Sidang Gugatan Gibran Ditunda, Penggugat Keberatan Wapres Diwakili Kejaksaan
Lisna Ali September 09, 2025 12:32 AM

TRIBUNPALU.COM - Sidang perdana gugatan perdata senilai Rp 125 triliun terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat harus ditunda pada Senin (8/9/2025).

Penundaan ini terjadi karena penggugat, Subhan Palal, menolak kuasa hukum yang ditunjuk pihak Gibran dari Kejaksaan.

Subhan Palal, yang juga berprofesi sebagai advokat, dengan tegas menolak kuasa hukum dari Kejaksaan tersebut.

Menurutnya, gugatan ini bersifat pribadi, bukan ditujukan kepada negara. Ia merasa tidak adil jika Gibran diwakili oleh lembaga negara.

"Saya menggugat Gibran ini pribadi. Kalau dikuasakan Kejaksaan berarti negara. Saya keberatan," jelas Subhan di hadapan majelis hakim.

Keberatan ini menunjukkan adanya perbedaan pandangan fundamental mengenai status gugatan.

Majelis Hakim yang dipimpin oleh Budi Prayitno kemudian mempertimbangkan keberatan tersebut.

Setelah berdiskusi singkat, majelis hakim memutuskan untuk menerima keberatan penggugat.

Hakim Budi Prayitno menjelaskan alasan penundaan.

"Karena Tergugat 1 (Wapres Gibran) ada keberatan dari Penggugat. Setelah majelis memperhatikan karena memang menggugat secara pribadi," jelasnya. 

Sebagai konsekuensi dari penundaan, majelis hakim menetapkan jadwal sidang berikutnya.

Sidang lanjutan akan digelar pada Senin pekan depan.

Majelis hakim juga memerintahkan pemanggilan kembali pihak Wapres Gibran.

Hal ini untuk memastikan bahwa pada sidang selanjutnya, Gibran hadir atau diwakili oleh kuasa hukum yang sesuai dengan konteks gugatan pribadi.

Gugatan ini sendiri mempersoalkan pencalonan Gibran sebagai Wakil Presiden.

Subhan Palal mengklaim bahwa Gibran tidak memenuhi syarat pendidikan yang diamanatkan oleh undang-undang.

Dalam dokumen gugatannya, Subhan menulis bahwa Gibran diduga tidak pernah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat.

Hal ini dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pasal 169 huruf (r).

Gugatan ini secara khusus menyoroti Pasal 169 huruf (r) UU Pemilu dan Pasal 13 huruf (r) Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023.

Kedua pasal ini mensyaratkan calon presiden dan wakil presiden harus memiliki riwayat pendidikan minimal tamat SMA atau sederajat.

Sosok Subhan Palal

Berdasarkan laporan yang ada, Subhan adalah seorang warga sipil asal Indonesia.

Ia diketahui berprofesi sebagai seorang advokat.

Subhan tercatat tinggal di wilayah Jakarta Barat.

Gugatan perdata yang diajukannya ini secara jelas dicatat dalam petitum yang telah dimasukkan ke PN Jakpus.

Secara definisi, gugatan perdata merupakan tindakan hukum yang diajukan oleh seseorang atau badan hukum di pengadilan.

Gugatan ini bertujuan untuk menyelesaikan sengketa antara individu atau organisasi, yang berbeda dengan perkara pidana yang fokus pada pelanggaran terhadap negara.

7 Poin Gugatan Subhan

Ada tujuh poin petitum gugatan perdata yang dilayangkan Subhan.

Satu di antaranya meminta majelis hakim menghukum Gibran membayar uang ganti rugi Rp 125 triliun kepada negara.

“Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiel dan imateriel kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp125 triliun dan Rp10 juta dan disetorkan ke kas negara,” tulis isi petitum yang dikonfirmasi oleh Jubir II PN Jakpus, Sunoto, Rabu (3/9/2025) dilansir Kompas.com.

Berikut 7 poin isi petitum gugatan Subhan:

1. Mengabulkan Gugatan dari Penggugat untuk seluruhnya.

2. Menyatakan Tergugat I dan Tergugat II bersama-sama telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum dengan segala akibatnya.

3. Menyatakan Tergugat I tidak sah menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024 - 2029.

4. Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125.000.010.000.000,- (seratus dua puluh lima triliun sepuluh juta rupiah), dan disetorkan ke Kas Negara.

5. Menyatakan Putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad), meskipun ada upaya hukum banding, kasasi dari Para Tergugat.

6. Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta Rupiah) setiap hari atas keterlambatannya dalam melaksanakan Putusan Pengadilan ini.

7. Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini.(*)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.