TRIBUNNEWS.COM - Petenis putri asal Belarusia, Aryna Sabalenka mencatatkan sejarah setelah menjadi juara di US Open 2025.
Aryna Sabalenka menang dan sukses mempertahankan gelarnya setelah menundukkan Amanda Anisimova dengan skor 6-3, 7-6(3) di final US Open 2025, Minggu (7/9/2025) pagi WIB.
Kemenangan ini membuat Sabalenka menjadi petenis putri pertama sejak Serena Williams pada 2014 yang mampu mempertahankan gelar di US Open.
Musim ini berjalan penuh lika-liku bagi Sabalenka. Ia sempat kalah di dua final Grand Slam pertama, di French Open dan Australia Open.
Petenis berusia 27 tahun itu sebelumnya juga terhenti di semifinal turnamen ketiga Grand Slam, di Wimbledon Juli lalu. Kala itu, Sabalenka dikalahkan Anisimova 4-6, 6-4, 4-6.
Namun kini ia membalas luka itu di final US Open dan menjadi juara. Sabalenka mampu menutup Grand Slam terakhir musim ini dengan manis lewat trofi di AS Terbuka.
"Semua pelajaran sulit itu sepadan dengan momen ini," kata Sabalenka, dikutip dari laman Wtatennis.
Spesialnya, hasil US Open 2025 ini jadi kemenangan ke-100 dalam karier Aryna Sabalenka.
Ia mengikuti capaian Iga Swiatek yang sebelumnya juga mencatatkan kemenangan ke-100 dalam karirnya, di final Grand Slam Wimbledon dua bulan lalu.
Menariknya, mereka berdua mengalahkan Amanda Anisimova di laga final.
Dengan capaian terbaru ini, Sabalenka kini mengoleksi empat gelar mayor dalam tiga tahun terakhir, termasuk dua US Open dan dua Australian Open.
Di laga final US Open ini, Sabalenka tampil lebih tenang dan tak terjebak permainan agresif lawannya.
Ia mencatat 13 winners berbanding 15 unforced errors, jauh lebih efisien dibanding Anisimova yang membuat 29 kesalahan sendiri.
Awal laga sempat menguntungkan Sabalenka. Ia langsung unggul 2-0 setelah Anisimova gagal memanfaatkan tiga break point.
Namun, dukungan penonton membuat Anisimova berani mengambil risiko.
Backhand winner keras di gim ketiga memberinya break balik, sebelum menutup gim keempat dengan percaya diri. Ia bahkan sempat berbalik unggul 3-2.
Momentum itu tak bertahan lama. Sabalenka meningkatkan intensitas, memaksa Anisimova kehilangan servis di gim keenam.
Dua double fault dari Anisimova di gim kedelapan makin membuka jalan. Sabalenka menutup set pertama 6-3 lewat konsistensi dan efisiensi tinggi pada break point.
Memasuki set kedua, Sabalenka kembali menekan. Ia memimpin 3-1 setelah mematahkan servis lawan.
Namun, Anisimova menunjukkan semangat juang, membalas dengan break love untuk menyamakan kedudukan 3-3.
Penonton pun kembali hidup, berharap duel berlanjut ke set ketiga.
Sayangnya, kesalahan non-teknis kembali menghantui Anisimova. Forehand panjang di gim ketujuh memberinya masalah baru, Sabalenka pun mengambil alih untuk unggul 4-3 dan kemudian 5-3.
Saat berkesempatan menutup laga di skor 5-4, Sabalenka justru goyah dan membuang peluang match point dengan smash yang keluar.
Anisimova memanfaatkan celah itu untuk menyamakan kedudukan 5-5, sebelum laga masuk ke tiebreak.
Tiebreak jadi panggung mutlak Sabalenka. Rekor 18 kemenangan beruntun dalam breaker tampak menular Stadion Arthur Ashe.
Ia langsung melesat 6-1, menekan lawan dengan pukulan-pukulan agresif yang tak memberi ruang. Anisimova hanya bisa memperkecil hingga 6-3, sebelum Sabalenka menutup dengan tenang.
Kemenangan ini bukan sekadar mempertahankan gelar, tetapi juga validasi posisi Sabalenka di puncak tenis putri.
Ia mampu mengatasi tekanan setelah dua kekalahan di final Grand Slam musim ini, sekaligus membalas catatan head-to-head yang sebelumnya dikuasai Anisimova (6-3).
Disisi lain, kegagalan ini membuat catatan Anisimova di final Grand Slam masih pahit: dua kali tampil, dua kali kalah, tanpa merebut satu set pun.
Namun, dengan menembus final US Open usai penampilan apik di Wimbledon, perjalanannya tetap dianggap sebagai kebangkitan besar.
Ia pun dipastikan naik ke peringkat empat dunia dalam PIF WTA Rankings terbaru.
(Tio)