Mengenal Job Hugging, Tren Baru di Kalangan Pekerja Seluruh Dunia
GH News September 12, 2025 05:09 PM
Jakarta -

Istilah belakangan ramai dibicarakan di kalangan pekerja di berbagai belahan dunia. Apa sebenarnya makna dari tren ini?

Secara harfiah, diartikan sebagai "memeluk pekerjaan". Namun, secara istilah adalah sebagai kondisi di mana seseorang bertahan dalam satu pekerjaan karena berbagai alasan.

Mengutip laman Entrepreneur, salah satu alasan bisa terjadi karena karyawan takut akan ketidakstabilan ekonomi. Alih-alih mengambil langkah berani dalam karier mereka, pekerja memilih bertahan meski merasa sudah tidak terlalu cocok dengan pekerjaan.

Tentang Job Hugging

Forbes menjelaskan fenomena mencerminkan kecemasan yang meningkat dan dirasakan banyak karyawan. Kecemasan ini meningkat karena berbagai alasan, seperti:

  • Pertumbuhan perekrutan yang lambat.
  • CEO lebih sering memilih mengurangi tenaga kerja dibandingkan ekspansi.
  • Adopsi AI yang pesat dan menciptakan orang-orang ketakutan ketika mencari pekerjaan mana yang tetap stabil.

"Semua ini menciptakan keraguan dalam menentukan langkah karier," ungkap Pakar Curiosity, Dr Diane Hamilton.

Hamilton menyebut pada beberapa situasi, bisa menjadi taktik bertahan hidup yang cerdas. Situasi yang dimaksud adalah:

  • Industri tempat bekerja stabil dan memberikan rasa aman.
  • Perusahaan menawarkan tunjangan yang juga melindungi keluarga.
  • Perusahaan memberikan kesempatan kepada pegawai untuk mengembangkan keterampilan.

"Maka mempertahankan peran Anda bukan sekedar cara untuk bertahan hidup melainkan strategi. Dalam kasus seperti ini, menjadi jeda yang terencana. Ini adalah cara untuk tetap tenang sambil mempersiapkan diri menghadapi apa yang akan terjadi selanjutnya," sambung Hamilton.

Sebaliknya, ketika tidak ada manfaat yang didapatkan dan pekerja bertahan hanya karena rasa takut, akan ada dampak negatif yang terasa. Pekerja bisa perlahan-lahan menyerah, tidak berkembang, dan motivasi untuk bekerja memudar.

Direktur Riset Ekonomi Amerika Utara di Indeed Hiring Lab, Laura Ullrich menyebut ada beberapa risiko timbul bagi mereka yang melakukan yaitu:

1. Pekerja tidak dapat mengalami kenaikan pendapatan yang signifikan

"Orang yang berpindah pekerjaan umumnya memperoleh pertumbuhan upah yang lebih tinggi daripada mereka yang tetap pada peran mereka saat ini," kata Ullrich.

2. Tidak Berkembang

Pekerja akan sulit berkembang karena tidak mempelajari keterampilan baru yang dapat memengaruhi daya jual dan pertumbuhan karier ketika pasar tenaga kerja yang membaik.

3. Perusahaan Memutus Pekerjaan

Perusahaan yang merasa pegawainya tidak berkembang mungkin dapat memutuskan bahawa pekerja tersebut tidak memenuhi standar kinerja mereka.

4. Lulusan Baru Sulit Dapat Kerja

membuat pergerakan di pasar kerja menjadi diam. Hal ini menurut Ullrich bisa mempersulit lulusan baru untuk mendapat pekerjaan.

Dirasakan Pekerja Seluruh Dunia

Istilah diketahui dirasakan oleh pekerja seluruh dunia, termasuk negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris. CNBC membeberkan bila menurut Survei Pembukaan Lapangan Kerja dan Perputaran Tenaga Kerja, Departemen Tenaga Kerja AS menyebut tingkat berhenti kerja menurun.

Secara persentase, hal ini berkisar sekitar 2% sejak awal 2025. Angka ini disebut menjadi salah satu yang terendah dalam beberapa tahun terakhir sejak 2016.

Tingkat berhenti kerja merupakan barometer persepsi kerja terhadap pasa tenaga kerja yang lebih luas menurut Ullrich. Persentase yang rendah menunjukkan bila pekerja merasa gugup untuk mendapatkan pekerjaan lain atau tidak antusias dengan kemampuan mereka.

Diketahui, tingkat perekrutan kerja di AS anjlok ke tingkat terendah selama kurang lebih satu tahun terakhir. Artinya, masyarakat semakin sulit mencari pekerjaan baru sehingga memilih bertahan

Melemahnya pasar tenaga kerja juga terjadi di Inggris. Ekonom menyebut pekerja di Inggris mengutamakan keamanan, sehingga mereka berpegang teguh pada peran mereka atau

Direktur Pelaksana Employment Hero di Inggris, Kevin Fitzgerald membenarkan bila fenomena terjadi di Inggris. Fenomena ini semakin meningkat karena karyawan tengah berupaya bertahan menghadapi badai.

Pada April 2025 lalu, Menteri Keuangan Inggris Rachel Reeves mengumumkan rencana untuk menaikkan pajak bisnis melalui tarif asuransi nasional yang lebih tinggi. Rencana ini disebut telah menghancurkan kepercayaan.

"Kenaikan kontribusi asuransi nasional pemberi kerja telah memberikan efek domino di seluruh perekonomian dan kita sekarang berada di titik kritis," kata Fitzgerald dikutip dari The Independent.

Kepala Eksekutif Pusat Penelitian Ekonomi dan Bisnis, Nina Skero menambahkan, fenomena selaras dengan kemungkinan pekerja khawatir tentang kemampuan mereka. Kesempatan mendapat pekerjaan baru semakin menipis dan persaingan untuk mendapatkan pekerjaan semakin ketat.

"Para pekerja menghadapi tantangan keseimbangan yang sulit sementara pertumbuhan gaji tetap kuat, inflasi terus menggerogoti upah riil, dan kesempatan kerja semakin menipis," tandas Skero.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.