Situasi politik di Indonesia memanas dalam beberapa waktu belakangan. Protes di berbagai wilayah meletus, khususnya setelah wacana kenaikan tunjangan DPR.
Rakyat menyorot tunjangan-tunjangan yang diberikan kepada anggota DPR di tengah perekonomian yang lesu. Selain itu, salah satu opini yang mengemuka adalah membubarkan DPR.
Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (Unair), Dr Mohammad Syaiful Aris menilai apa yang diserukan oleh masyarakat dapat dipahami sebagai kritik positif untuk mendorong perubahan-perubahan dalam lembaga DPR, supaya dapat secara optimal mengawal aspirasi rakyat.
"Sangat dapat dipahami adanya tuntutan ini karena DPR menurut beberapa lembaga survei sering sebagai juara lembaga yang paling tidak dipercaya oleh masyarakat karena perilaku anggotanya yang sering terjerat kasus korupsi dan kinerjanya tidak jelas. Rakyat tentunya menuntut agar terdapat perubahan pada kinerja dari DPR ke arah yang lebih baik," jelasnya.
Mengapa DPR Tak Bisa Dibubarkan?
Sebagian masyarakat menyampaikan soal pembubaran DPR. Namun, menurut Aris pembubaran DPR secara konstitusi tidak bisa dilakukan.
Pasalnya, ia menjelaskan, DPR adalah salah satu cabang kekuasaan legislatif, sehingga fungsi legislatif atau pembuatan undang-undang ada di DPR.
UUD RI 1945 Pasal 7C menegaskan kedudukan DPR sebagai salah satu lembaga negara yang dilindungi konstitusi. Maka dari itu, Presiden tidak dapat membubarkan DPR.
Aris menjabarkan fungsi DPR dalam negara amat signifikan lantaran ada 3 fungsi utama, yakni fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan yang secara konstitusi tidak dipunyai lembaga lainnya.
"Terlebih pada Pasal 2 ayat 1 UUD NRI 1945 menunjukan memang DPR bagian dari MPR sehingga akan mustahil membubarkan DPR secara konstitusi," kata Aris, dikutip melalui keterangan dalam laman kampus.
Apa yang Terjadi jika Darurat Militer Diberlakukan?
Perihal darurat militer, Aris mengatakan Presiden dapat memberlakukannya jika keadaan bahaya dirasa dapat mengancam negara dan tidak bisa diatasi perlengkapan militer biasa.
"Menurut UUD NRI Pasal 12, Presiden sebagai kepala negara merupakan panglima tertinggi Angkatan Bersenjata dan memiliki kewenangan menyatakan keadaan bahaya yang mengancam keamanan di seluruh wilayah atau di sebagian wilayah Indonesia. Contohnya pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa," sebutnya.
Ia juga mengatakan darurat militer akan sangat memengaruhi kehidupan masyarakat karena secara hukum akan diberlakukan pembatasan hak-hak masyarakat, bahkan penyimpangan secara hukum dan pelanggaran HAM. Oleh sebab itu hak rakyat dan keadaan ekonomi akan sangat dipengaruhi jika darurat militer dilakukan.
Aris menyampaikan, pemerintah harus mengevaluasi pemerintahan sebagaimana amanah konstitusi. Masalah-masalah berbangsa juga harus diselesaikan dengan jelas dan pasti.
Ia mengatakan, negara atau pejabat harus memberi contoh nyata upaya perbaikan.
"Perubahan penting kedepan setidaknya dapat dimulai dengan reformasi partai politik dan reformasi aparat penegak hukum di Indonesia," ucapnya.