Datangi DPR, Jerome Polin hingga Andovi da Lopez Serahkan Tuntutan Rakyat 17+8
Christine Tesalonika September 04, 2025 10:34 PM

Grid.ID - Kolektif 17+8, bersama Abigail Limuria, Andovi da Lopez, Andhyta Firselly Utami, Fathia Izzati, dan Jerome Polin, serta perwakilan organisasi masyarakat sipil dan media baru, hari ini, Kamis (4/9/2025) secara simbolis menyerahkan 17 tuntutan jangka pendek dan 8 tuntutan jangka panjang kepada DPR RI di Gerbang Pancasila, Gedung DPR RI, Senayan.

Dalam aksinya, mereka secara simbolis menyerahkan 17 tuntutan jangka pendek dan 8 tuntutan jangka panjang kepada DPR RI. Tuntutan ini lahir dari akumulasi keresahan masyarakat atas kebijakan pemerintah yang dianggap menekan, serta sikap anggota dewan yang dinilai kurang empati.

Salah satu perwakilan kolektif, Afu, menyampaikan kritik tajam terhadap kondisi demokrasi di Indonesia. Menurutnya, krisis kepercayaan yang terjadi saat ini tidak lepas dari cacatnya proses politik yang berlangsung.

"Ini semua disebabkan oleh proses demokrasi yang cacat dan tidak sehat. Kalau dari awal terjadi proses partisipasi yang baik dan pemerintah mau mendengarkan warganya, ini tidak seharusnya terjadi," kata Afu di depan Gerbang Pancasila DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat pada Kamis (4/9/2025).

Afu menekankan bahwa daftar tuntutan ini disusun bukan hanya untuk menekan pemerintah, tetapi juga sebagai alat ukur yang transparan agar publik bisa menilai apakah DPR dan pemerintah benar-benar bekerja untuk rakyat.

"Kami melihat perlunya sebuah daftar tuntutan bersama yang bisa mengukur respons pemerintah secara tepat, dengan alur akuntabilitas yang jelas dan sebisa mungkin merefleksikan keresahan masyarakat seluas-luasnya," ujar Afu.

Musisi dan konten kreator Fathia Izzati menambahkan bahwa kolektif tidak akan memaksakan tenggat waktu tertentu. Menurutnya, rakyatlah yang memiliki kewenangan untuk menilai apakah pemerintah layak dipercaya atau tidak jika tuntutan tidak segera direspons. Pernyataan Fathia ini menegaskan bahwa gerakan 17+8 bukan sekadar aksi jalanan, melainkan langkah awal untuk membangun partisipasi publik yang lebih luas.

"Ya, kami membiarkan rakyat yang menilai, dan mereka juga bisa formulasikan sebenarnya tindakan selanjutnya apa," kata Fathia Izzati.

Di sisi lain, DPR yang diwakili oleh Andre Rosiade menerima langsung dokumen tuntutan dari kolektif. Andre menyampaikan bahwa dirinya bersama anggota lain bertugas sebagai jembatan untuk menyalurkan aspirasi rakyat ke level pimpinan DPR.

"Tugas kami saat ini menerima aspirasi dari teman-teman. Nanti seluruh kewenangan nanti dari pimpinan DPR," kata Andre Rosiade.

Meski detail isi tuntutan tidak seluruhnya dibacakan di lokasi, perwakilan Kolektif 17+8 menegaskan bahwa poin-poin tersebut mencakup isu ekonomi, sosial, hingga kebebasan berekspresi.

• 17 tuntutan jangka pendek berfokus pada langkah cepat untuk meredakan keresahan masyarakat, mulai dari transparansi anggaran, evaluasi kebijakan kenaikan pajak, hingga penyelidikan tuntas kasus-kasus pelanggaran hak warga.

• 8 tuntutan jangka panjang diarahkan untuk membangun sistem politik dan ekonomi yang lebih berpihak pada rakyat, termasuk reformasi struktural di DPR RI dan tata kelola pemerintah.

Aksi ini menandai munculnya kekuatan baru di ruang publik, di mana suara rakyat tidak hanya datang dari organisasi masyarakat sipil atau aktivis senior, tetapi juga dari kreator konten, musisi, dan figur publik yang dekat dengan anak muda.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.