Acil Bimbo (tengah) meninggal dunia pada usia 82 tahun di Bandung. Perjalanannya tak mungkin dilepaskan dari grup musik Bimbo yang identik dengan Bulan Suci.
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Kabar duka datang dari belantikan musik Indonesia. Salah satu maestro dan legenda, Raden Darmawan Dajat Hardjakusumah atau yang biasa disapa Acim Bimbo, meninggal dunia pada Senin (1/9) pada usia 82 tahun di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat.
Selain dikenal karena lagu-lagunya bersama Bimbo, Acil juga dikenal sebagai sosok yang getol menyuarakan isu-isu lingkungan demi masa depan manusia, sebagaimana dilansir Kompas.ID.
Berbicara tentang Acil, tentu tak bisa dilepaskan dari grup Bimbo, grup musik asal Bandung yang berdiri pada 1966. Personelanya ada tiga kakak-beradik: Sam, Acil, dan Jaka; dalam perkembangannya ditambah adik perempuan mereka, Iin Parlina.
Bimbo dikenal terutama lewat lagu-lagu religinya yang banyak diputar saat Bulan Suci Ramadhan tiba. Tapi sebenarnya bukan cuma itu, masih banyak karya Bimbo yang lain. HAI pernah menulis perjalan Bimbo pada edisi Maret 1994 di bawah judul "Bimbo Balada dari Tanah Sunda".
Kami kutipkan hampir utuh dengan beberapa penyuntingan dan penyesuaian:
===
BIMBO BALADA DARI TANAH SUNDA
Kelompok ini telah hadir sejak zaman mikrofon masih dibungkus handuk, dan tetap bertahan ketika era komputerisasi melanda dunia musik. Merekalah saksi hidup sejarah panjang musik pop Indonesia.
Bimbo. Siapa yang tak kenal dengan tiga pemusik asal Bandung ini? Masing-masing adalah Samsudin Hardjakusumah (Syam), Darmawan Hardjakusumah (Acil), dan Jaka Hardjakusumah (Jaka). Kakak beradik putra Dajat Hardjakusumah, karyawan Kantor Berita Antara dan seorang wartawan kawakan pada zamannya, ini mulai menancapkan bendera kelompoknya pada tahun 1967.
Syam malah mengawali kariernya lebih awal lagi. Dia sudah menyanyi sejak tahun 1947, dan merupakan penyanyi pop Indonesia angkatan pertama. "Generasi berikutnya adalah Bob Tutupoli," kenang Sarjana Seni Rupa jebolan ITB itu kepada HAI.
Hingga 2025 ini, terhitung sudah hampir 60 tahun Bimbo eksis.Suatu kurun yang tak terbayangkan bagaimana sebuah grup musik mampu mempertahankan keutuhan selama itu -- hingga maut memisahkan. Sementara itu, secara rutin mereka tetap menelurkan album demi album yang jumlahnya kini sudah mencapai 200an album itu.
Sebagai kelompok musik, kelahiran Bimbo sebenarnya kalah cepat oleh saudara cewek mereka. Yanti Bersaudara, begitu nama kelompok yang terdiri dari Yanti, Yani dan Iin Parlina itu. Hanya saja, tak berapa lama bubar jalan.
Syam lantas merangkul lin untuk bergabung dengannya. Nampaknya cewek ini semula dimaksudkan sebagai unsur pemanis lagu-lagu Bimbo yang kebanyakan berwarna balada. Tetapi dalam perkembangannya, lin ternyata mampu membentuk karakternya sebagai vokalis yang mempunyai bobot. Banyak orang lantas menghubungkan desah suaranya dengan Jane Birkin, penyanyi asal Prancis yang juga bersuara serak-serak basah.
Tetapi Iin tetaplah Iin. Dalam album-album Bimbo dia kerap tampil solo, dan terbukti desahannya sangat mendukung tema lagu yang dinyanyikannya. Dengar saja misalnya, “Salam Sayang”, “Laut Cinta”, “Abang Becak”, “Janji Bahagia”, “Melati Dari Jaya Giri” dan banyak lagi. Melalui vokalnya, lagu-lagu Bimbo menjadi terkesan mesra.
Musikalisasi puisi
Bimbo, seperti kita tahu, juga identik dengan lagu-lagu bernafaskan Islam. Lirik yang mereka hadirkan terasa amat menyejukkan hati. Tak aneh jika setiap tahun menjelang Lebaran, televisi kita pun rajin menayangkan lagu-lagu dan sosok ketiga bersaudara itu. Sehingga, seolah ada kesan mereka hanya muncul setiap bulan puasa tiba. Tentu saja hal ini dibantah oleh Acil.
"Itu salah besar ... ," kata Sarjana Hukum itu. Hanya saja, katanya, aktivitas mereka belakangan seperti luput dari sorotan media. Apalagi, ruang lingkup pementasan akhir-akhir lebih spesifik. Yakni acara-acara yang mengandung nilai agama.
"Citra kami memang pada musik kasidah," ungkap Syam.
