerapan Domestic Market Obligation (DMO) gas bumi, mengingat industri keramik tidak bisa tumbuh tanpa kelancaran gas dan sektor ini tidak bisa berdaya saing dengan penerapan harga gas regasifikasi LNG yang mencapai US$ 14,8 per MMBTU. (kontan)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.