5 FAKTA Nenek Endang Didenda Gegara Putar Liga Inggris di Warkop di Klaten, Harus Bayar Rp 115 Juta
Frida Anjani August 27, 2025 02:32 AM

SURYAMALANG.COM - Berikut ini rangkuman 5 fakta Nenek Endang didenda gegara putar Liga Inggris di warungnya di Klaten. 

Tak tanggung-tanggu, Nenek Endang diminta harus membayar denda sebesar RP 115 juta. 

Sebelum mendapatkan somasi soal denda, ada dua orang mencurigakan yang datang ke warungnya dengan gelagat aneh. 

Di kawasan Asia Tenggara, hak siar Liga Inggris bisa mencapai maksimal USD 60 juta atau sekira 900 miliar dalam rupiah per musim.

Tak heran jika platform yang menyiarkan Liga Inggris di Indonesiamenggalakkan aturan hak siar yang tertuang dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Pelanggar bisa dikenai maksimal hukuman penjara selama 4 tahun dan dijatuhi denda mencapai Rp1 miliar.

Tak hanya soal keuntungan komersil pelanggan platform yang menjual tiket, undang-undang tersebut juga mengatur pelanggaran tayangan bola yang disiarkan tanpa izin, termasuk melalui media sosial, kegiatan nonton bareng tanpa tiket di ruang usaha tetap dianggap sebagai pembajakan.

Dugaan pelanggaran hak siar diduga dilakukan oleh seorang nenek di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

Ia mendadak diminta membayar denda ratusan juta karena dituding melanggar hak cipta siaran sepak bola di warungnya.

Peristiwa itu terjadi pada Mei 2024 silam, saat nenek bernama Endang (78) itu sedang menggelar acara halalbihalal keluarganya.

Meski sedang berkumpul dengan keluarganya, Endang tetap membuka warung kopinya yang masih berada di pekarangan rumahnya.

Saat sedang asyik, dia tidak menyadari televisi di warungnya memutar siaran sepak bola berbayar.

Tiba-tiba datang dua orang asing memesan kopi di warung tersebut.

Kedua orang berbadan tegap itu kemudian mengambil beberapa foto di lokasi.

Alhasil, sebulan berselang Endang mendapatkan somasi pada 2 Juni 2024. 

Ditemui pewarta Tribun Jateng, Rezanda Akbar, Endang tertatih-tatih menggunakan tongkat bantu mendatangi kantor Ditreskrimsus Polda Jateng pada Senin (25/8/2025).

Bersama menantu dan cucunya, Endang memenuhi panggilan mediasi terkait dugaan pelanggaran hak cipta siaran bola Liga Inggris milik platform video siaran langsung. 

Platform tersebut menjadi pemegang hak cipta eksklusif selama tiga musim dan telah diperpanjang hingga 2028.

 

1. Kronologi Awal

 MEDIASI HAK SIAR - Nenek Endang (78), berkerudung hijau asal Klaten memenuhi undangan ke Ditreskrimsus Polda Jateng soal hak siar sepak bola oleh Video.com, Senin (25/8/2025). Dia dituding telah melanggar hak siar tayangan Liga Inggris pada Mei 2024. (TRIBUN JATENG/REZANDA AKBAR)
 MEDIASI HAK SIAR - Nenek Endang (78), berkerudung hijau asal Klaten memenuhi undangan ke Ditreskrimsus Polda Jateng soal hak siar sepak bola oleh Video.com, Senin (25/8/2025). Dia dituding telah melanggar hak siar tayangan Liga Inggris pada Mei 2024. (TRIBUN JATENG/REZANDA AKBAR) ()

Hal ini lah yang menjerat Endang ketika tidak menyadari siaran langsung bola diputar di warung kopinya.

Endang menceritakan, saat peristiwa itu terjadi, dia mencurigai kedatangan pembeli yang tiba-tiba mengambil beberapa foto di lokasi.

“Awalnya itu kan halal bihalal. Kita kumpul keluarga saja, bukan niat nonton bareng. Terus ada orang datang bertubuh tegap pesan kopi hitam dua terus foto-foto," tutur Endang.

Dia mengatakan, tidak mengetahui pasti siapa yang menyetel siaran bola tersebut.

Endang mengakui memang berlangganan di platform tersebut untuk dinikmati bersama keluarganya.

Namun, dia menegaskan, tidak pernah menjual tiket atau membuat acara resmi nonton bareng (nobar) di warungnya.

“Kalau nobar itu kan diniati, ada tiket, ada komersil. Wong kita enggak ada tiket, enggak ada apa-apa. Itu acara keluarga,” jelasnya.

2. Denda ratusan juta

Endang mengaku kaget setelah menerima somasi dari pihak platform yang bersangkutan.

Dalam somasi itu, dia dituding melanggar hak cipta karena menayangkan pertandingan Liga Inggris di tempat umum.

Yang lebih mengejutkan, menurut Endang, yakni jumlah ganti rugi yang diminta mencapai Rp115 juta.

Tak ayal Endang enggan untuk serta merta membayar denda tersebut dan memilih mengikuti proses hukum.

Dia mengaku denda itu sangat berlebihan karena Endang tidak mencari keuntungan dari tayangan siaran bola tersebut.

“Mintanya Rp115 juta, saya tidak ikhlas. Lha wong saya ini orang tua, sakit jantung, sudah 22 tahun minum obat. Rasanya itu berlebihan sekali,” ucap Endang.

