Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku sedang menelusuri dugaan korupsi terkait katering dalam penyelenggaraan ibadah haji.

“Ini yang katering mungkin tidak hanya 2025. Kami juga akan mengecek ke 2024, 2023, dan ke belakang, seperti itu,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (25/8).

Asep mengatakan penelusuran tersebut saat ini masih dilakukan di tingkat Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK, atau belum di Kedeputian Penindakan dan Eksekusi KPK.

Walaupun demikian, dia menyatakan bila kasus tersebut naik ke tahap penyelidikan maka KPK akan lebih fokus untuk menelusuri adanya dugaan tindak pidana korupsi terkait katering selama penyelenggaraan ibadah haji.

Selain itu, dia mengatakan akan menelusuri informasi terkait hal tersebut dalam penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023-2024.

“Kami berharap, kami bisa menemukan juga informasi maupun keterangan, serta dokumen-dokumen terkait masalah katering, kemudian pemondokan, dan yang lainnya pada saat kami menangani perkara kuota haji ini,” katanya.

Sebelumnya, KPK sempat menerima laporan dugaan korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2025 yang dilaporkan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW).

Menurut ICW, terjadi dugaan korupsi terkait katering dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun tersebut, yakni dengan tiga persoalan.

Pertama, makanan yang diberikan kepada jemaah haji tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 tahun 2019 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Masyarakat Indonesia.

Dalam Permenkes tersebut, idealnya tiap individu secara umum memerlukan atau membutuhkan kalori sekitar 2.100 kilokalori. Akan tetapi, ICW menemukan kalori makanan selama ibadah haji berkisar antara 1.715 sampai dengan 1.765 kilokalori.

Kedua, ada persoalan dugaan pungutan liar dalam konsumsi yang diberikan kepada jemaah, yakni sebesar 0,8 riyal per kali makan. Dengan demikian, berpotensi mendapatkan keuntungan pribadi hingga Rp50 miliar.

Ketiga, terdapat dugaan permasalahan pengurangan spesifikasi makanan untuk jemaah sebesar 4 riyal per porsi, sehingga berpotensi terjadi kerugian keuangan negara hingga Rp255 miliar.