Jakarta (ANTARA) - Saksi kasus dugaan suap terhadap putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) pada tahun 2023-2025, Ariyanto mengeklaim uang yang diserahkan kepada para hakim, panitera, dan mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat di kasus tersebut sebesar Rp60 miliar.
Ariyanto, yang merupakan pengacara korporasi kasus korupsi CPO sekaligus tersangka dalam kasus dugaan suap, mengatakan hal tersebut mengklarifikasi dakwaan yang menyebutkan uang suap yang diberikan hanya Rp40 miliar dari permintaan Rp60 miliar.
"Kalau dari saya pemberian murni Rp60 miliar sesuai dengan yang pertama dia minta dan saya kabulkan," ungkap Ariyanto dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Maka dari itu, dirinya tak mempermasalahkan apabila Panitera Muda Perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara Wahyu Gunawan mengatakan uang yang diterima hanya Rp40 miliar.
Namun, dia tetap menegaskan uang yang ia serahkan sebesar Rp60 miliar untuk dibagi kepada para hakim, Wahyu, dan mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Selain uang senilai Rp60 miliar, Ariyanto menyebutkan sempat memberikan pula uang sebesar 5 ribu dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp75 juta kepada Wahyu.
Menurutnya, uang itu diberikan sebagai welcome drink sebelum sidang perkara CPO dimulai, sedangkan Wahyu menyebutnya sebagai "uang baca berkas".
"Itu istilahnya saja," katanya menambahkan.
Ariyanto bersaksi dalam kasus dugaan suap terhadap putusan lepas perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO pada tahun 2023-2025, yang menyeret mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta dan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan sebagai terdakwa.
Selain itu, terdapat pula tiga hakim yang menyidangkan kasus tersebut dan menjadi terdakwa, yakni Djuyamto, Ali Muhtarom, dan Agam Syarief Baharudin.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) Syamsul Bahri Siregar mengungkapkan total uang yang diterima kelima terdakwa dalam kasus tersebut sebesar 2,5 juta dolar AS atau Rp40 miliar.
Uang diterima dari Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan Syafei selaku advokat atau pihak yang mewakili kepentingan terdakwa korporasi pada kasus CPO, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Secara perinci, uang suap yang diterima Arif, Wahyu, serta ketiga hakim lainnya diterima sebanyak dua kali. Penerimaan pertama berupa uang tunai 500 ribu dolar AS atau senilai Rp8 miliar, yang diterima Arif sebesar Rp3,3 miliar; Wahyu Rp800 juta; Djuyamto Rp1,7 miliar; serta Agam dan Ali masing-masing Rp1,1 miliar.
Kemudian penerimaan kedua berupa uang tunai 2 juta dolar AS atau senilai Rp32 miliar, yang dibagi kepada Arif sebesar Rp12,4 miliar; Wahyu Rp1,6 miliar; Djuyamto Rp7,8 miliar; serta Agam dan Ali masing-masing Rp5,1 miliar.