Ringkasan Berita
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Gerald Leonardo Agustino
TRIBUNJAKARTA.CILINCING - Aktivitas nelayan di pesisir Cilincing, Jakarta Utara, kini terhalang keberadaan tanggul beton yang berdiri di perairan tempat mereka biasa melaut.
Struktur beton itu panjang membelah jalur mereka melaut, membuat perahu kecil yang biasa langsung menuju lokasi tangkapan harus memutar jauh.
Heriyanto, nelayan rajungan, mengaku aktivitasnya semakin berat sejak beton itu hadir.
"Biasanya cepat, sekarang harus muter ke tengah. Tangkapan juga makin jauh," ucapnya, Rabu (10/9/2025).
Keluhan serupa datang dari Darsim, nelayan kerang hijau.
Meski tangkapan kerang masih ada, perjalanan panjang membuat waktunya terbuang.
"Harusnya bisa langsung belok, sekarang jadi jauh," katanya.
Panjang beton itu diperkirakan mencapai lebih dari 1 kilometer.
Keberadaan tanggul beton ini pun akhirnya hingga viral di media sosial.
KCN Buka Suara: Itu Breakwater
Menanggapi sorotan publik, PT Karya Citra Nusantara (KCN) selaku pemilik beton-beton itu akhirnya buka suara.
Mereka menegaskan, struktur yang disebut nelayan sebagai tanggul itu bukan tembok pembatas, melainkan breakwater atau pemecah gelombang, bagian dari proyek pelabuhan KCN.
"Proyek ini baru jadi 70 persen, ada pier 1, ada pier 2 yang di tengah baru setengah, akan selesai 2025, dan di pier 3 yang ini, sekarang jadi rame isunya ada tanggul beton, itu kalo kita lihat itu breakwater bagian dari pembangunan pelabuhan," kata Dirut KCN Widodo Setiadi dalam konferensi pers di Dermaga KCN, Jumat (12/9/2025).
Widodo menegaskan, proyek KCN adalah proyek strategis nasional hasil kerja sama pemerintah dan swasta, tanpa memakai dana APBN maupun APBD.
Saat ini, proyek pembangunan pelabuhan KCN sudah selesai sekitar 70 persen.
Menurut dia, dari rencana pembangunan dermaga atau pier, yang sudah selesai dibangun dan telah dioperasikan total adalah pier 1.
Di sisi lain, pier 2 dari pelabuhan KCN sudah rampung setengahnya dan akan selesai tahun ini.
"Jadi ini kami bukan bikin pulau lalu kami kavling-kavling dan jual, bukan perumahan, tidak. Kami bikin pelabuhan, kami tak bisa jual apapun, ini bukan milik kami, tapi milik pemerintah. Kami investor itu mengacu kepada aturan main yang sudah ditetapkan oleh regulator," katanya.
Widodo mengakui pihaknya akan berkoordinasi dengan Pemprov DKI untuk menyiapkan solusi jangka panjang, termasuk kemungkinan kompensasi bagi 700 nelayan ber-KTP DKI dengan 1.100 kapal yang terdampak.
KKP Ingatkan: Jangan Senang Dulu
Di sisi lain, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengingatkan KCN agar tidak terlena dengan izin yang sudah dikantongi.
Fajar Kurniawan, Direktur Pengendalian Pemanfaatan Ruang Laut KKP, menyebut izin PKKPRL memang sudah keluar sejak 2023, namun ada 16 kewajiban yang harus dipenuhi.
"Jadi, pak Widodo jangan senang dulu ketika menerima PKKPRL, itu saya ingatkan. Karena apa, di dalam PKKPRL itu ada 16 kewajiban pemegang PKKPRL, nah dia harus jaga ekosistem yang ada di situ, jika ada yang rusak, dia harus terlibat dalam rehabilitasi ekosistem yang ada. Kemudian dari aspek sosialnya tidak menimbulkan konflik sosial, menghormati kehidupan masyarakat sekitarnya," tegasnya.
"Kita dorong ke depannya KCN berkembang, dan kita ingin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan setiap aktivitas yang memanfaatkan ruang laut itu memberikan dampak positif bagi tidak hanya ekonomi tapi juga lingkungan dan sosial di sekitar lokasi kegiatan," sambung Fajar.
Menurutnya, zona perairan tempat proyek KCN berdiri memang diperuntukkan bagi industri. Namun aspek lingkungan dan sosial tetap menjadi syarat utama yang wajib dijalankan.
Gubernur Pramono Turun Tangan
Sorotan publik makin ramai, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung pun angkat bicara.
Ia mengaku Pemprov DKI tak bisa berbuat banyak lantaran izin dikeluarkan oleh KKP.
"Jadi itu memang izin diberikan oleh Kementerian KKP dan saya sendiri sudah mempelajari secara detail, memang setelah saya cek izin untuk perusahaan itu sudah lengkap, sehingga kita juga tidak bisa apa-apa," ucapnya di BATASpace, Pasar Minggu, Sabtu (13/9/2025).
Meski begitu, Pramono menegaskan Pemprov DKI tetap punya tanggung jawab moral memastikan nelayan tidak kehilangan nafkah.
"Yang paling penting, yang menjadi tanggung jawab Jakarta supaya mereka para nelayan tidak terganggu untukmencari nafkah," kata Pramono.
Kekinian, Pramono juga memerintahkan Dinas Sumber Daya Air (SDA) untuk segera berkomunikasi dengan KCN.
Komunikasi diperlukan untuk memastikan aktivitas nelayan di sekitar lokasi itu tak terganggu dengan keberadaan pagar beton.
"Saya minta kepada dinas terkait, termasuk Dinas Sumber Daya Air (SDA) untuk berkomunikasi dengan PT tersebut agar para nelayan yang selama ini mencari nafkah di tempat itu tidak terganggu," kata dia.