Di hadapan penyidik, dia menyadari ada dua orang pembeli datang dengan gelagat mencurigakan.

Endang mencurigai oknum tersebut merupakan pelapor yang sengaja mencari kesalahan hingga membuatnya terkena masalah hukum.

“Bajunya hitam-hitam, beli kopi. Tahu-tahu moto-moto (mengambil foto-red). Saya jadi curiga, kok kayak cari-cari kesalahan,” kisahnya.

Meski demikian, Endang tetap berusaha tenang untuk menghadapi proses hukum ini.

Dia juga menyerahkan sepenuhnya proses mediasi kepada anak dan menantunya lantaran kondisi kesehatannya yang tidak lagi prima.

“Saya ini nenek-nenek. Kesal iya, tapi ya harus berani. Insya Allah enggak apa-apa,” kata Endang pelan.

3. Cium kejanggalan

Endang mengaku merasa janggal dengan kasus yang menjeratnya.

Pasalnya, dia merasa acara keluarga diperlakukan seolah sama dengan bisnis nonton bareng berbayar.

Terlebih dengan jumlah denda yang harus dibayar, bagi Endang sangat berlebihan.

Dia menegaskan tidak akan gentar untuk mengikuti proses hukum itu. 

Sebab dia bersikeras enggan membayar denda Rp115 juta tersebut sampai kasus tersebut rampung.

“Kalau memang ada bukti kita jual tiket ya silakan. Tapi ini kan cuma kumpul keluarga. Rasanya berat sekali kalau dipaksa bayar segitu,” pungkas Endang.

Kasus Endang menjadi satu contoh bagaimana aturan hak cipta siaran pertandingan masih menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat umum.

Minimnya sosialiasi terkait aturan hak siar seolah menjadi jebakan masyarakat.

Sebab, banyak pelaku usaha yang tidak menyadari bahwa tayangan bola bukan konsumsi publik bebas, melainkan produk berlisensi.

4. Kata kuasa hukum

Sementara itu, pihak platform yang bersangkutan menegaskan bahwa konten Liga Inggris bersifat privasi.

Sehingga pelanggan berbayar yang bersifat periodik hanya boleh menayangkan konten tersebut secara pribadi di rumah.

Sementara jika digunakan di ruang usaha atau tempat komersial lain diperlukan lisensi khusus yang sesuai dengan kesepakatan platform yang bersangkutan.

Dalam hal ini, pelaku usaha perlu mengisi formulir registrasi dan mengirim proposal permohonan lisensi.

Kemudian, proposal tersebut akan disetujui dengan biaya yang berbeda di setiap ruang usaha.

Biaya aktivasinya berkisar Rp34-40 juta lebih, tergantung dengan kategori tempat usaha pemohon lisensi.

Keuntungan pemilik lisensi yakni terhindar dari denda hukum dan somasi, bisa menjadi venue resmi dengan menarik lebih banyak pengunjung karena penayangan berkualitas HD.

Terkait hal ini, Kuasa Hukum Indonesia Entertainment Group (IEG), Ebenezer Ginting mengungkapkan pelanggaran yang menjerat Endang.

“Klien kami adalah pemegang lisensi eksklusif Liga Inggris. Artinya masyarakat boleh menikmati di rumah secara privat. Tapi kalau dipakai sebagai ikon usaha, seperti nonton bareng atau diputar di zona komersial, itu melanggar. Ada lisensi khusus yang harus dibayarkan,” kata Ebenezer saat ditemui.

Ebenezer yang tergabung dalam Ginting & Associates Law Offive itu menambahkan, pelanggaran hak cipta tidak bergantung pada ada atau tidaknya keuntungan dari penjualan tiket.

“Terlepas ada ticketing atau tidak, selama memutar Liga Inggris di zona komersial, unsur sengaja maupun tidak, itu sudah melanggar undang-undang,” tegasnya.

5. Tak pandang bulu

Ebenezer mengatakan, dalam data IEG tercatat sekira 80-100 laporan polisi terkait pelanggaran hak siar di berbagai daerah Indonesia.

Bahkan, di Provinsi Jawa Tengah masih ada 5 kasus yang berstatus aktif dalam proses hukum dari temuan 10 kasus yang sama.

Diakui Ebenezer, pelanggaran ini tidak hanya menyasar pelaku usaha kecil, tetapi semua lapisan masyarakat dapat dijerat hukum apabila terbukti melanggar.

“Pelaku usahanya macam-macam, ada UMKM, ada juga menengah ke atas. Kopi shop, bar, dan lainnya. Jadi bukan hanya usaha kecil yang kena. Semua lapisan bisa,” jelas Ebenezer.

Pihak IEG, kata Ebenezer, mengaku tetap mengedepankan edukasi dan sosialisasi terkait regulasi hak siar Liga Inggris ini.

Namun, bila pelanggaran terus terjadi, langkah hukum tetap ditempuh. 

“Semangat kami bukan hanya penindakan, tapi juga anti pembajakan. Kalau tidak ada yang membeli lisensi, masyarakat Indonesia bisa-bisa tidak bisa lagi menonton Liga Inggris,” ujarnya.

“Ini jadi pembelajaran bahwa ada value bisnis di balik hak siar yang harus dihargai,” pungkas Ebenezer.

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Halalbihalal Berujung Panggilan Polisi, Nenek Endang Didenda Rp115 Juta Terkait Hak Siar Vidio.com.

(SURYAMALANG.COM/Tribunnews.com/Isti Prasetya, TribunJateng.com/Rezanda Akbar)

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.