Dan citra tersebut tak terbentuk dalam waktu sekejap. Mereka telah merintisnya sejak tahun 1973 saat Bimbo tengah berada di puncak kejayaannya. Jadi, adalah keliru kalau orang lantas menganggap bahwa Bimbo baru menekuni musik religius pada tahun-tahun terakhir ini. Lalu kesadaran apa yang mendasari mereka meninggalkan cap jagoan musik pop yang pernah disandangnya?
"Saya berpendapat bahwa menjadi ular sekali pun haruslah menjadi kepalanya. Karena yang namanya ekor itu nggak pernah bisa berada di depan," kata Syam dengan logat Sunda yang nggak pernah hilang. Artinya, Bimbo tak ingin mengekor kepada siapa pun.
Sedang Jaka punya alasan lain. Begini. "Waktu itu kan musik gambus sangat populer. Lantas kita berpikir, kenapa tidak membuat musik kasidah?"
Kedekatan Bimbo pada nuansa Islami telah mempertemukan mereka dengan penyair Taufik Ismail. Sampai sekarang hubungan mereka sudah seperti abang-adik. Bukan berarti yang satu adik yang lainnya abang-abang Iho!
Maksudnya, Taufik sudah tak pernah memusingkan lagi berapa honor yang akan diterimanya atas karya-karyanya yang dimusikalisasikan Bimbo. Konon dia bahkan tak pernah protes jika Bimbo memberi order mendadak.
"Kalau penyair lain, apalagi sekaliber Bang Taufik, mungkin mikir: kurang ajar, siapa sih mereka ini?" komentar Syam tersenyum.
Dia mengaku tak mengalami kesulitan dalam memadu puisi-puisi Taufik Ismail dengan musik khas Bimbo, yang bersandar pada kekuatan gitar akustik. Meski begitu, toh ada juga sejumlah puisi yang ditolak, justru karena dinilai terlalu bagus. Aneh, kan?
"Bukan berarti yang lain mutunya kurang. Ini soal bagaimana menggabungkan dua karya yang berbeda karakter. Ada beberapa puisi Abangyangsusah digabungkan dengan musik kami."
[...]
Lirik apik
Kesempurnaan lirik memang menempati urutan penting dalam proses kreativitas Bimbo. "Kami 'main' di lirik," ungkap Syam.
Dengan kondisi seperti itu, Bimbo melambung pada pertengahan tahun 1975-an, dan membawa wajah musik Indonesia ke suatu kurun di mana lirik sebuah lagu merupakan kebutuhan yang tak bisa ditawar.
Untuk itu, Bimbo kemudian membuka diri untuk para penulis lagu dari luar kelompoknya. Lalu muncullah nama Iwan Abdurachman. Kerja sama mereka segera menghasilkan sederet karya yang sulit dilupakan. Antara lain "Flamboyan", "Melati Dari Jaya Giri", "Bulan Merah", "Dengan Puisi Aku", dan banyak lagi.
Berjalannya waktu, rupanya mereka berbeda jalur,sehingga nama Iwan Abdurachman tak pernah nongol lagi dalam karya Bimbo.Penulis lagu lain yang mewarnai awal karier Bimbo adalah Wandi, atau yang bersama kelompoknya lebih dikenal dengan nama One Dee And The Lady Faces.
Bimbo juga pernah menulis lirik tentang pelacur lewat nomor "Hitam Kelam" yang jauh sebelum Iwan Fals melakukannya lewat nomor "Lonteku". Tentu dalam visi yang berlainan. Iwan terkesan lugas. Sedang Bimbo terasa lebih halus dan tetap menyiratkan keindahan.
Di lembah bukit terhina
Ia hidup ditelan masa
Hitam kelam dunia semakin gelap
Pernahkah pelacur itu melagukan cinta
Namun masa keemasan lirik Bimbo mulai memudar ketika orientasi pasar mulai menggoyang musisi pop kita. Sejumlah grup band kala itu ramai-ramai menelorkan kaset yang berembel-embel 'pop'. Mulai dari Pop Melayu, Pop Dangdut, Pop Jawa dan Pop Kasidah. Bimbo pun ikutan-ikutan latah. Mereka meluncurkan lagu-lagu yang berlirik jenaka dan sangat komunikatif, seperti "Tante Sun", "Kumis", "Tangan", dan sebagainya.
Sekilas, langkah ini menyerupai upaya mereka untuk survive di tengah derasnya grup band yang tumbuh gila-gilaan. Sebut saja Panbers, Mercy's atau D'Lloyd. Dan terbukti Bimbo memang tetap tegar. Namun sebenarnya hal itu mereka raih dengan kenyataan yang amat mahal. Bimbo dinilai telah mengorbankan citranya sebagai kelompok musik anggun, dan terjun dalam kancah komersialisme.
Toh, berbeda dengan umumnya kelompok lain yang terpuruk untuk akhirnya raib dari peredaran, Bimbo mencoba berkutat dengan menggumuli musik kasidah, jenis musik yang pernah menjadi bagian dari serial 'pop’ mereka. Dan inilah tttik tolak pertemuan antara Bimbo dengan Taufik Ismail, yang terjadi di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
[...]
Dan begitulah musik Bimbo dikenang hingga sekarang.