Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto
TRIBUNCIREBON.COM, CIREBON- Suasana di Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Cirebon pada Senin (1/9/2025) terasa lebih sibuk dari biasanya.
Satu per satu tokoh penting Kota Udang datang memenuhi panggilan penyidik untuk dimintai keterangan terkait dugaan korupsi pembangunan Gedung Sekretariat Daerah (Setda) tahun 2016–2018.
Di antara yang hadir, ada nama besar mantan Wali Kota Cirebon, Nasrudin Azis, serta dua anggota DPRD aktif Handarujati Kalamullah dan Agung Supirno.
Tak ketinggalan, dua mantan anggota legislatif, Dani Mardani dan Doddy Ariyanto, juga ikut diperiksa.
Kasie Intelijen Kejari Kota Cirebon, Slamet Haryadi, membenarkan pemanggilan lima tokoh tersebut.
“Hari ini kami memanggil dan memeriksa lima orang terkait dugaan korupsi pembangunan Gedung Setda, yakni dua anggota DPRD aktif, dua mantan anggota DPRD, dan satu mantan Wali Kota Cirebon,” ujar Slamet saat diwawancarai media, Senin (1/9/2025).
Slamet menjelaskan, pemeriksaan ini dilakukan karena ada informasi yang mengaitkan para saksi dengan proses penganggaran maupun pembangunan gedung yang menelan anggaran ratusan miliar itu.
“Jadi, ada keterangan yang mengaitkan dengan lima orang tersebut."
"Sehingga kami panggil untuk dimintai keterangan lebih lanjut,” ucapnya.
Meski begitu, Slamet menegaskan status kelimanya masih sebatas saksi.
Namun ia tidak menutup kemungkinan akan ada penetapan tersangka baru.
“Jika ditemukan dua alat bukti yang sah, kemungkinan jumlah tersangka akan bertambah."
"Untuk saat ini status mereka masih sebagai saksi. Kita tunggu hasil penyidikan lebih lanjut,” jelas dia.
Khusus untuk anggota DPRD yang dipanggil, menurut Slamet, keterangannya berkaitan langsung dengan proses penganggaran pembangunan Gedung Setda tahun 2016–2018.
Pemeriksaan ini menjadi bagian dari lanjutan penyelidikan setelah Kejari menetapkan enam orang sebagai tersangka pada pekan lalu.
Adapun, kasus dugaan korupsi pembangunan Gedung Setda Kota Cirebon tahun 2016–2018 terus menjadi sorotan.
Dari pagu anggaran Rp 86 miliar, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan kerugian negara mencapai Rp 26 miliar.
Kejari Kota Cirebon resmi menetapkan enam tersangka pada Rabu (27/8/2025).
Mereka terdiri dari satu kepala dinas, dua pensiunan ASN, serta tiga pihak kontraktor.
Kasi Pidana Khusus Kejari Kota Cirebon, Feri mengatakan, penetapan itu dilakukan setelah tim penyidik menemukan bukti kuat adanya penyimpangan.
"Enam orang yang ditetapkan tersangka yakni PH (59) selaku PPTK, BR (67) selaku Kepala Dinas PU tahun 2017, IW (58) selaku Pejabat Pembuat Komitmen yang kini menjabat Kadispora, HM (62) selaku Team Leader PT Bina Karya, AS (52) Kepala Cabang Bandung PT Bina Karya, serta FR (53) Direktur PT Rivomas Pentasurya,” kata Feri, dalam konferensi pers.
Feri menambahkan, hasil penyidikan menunjukkan pekerjaan pembangunan tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan spesifikasi teknis.
“Berdasarkan penghitungan Tim Politeknik Negeri Bandung, kualitas dan kuantitas bangunan tidak sesuai kontrak."
"Akibatnya, timbul kerugian keuangan negara sebesar Rp 26,5 miliar,” ujarnya.
Dalam konferensi pers itu, enam tersangka dihadirkan mengenakan pakaian tahanan merah.
Mereka hanya menunduk, sementara uang sitaan senilai Rp 788 juta dipajang di hadapan media.
Sebelumnya, Kepala Kejari Kota Cirebon, M. Hamdan S, sudah menegaskan pihaknya akan menyeret semua pihak yang terlibat.
Hingga kini, lebih dari 50 saksi sudah diperiksa, termasuk mantan Wali Kota Cirebon.
Kasus ini bermula dari temuan Inspektorat Kota Cirebon, yang mencatat ada Rp 32,4 miliar belum disetorkan kontraktor ke kas daerah.
Dari jumlah itu, Rp 11 miliar berasal dari laporan BPK terkait kelebihan pembayaran dan denda keterlambatan.
Kini, enam tersangka dijerat pasal tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001.
Proses hukum pun terus berlanjut, sementara bangunan megah Gedung Setda yang seharusnya jadi simbol pelayanan publik justru berubah menjadi simbol masalah hukum di Kota Cirebon.