Metrodata Electronics belum lama ini di Jakarta menyelenggarakan Metrodata Solution Day 2025. Mengambil tema “The Rise of Agentic AI: Balancing Innovation with Security and Governance”, Metrodata Solution Day 2025 mengedepankan perihal agentic AI yang diyakini Metrodata eranya dimulai di Indonesia. Metrodata menilai agentic AI menggeser peran AI dari pasif menjadi aktif dus bisa meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Namun, terdapat sejumlah tantangan. Bersama aneka perusahaan TIK lain, Metrodata pun membahas solusinya.
Metrodata menambahkan bahwa Metrodata Solution Day 2025—disingkat dengan MSD 2025—tidak hanya menjadi etalase inovasi; melainkan juga panggung untuk berbagi wawasan, menyatukan perspektif, menyusun praktik terbaik, dan mengarahkan AI (artificial intelligence) yang mencakup agentic AI; agar berfungsi sebagai kekuatan yang memperkuat fondasi ekonomi dan sosial Indonesia. Bisa dibilang sebagai acara tahunan—terganggu pandemi COVID-19, Metrodata Solution Day 2025 adalah edisi ke-20.
“Tapi yang kali ini luar biasa, agentic AI. Jadi, AI yang bersifat agent ya. Seperti kayak agen rahasia, ini, ini, dia melakukannya seperti agen rahasia bisa ber, bisa menganalisis, bertindak sendiri, dan mengambil keputusan. Dan setelah mengambil keputusan, dia bisa memonitornya secara adaptif ya,” ujar Susanto Djaja (Presiden Direktur Metrodata Electronics).
“Jadi, agentic AI itu memang berbeda dengan gen AI sebelumnya. Kalau gen AI kan kita bertanya, dia menampilkan ya. Luar biasa. Stop di situ. Tapi kalau agentic, dia sudah ditanami, apa, feature untuk berpikir, menganalisis, itu sudah di gen AI, tetapi mengambil keputusan secara autonomous. Dan itu bisa melakukan perubahan secara adaptif,” tambahnya.
Agentic AI bisa didefinisikan sebagai sistem AI yang bisa mencapai tujuan tertentu dengan supervisi yang terbatas dari manusia—tanpa supervisi manusia maupun dengan sedikit supervisi manusia. Agentic AI hadir dalam rupa autonomous AI agent. Sejumlah autonomous AI agent ini juga bisa bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu.
Agentic AI dengan cirinya yang otonom bisa mengambil alih tugas-tugas tertentu yang dilakukan manusia dan melakukannya tanpa supervisi manusia. Menggunakan agentic AI seperti memiliki tenaga kerja digital yang mengerjakan berbagai tugas yang ditetapkan sebelumnya, tentunya selama tugas-tugas ini tersedia.
Agentic AI misalnya bisa mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berulang dan membosankan dengan lebih mumpuni, serta sejalan dengan itu, membebaskan tenaga kerja manusia mengerjakan aneka pekerjaan lain yang lebih bernilai. Dengan agentic AI, para perusahaan bisa meningkatkan kinerja seperti efisiensi dan produktivitas.
Metrodata menyebutkan agentic AI sebagai sistem aktif yang mampu membuat keputusan dan mengeksekusi aksi secara otonom. Agentic AI berbeda dengan AI sebelumnya yang lebih merupakan sistem pasif yang menyajikan informasi.
Hadir dengan sejumlah kelebihan, Metrodata pun mencontohkan bagaimana agentic AI bisa membantu bisnis para perusahaan. Salah satunya adalah pada e-commerce retail. Metrodata menyebutkan agentic AI pada e-commerce retail bisa menginstruksikan pemenuhan pembelian yang dilakukan oleh suatu konsumen untuk dilakukan dari gudang tertentu—dari banyak pilihan gudang—yang diperhitungkan paling efisien dari sisi waktu dan biaya—sesuai parameter yang ditetapkan sang konsumen. Begitu pula dengan jasa pengantaran.
Barang pembelian yang tiba di lokasi yang ditentukan secara tepat waktu atau lebih cepat serta biaya pengiriman yang hemat atau sangat hemat, tentu bisa menjadi nilai positif bagi suatu konsumen. Penilaian positif oleh para konsumen pun bisa membuat mereka berbelanja kembali di e-commerce bersangkutan dus bisa meningkatkan bisnis e-commerce tersebut.
Terdapat Sejumlah Tantangan
Adapun tantangan, terdapat sejumlah tantangan yang dikemukan Metrodata dan empat perusahaan TIK lain pada konferensi pers Metrodata Solution Day 2025. Tiga yang paling mengemuka adalah perihal data, keamanan siber (cyber security), dan tata kelola (governance).
