TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Aksi unjuk rasa kembali mengguncang pusat Kota Yogyakarta. Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Front Aliansi Mahasiswa JogjaBergerak turun ke jalan pada Senin (1/9/2025) siang dengan membawa sederet tuntutan keras terhadap pemerintah dan aparat negara.
Massa mulai berdatangan sekitar pukul 12.00 WIB dan langsung menggelar aksi di depan Gedung DPRD DIY, kawasan Malioboro. Dengan pakaian serba hitam, mereka meneriakkan seruan perubahan dan mengibarkan spanduk berisi 11 poin desakan.
Aksi ini mendapat pengawalan ketat dari aparat kepolisian serta TNI. Setelah melakukan orasi di depan gedung, mahasiswa dipersilakan masuk halaman DPRD DIY untuk menyampaikan aspirasi mereka secara langsung.
DPRD DIY Tandatangani Tuntutan Mahasiswa
Setibanya di halaman gedung dewan, para mahasiswa disambut Ketua DPRD DIY, Nuryadi, beserta sejumlah anggota dewan lain. Uniknya, penyambutan juga diiringi bregada prajurit bergaya khas Yogyakarta, menambah suasana aksi semakin khidmat namun tegas.
Dalam pertemuan itu, mahasiswa menyerahkan 11 tuntutan yang berisi isu-isu nasional, mulai dari desakan mengusut tuntas pelanggaran HAM, reformasi Polri, hingga permintaan agar Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dicopot dari jabatannya.
“Saya menerima tuntutan yang disampaikan kepada kami. Sebagai bentuk kepastian, saya tandatangani langsung dokumen tersebut,” ujar Nuryadi di hadapan massa.
Tak hanya Ketua DPRD DIY, seluruh anggota dewan yang hadir ikut membubuhkan tanda tangan mereka sebagai bentuk komitmen meneruskan aspirasi mahasiswa ke tingkat pusat.
11 Tuntutan yang Menggema di Malioboro
Adapun poin tuntutan yang dilayangkan mahasiswa antara lain:
Menurut Ain Dadung, perwakilan mahasiswa, lokasi DPRD DIY dipilih karena berada di kawasan Malioboro yang memiliki simbol tekanan politik kuat.
“Di jalan ini ada DPRD DIY dan juga istana negara. Malioboro kami anggap sebagai pusat tekanan politik yang bisa menguatkan pesan gerakan,” tegasnya.
Kritik untuk Pemerintahan Prabowo-Gibran
Dalam orasinya, Ain Dadung juga menyinggung kinerja pemerintahan yang baru berjalan kurang lebih satu tahun. Menurutnya, gelombang protes yang terus bermunculan menunjukkan ada masalah serius yang gagal ditangani Presiden dan Wakil Presiden.
“Kita patut mempertanyakan mengapa unjuk rasa terus terjadi. Itu tanda ada yang tidak bisa diatasi oleh Presiden,” katanya lantang.
Ia juga menegaskan bahwa aksi kali ini bukan hanya seremonial. “Tuntutan sudah pernah ditandatangani DPRD, tetapi tidak ada tindak lanjut yang jelas. Sekarang harus dikawal agar transparan,” imbuhnya.
Aksi Damai hingga Bubar di Titik Nol Kilometer
Setelah menyerahkan tuntutan dan mendapat tanda tangan dari DPRD, massa melanjutkan long march menuju Titik Nol Kilometer Yogyakarta. Di sana mereka kembali berorasi hingga akhirnya membubarkan diri dengan tertib sekitar pukul 14.05 WIB.
Aksi damai tersebut mendapat apresiasi warga yang tengah berada di sekitar Malioboro. “Bagus kalau demo mahasiswa tetap damai, apalagi ada substansi tuntutannya. Jadi lebih didengar,” ujar Siti, salah satu pedagang kaki lima di kawasan Titik Nol.
Dengan berakhirnya aksi ini, mahasiswa Jogja Bergerak menegaskan akan terus mengawal 11 tuntutan mereka agar benar-benar mendapat perhatian dari pemerintah pusat, bukan sekadar janji kosong. (*)