Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengecam keras tindakan kekerasan aparat kepolisian terhadap aksi demonstrasi yang dilakukan pada 25 dan 28 Agustus 2025.
"Komnas Perempuan menyesalkan dan menuntut akuntabilitas atas tindakan represif berupa pemukulan, pengeroyokan, dan dugaan penggunaan gas air mata kadaluwarsa yang mengakibatkan cedera dan luka-luka para pengunjuk rasa dan warga sekitar," kata Ketua Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor saat dihubungi di Jakarta, Minggu.
"Aparat kepolisian bahkan menggunakan kendaraan taktis dengan cara melanggar prosedur tetap pasukan hingga mengakibatkan kematian pengemudi ojek online Affan Kurniawan," tambah Maria Ulfah Anshor.
Komnas Perempuan menyampaikan duka cita yang mendalam kepada keluarga korban.
Maria Ulfah Anshor mengatakan penyampaian aspirasi masyarakat yang dilakukan melalui aksi unjuk rasa dijamin oleh Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar RI 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat serta Pasal 19 Konvenan Hak-Hak Sipil Politik yang disahkan melalui UU Nomor 12 tahun 2005, dan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Sehingga menurutnya, tindakan kekerasan aparat kepolisian bertentangan dengan jaminan hak konstitusional yaitu bebas atas kekerasan, dan penyiksaan dinyatakan pada pasal 28I ayat (1) UUD 1945 serta bertentangan dengan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian.
Merujuk pada data Komnas HAM, terjadi penangkapan 351 orang pada aksi 25 Agustus dan sekitar 600 orang pada aksi 28 Agustus, serta penangkapan pengunjuk rasa di sejumlah daerah.
"Kami mencermati tindakan kekerasan aparat yang menyasar pada warga yang beraktivitas di sekitar area unjuk rasa, salah satu yang terekam oleh media adalah seorang perempuan mengalami cedera dan rusak alat kerjanya akibat terkena gas air mata," kata Maria Ulfah Anshor.