Sebagai fondasi dari AI, data yang diberikan dan diproses ke dan oleh suatu AI haruslah baik agar AI tersebut memberikan hasil yang baik pula. Jika data yang diberikan tidak lengkap, tidak baik; hasil dari AI yang dimaksud bisa tidak akurat, tidak baik. Dengan kata lain, para perusahaan perlu untuk memberikan data yang baik ke agentic AI yang diadopsi. Sebagian pihak memang mengatakan AI sebagai data plus komputasi.
Tantangan perihal data ini antara lain banyak dan beragamnya data, termasuk data legacy, suatu perusahaan yang tak jarang juga tersebar tempat penyimpanannya untuk dijadikan fondasi dari aplikasi agentic AI-nya. Selain itu, para perusahaan pun tidak bisa berlama-lama untuk mengadopsi agentic AI. Dengan aneka kelebihannya, suatu perusahaan yang belum mengadopsi agentic AI bisa kalah bersaing dari para kompetitornya yang telah mengadopsi agentic AI. Metrodata bersama mitranya mengeklaim bisa menjawab tantangan ini.
“Kalau misalnya AI-nya itu tidak di-support dengan performance yang tinggi, dan juga kemampuan untuk data yang bermacam-macam modelnya, itu nanti akhirnya tetap performance itu gak akan bisa dicapai,” kata Christin Nataly (Enterprise Sales Director, APAC, SingleStore). Makanya dengan adanya SingleStore, kita itu bisa membantu customer sebagai layer, foundation layer yang sangat ini ya, sangat open, yang bisa ambil data dari data sumber mana pun, dari transaksi data, analitik data, atau kita bilang data warehouse, atau data lake.”
“Jadi ibaratnya kalau saat ini problem yang paling besar adalah banyak, banyaknya legacy system di customer kita, di mana kita mau membangun AI ini, kita harus melewati legacy system. Nah, dengan adanya Confluence kita dapat membuat, membuat atau me, mengalirkan data dari legacy system melalui connector prebuilt dari Confluence, dan langsung dapat ditransformasi dan diproses secara real-time sehingga data tersebut matang dan mampu untuk memenuhi kebutuhan AI yang ada,” sebut Jemmy Ang (Regional Director, Confluent Indonesia).
Sementara keamanan siber, ancaman keamanan siber masa kini yang tinggi tentunya menjadi tantangan keamanan siber bagi sistem TIK pada umumnya, termasuk agentic AI. Pasalnya, insiden keamanan siber seperti serangan siber bisa mengganggu agentic AI dalam melakukan fungsinya dengan benar. Begitu pula dengan insiden keamanan siber yang memodifikasi data yang menjadi fondasi dari agentic AI: hasil agentic AI menjadi tidak baik. Para perusahaan perlu untuk memiliki keamanan siber yang mumpuni untuk menjaga agentic AI yang diadopsi.
Adapun tata kelola yang merujuk pada aneka kebijakan, prosedur, dan pertimbangan etika dalam pengembangan, penerapan, dan pemeliharaan agentic AI untuk memastikannya aman, memenuhi regulasi, dan etis; tantanganya antara lain adalah dalam memastikan para perusahaan yang mengadopsi agentic AI memiliki tata kelola yang benar. Bagaimana para perusahaan bisa memastikan agentic AI yang diadopsi adalah aman, sesuai regulasi, dan etis. Metrodata bersama mitranya juga mengeklaim bisa menjawab kedua tantangan ini.
“Semakin bertambahnya otonomi AI … semakin kompleks juga infrastruktur yang harus dipikirkan oleh customer kita. Nah, kita Red Hat, kita menyediakan sebuah platform kepada customer kita untuk menjalankan agentic AI solusi mereka secara aman dan juga mengikuti tata kelola governance yang tidak boleh ter-compromise kita bilangnya. Nah, dengan itu mudah-mudahan kita menyediakan tools yang memang sangat-sangat cepat secara inovasinya dan sesuai dengan kebutuhan pasar,” jelas Vony Tjiu (Country Manager, Indonesia, Red Hat).
“Nah, di endpoint sendiri kita, kita percaya itu juga sangat penting, ya karena kayak misalnya device itu ada inputnya, ya pada saat kita input, ya seperti di HP kita punya namanya security Wolf, di mana itu bisa memproteksi dari chip sampai ke cloud base, gitu ya, untuk serangan-serangan security yang berbahaya,” ucap Juliana Cen (Managing Director, HP Indonesia). “Kemudian juga dari output-nya tadi, misal pada saat kita melakukan pencetakan, ya kan, kita juga men, metatakelolakan, mengelola bagaimana output itu bisa dikelola dengan baik juga dan secure misalnya dengan adanya penerapan zero trust.”