TRIBUNJATENG.COM, DEMAK - Di pesisir utara Jawa, tepatnya di antara Kaligawe hingga Sayung, sebuah pemandangan baru kini mulai terlihat.
Hamparan timbunan tanah membentang di atas lautan, menandai jejak fondasi Jalan Tol Semarang-Demak seksi 1 yang mulai tersambung.
Kabar itu dibenarkan Humas China Road and Bridge Corporation (CRBC) Wika PP, Robby Sumarna. Jawabannya singkat, namun meyakinkan, “Sudah (fondasi tersambung-Red),” ujarnya, Jumat (12/9).
Meski belum rampung sepenuhnya, pondasi itu sudah menunjukkan dampak besar.
Tanggul tanah raksasa yang telah dibangun perlahan menahan air laut yang selama ini menjadi momok warga Sayung.
Rob yang biasa menggenangi jalur Pantura Semarang-Demak kini mulai menghilang.
Saat Tribunjateng.com meninjau paket 1B yang berada di dekat Pantai Morosari Demak, terlihat material tanah hampir menutup seluruh matras bambu yang menjadi dasar pondasi.
Bambu-bambu itu dirangkai seperti anyaman raksasa, dipercaya lebih kuat dan efisien menopang jalan tol yang membentang di tepi Laut Jawa.
Namun, pekerjaan masih jauh dari selesai. Truk-truk besar terus hilir mudik menumpahkan tanah ke bagian pondasi yang belum tertutup sempurna.
Sementara di sisi lain, deru alat berat tak berhenti sejak pagi hingga malam.
Menariknya, proyek itu bersinggungan dengan jalur peziarah. Tol Semarang-Demak paket 1B melintasi jalan setapak menuju makam Syekh Abdullah Mudzakir, seorang tokoh yang diyakini memiliki karomah.
Wisatawan religi tetap datang, melewati cor beton di atas laut yang menggantikan jalan tanah urug lama.
Di sepanjang jalan, papan peringatan berdiri mulai dari penunjuk arah ke makam hingga larangan mengambil gambar di lokasi proyek.
Di balik hiruk-pikuk proyek, ada kabar baik yang langsung dirasakan warga. Pondasi sepanjang 10,64 kilometer yang kini tersambung terbukti membawa perubahan besar.
Jalur Pantura Sayung yang selama ini akrab dengan banjir rob, kini kering.
Bahkan, hujan deras yang mengguyur Demak selama 2 hari berturut-turut tidak mampu menenggelamkan jalur vital tersebut.
Proyek tol Semarang-Demak bukan sekadar infrastruktur baru, tapi juga harapan besar bagi ribuan warga pesisir yang bertahun-tahun hidup berdampingan dengan rob.
Kini, di atas anyaman bambu dan timbunan tanah, harapan itu perlahan menjelma menjadi nyata.
Bagi warga, hal itu seperti keajaiban kecil yang lama mereka nantikan.
“Alhamdulillah, sudah tidak rob lagi. Mungkin karena pondasi tolnya sudah tersambung, saya dengarnya begitu,” kata Suwadi, warga Sayung, dengan nada lega.
Meski ia belum melihat langsung pembangunan itu, kepercayaan muncul dari bukti nyata, yakni air pasang tak lagi menggenangi jalan.
Butuh waktu
Sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo mengatakan, untuk menyelesaikan persoalan banjir yang terjadi di pesisir utara Jawa, utamanya di wilayah Demak, pihaknya mengaku membutuhkan waktu. Sebab, tidak bisa semuanya dikerjakan seketika.
“Untuk kolam retensi, itu menunggu tol Semarang-Demak selesai. Tanggul juga mulai menutup. Kemudian rob di Sayung juga sudah mulai berkurang,” ujarnya, saat berkunjung ke Kudus, Sabtu (6/9) lalu.
Untuk menanggulangi banjir di wilayah tersebut, ia berujar, pihaknya bakal membuat saluran sodetan ke sungai yang ada di sekitarnya. Hal itu untuk mengalirkan air saat kolam retensi penuh.
“Kami bikin sodetan-sodetan ke sungai yang di sekitarnya kalau kolam retensi penuh kami buang di situ. Pelan-pelan kami bereskan,” ucapnya.
Sedianya, Dody menuturkan, untuk menanggulangi banjir di wilayah pantai utara Jawa, termasuk Demak dan Kudus, harus dilakukan dengan pembenahan di wilayah hulu.
Ia menyebut, pembenahan itu berat, karena di wilayah hulu kondisi perbukitan sudah gundul. Alhasil, saat hujan turun, yang mengalir tidak sekadar air, melainkan juga lumpur.
“Lumpur menjadikan sungai sangat dangkal, itu perlu waktu menyelesaikan normalisasi. Sungai dangkal membuat banjir, karena endapan lumpur kemudian sungai kapasitasnya berkurang air yang masuk lebih besar,” jelasnya.
Sehingga, dia menambahkan, untuk menyelesaikan masalah banjir ini perlu penanganan dari berbagai pihak, termasuk upaya reboisasi di wilayah hulu. (afn)