Jakarta (ANTARA) - Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) menguasai kembali 321,07 hektare lahan kawasan hutan yang digunakan sebagai tambang ilegal.

Ketua Pelaksana Satgas PKH sekaligus Jampidsus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah di Jakarta, Jumat, mengatakan bahwa penguasaan itu dilakukan terhadap dua perusahaan, yakni PT Weda Bay Nickel dan PT Tonia Mitra Sejahtera.

“Kemarin tanggal 11 September 2025, yaitu PT Weda Bay Nickel di Halmahera Tengah dan Halmahera Timur Provinsi Maluku Utara yang baru kami verifikasi,” katanya.

Dari perusahaan tersebut, lahan yang dikuasai kembali seluas 148,25 hektare.

Sedangkan dari perusahaan PT Tonia Mitra Sejahtera di Bombana, Sulawesi Tenggara, Satgas PKH berhasil menguasai kembali 172,82 hektare.

Dengan demikian, total lahan yang dikuasai kembali seluas 321,07 hektare.

Febrie mengatakan bahwa satgas terus melaksanakan proses identifikasi, verifikasi, dan penertiban.

“Diharapkan pada tahap pertama ini telah selesai dilakukan verifikasi sebanyak 51 perusahaan,” ujarnya.

Satgas PKH telah mengidentifikasi lahan seluas 4.265.376,32 hektare lahan tambang ilegal yang tidak memiliki IPPKH atau Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan.

Penindakan ini merupakan tindak lanjut dari pidato kenegaraan Presiden RI Prabowo Subianto yang memerintahkan jajaran untuk menertibkan kawasan hutan yang ada tambang ilegal di dalamnya.

Hasil penguasaan kawasan hutan tersebut nantinya akan dititipkan sementara kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) MIND ID melalui Kementerian BUMN untuk dikelola.

Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto dalam pidato kenegaraan di agenda Sidang Tahunan MPR RI pada 15 Agustus 2025 bertekad untuk menyelamatkan kekayaan negara bernilai Rp300 triliun melalui penertiban 1.063 titik aktivitas tambang ilegal yang kini terdeteksi di tanah air.

"Kita akan tertibkan tambang-tambang yang melanggar aturan. Saya telah diberi laporan oleh aparat-aparat bahwa terdapat 1.063 tambang ilegal," katanya.

Dikatakan Kepala Negara, potensi kekayaan negara yang dihasilkan oleh 1.063 tambang ilegal ini dilaporkan mencapai minimal Rp300 triliun.