Grid.ID– Di tengah maraknya tren pesta pernikahan mewah dengan bujet mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah, sebuah penelitian justru menemukan fakta mengejutkan. Studi yang dilakukan dua profesor ekonomi dari Emory University, Amerika Serikat, menunjukkan bahwa pesta pernikahan yang sederhana dan murah justru lebih sering berujung pada pernikahan yang langgeng dibandingkan pesta yang menguras kantong.
Penelitian ini melibatkan 3.151 responden yang pernah atau sedang menikah. Hasilnya, pasangan yang menghabiskan biaya lebih dari 20.000 dolar AS untuk pesta pernikahan tercatat memiliki tingkat perceraian 1,6 hingga 3,5 kali lebih tinggi dibanding mereka yang hanya mengalokasikan anggaran sekitar 5.000–10.000 dolar.
Bahkan, mereka yang menggelar pesta pernikahan dengan biaya di bawah 1.000 dolar AS tercatat memiliki tingkat perceraian paling rendah. Temuan ini secara langsung menggugurkan anggapan umum bahwa pesta megah adalah simbol komitmen dan jalan menuju rumah tangga bahagia.
Dikutip dari CNN, Rabu (20/8/2025), Profesor Hugo M. Mialon, salah satu peneliti, mengungkapkan bahwa ada kemungkinan pasangan yang memilih pesta pernikahan sederhana memang cenderung lebih serasi. Di sisi lain, menghindari pesta yang terlalu mahal juga membantu pasangan terbebas dari beban finansial di awal pernikahan. Beban hutang atau tekanan finansial akibat biaya pernikahan yang berlebihan sering kali menjadi pemicu konflik rumah tangga yang akhirnya berujung pada perceraian.
Fakta menarik lainnya, penelitian ini juga menemukan bahwa jumlah tamu undangan berhubungan dengan ketahanan pernikahan. Semakin banyak orang yang hadir dalam pesta pernikahan, semakin kecil kemungkinan pasangan tersebut bercerai.
Hal ini diduga karena kehadiran keluarga besar dan teman-teman memberi efek dukungan sosial yang memperkuat ikatan suami-istri. Kehadiran banyak saksi pernikahan juga menjadi bentuk penguatan komitmen moral yang membuat pasangan lebih berusaha mempertahankan rumah tangga mereka.
Di sisi lain, industri pernikahan tentu tidak menyambut baik hasil penelitian ini. Selama bertahun-tahun, iklan-iklan dari penyedia jasa pernikahan menggaungkan narasi bahwa pesta pernikahan yang megah adalah tanda cinta sejati dan jaminan kebahagiaan rumah tangga.
Fakta bahwa biaya besar justru berhubungan dengan pernikahan yang lebih rapuh menjadi pukulan telak bagi bisnis senilai 55 miliar dolar AS per tahun tersebut. Data dari XO Group bahkan mencatat, rata-rata pasangan di Amerika menghabiskan hampir 30.000 dolar AS untuk pesta pernikahan, dengan 1 dari 8 pasangan mengeluarkan lebih dari 40.000 dolar AS.
Sosiolog sekaligus seksolog Dr. Pepper Schwartz menilai fenomena ini sebagai akibat dari "budaya pesta pernikahan” yang sudah kebablasan. Menurutnya, pesta sering kali dijadikan puncak utama, bukan awal dari perjalanan rumah tangga.
Hal serupa disampaikan Kim Horn, perencana pernikahan berpengalaman sejak 1980-an. Dikutip dari PBS.org, ia melihat bahwa fokus pasangan masa kini lebih tertuju pada pesta glamor daripada komitmen jangka panjang.
Meski begitu, pasangan yang tetap ingin merayakan pesta besar sebenarnya masih bisa menyiasatinya. Alih-alih mengeluarkan biaya besar untuk hal-hal yang sekadar tren, mereka bisa menghemat dengan memilih alternatif sederhana namun tetap bermakna.
Misalnya, mengganti penyewaan foto booth mahal dengan kamera instan atau membuat playlist musik sendiri ketimbang membayar DJ dengan tarif tinggi. Dengan begitu, pesta pernikahan bisa tetap meriah tanpa harus menimbulkan beban finansial jangka panjang.
Pada akhirnya, penelitian ini memberikan pesan jelas bahwa kebahagiaan rumah tangga tidak ditentukan oleh seberapa megah pesta pernikahan yang digelar, melainkan oleh kualitas hubungan pasangan itu sendiri. Justru dengan menghindari tekanan finansial akibat pesta mewah, pasangan memiliki peluang lebih besar untuk membangun fondasi rumah tangga yang kokoh, harmonis, dan tahan lama.