Kejelasan PBPH PT SPS di Pulau Sipora dan Perlindungan Terhadap Hutan Adat
GH News August 26, 2025 06:10 AM
Jakarta -

Pulau Sipora yang berada di wilayah Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat merupakan surga bagi pecinta surfing dunia. Namun keindahannya sedang terancam.

Pulau yang tidak terlalu besar itu terancam mengalami kerusakan terkait penggarapan lahan hutan oleh PT Sumber Permata Sipora (SPS). Maka dari itu banyak masyarakat yang menolak usaha tersebut.

Kini, Kementerian Kehutanan tengah melakukan peninjauan ulang terkait hal itu. Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Kehutanan, Saparis Soedarjanto, menegaskan hingga saat ini pihaknya belum memberikan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH).

"Untuk memastikan hal-hal (negatif) itu tidak terjadi, kami menunda sebetulnya proses-proses pemberian izin sampai dengan proses-proses cross check lapangan tadi dilakukan oleh Gakum dan memperlihatkannya secara konkret," ujar Saparis dalam kesempatan bersama awak media di Kantor Kementerian Kehutanan, Jakarta, Senin (25/8/2025).

Dalam memproses perizinan yang itu, Saparis juga mengatakan telah menerima aduan mengenai data-data di lapangan dari masyarakat sehingga perlu adanya pengecekan ulang.

"Kemudian kita juga memahami bahwa seukuran pulau-pulau kecil sehingga ini menjadi perhatian bersama, apalagi nanti di AMDAL-nya. Kemudian kita juga memperhatikan aspek masyarakat lokal tadi," katanya.

Sehingga nantinya jika AMDAL dan PBPH itu keluar terjadi multimanfaat yang bisa dirasakan oleh lingkungan di sana terkait sumber hutan yang ada. Mulai dari aspek produktif, berkelanjutan dan inklusif, dan dukungan terhadap bioeconomy.

"Kita juga mempertimbangkan zonasi ekologis seperti perlindungan kawasan konservasi dan pasti nanti pada saat misalnya proses-proses lanjutan berlangsung, biasanya di rencana RKU. Nanti akan tertuang juga bagaimana kita menjaga area-area konservasi yang ada di sana," jelas Saparis.

"Kemudian juga kita memperhatikan upaya pemberdayaan masyarakat lokal untuk mengembangkan hasil hutan dan kayu," lanjutnya.

PT SPS hingga saat ini masih belum mengantongi AMDAL dan juga PBPH, hanya baru mengantongi persetujuan komitmen. Dalam persetujuan komitmen itu PT SPS melakukan pengajuan seluas 20,71 ribu hektar atau 33,66% dari luas daratan Pulau Sipora.

Persetujuan komitmen itu diajukan sebagai langkah untuk pemanfaatan kayu hutan alam, hasil hutan bukan kayu, dan jasa lingkungan.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat, (dan kini juga menjabat) Plh. Sekditjen Perhutanan Sosial Kementerian Kehutanan, Julmansyah, menjelaskan overlap dengan permohonan hutan adat oleh dua komunitas masyarakat di sana yakni Uma Sakerebau Mailepet dan Uma Sibagau yang mencapai 6.900 hektar.

"Di Direktorat Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat sedang berproses menangani pengajuan usulan penetapan hutan adat di Sipora. Ada dua MHA (masyarakat hukum adat), yang satu namanya MHA Uma Sibagau itu luas yang diusulkan, luas overlap dengan PT SPS itu 5.920 hektar dari 20 ribu usulan PBPH PT SPS," ungkapnya.

Kemudian, Julmansyah menyebutkan untuk MHA Sakirebau luas overlapnya 1.017 hektar. Sehingga total keseluruhannya usul PBPH itu sekitar 6.937 hektar.

"Jadi proses pengakuan ini sudah dimulai sejak munculnya Perda Kabupaten Kepulauan Mentawai itu sejak 2017, melalui Perda Nomor 11 tahun 20217 tentang pengakuan dan perlindungan Uma sebagai kesatuan masyarakat hukum adat di Kabupaten Kepulauan Mentawai. Kemudian diikuti dengan SK Pengakuan Bupati Tahun 2021, jadi sudah berproses cukup lama," sebut Julmansyah.

Maka dari itu, Kementerian Kehutanan akan terus mempercepat pengesahan hutan adat di seluruh Indonesia, sesuai aturan yang berlaku. Dan ini juga yang menjadi pertimbangan dalam pengesahan pengajuan PBPH PT SPS.

"Meskipun kami baru menanganinya sejak beberapa bulan yang lalu,kita bukan menghentikannya tapi jeda sementara karena ada yang harus kami selesaikan dengan teman-teman di PHL. Bagaimana penyelesaian agar kemudian PBPH bisa beroperasi tetapi juga teman-teman MHA juga bisa memiliki ruang hidup lewat pengakuan hutan adatnya mereka," lengkap Julmansyah.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.