Bayar PBB Dengan Sampah, Warga Perumahan di Bondowoso Juga Membantu Kurangi Volume TPA
Deddy Humana September 15, 2025 07:32 AM

SURYA.CO.ID, BONDOWOSO - Di Bondowoso ada sejumlah kepala keluarga yang membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) dengan sampah.

Mereka adalah keluarga yang tinggal di Perumahan Istana Bondowoso (Isbon), Kelurahan Badean, Kecamatan Bondowoso, Jawa Timur.

Menurut pengurus Bank Sampah Isbon Ceria, Dedi Dwi Yanto, program ini disebut Bajak Sawah (bayar pajak dengan sampah).

Ini merupakan inisiasi warga setempat yang memiliki semangat sama untuk memecahkan persoalan sampah di lingkungannya.

Sistemnya yakni dengan menabung sampah anorganik sebulan sekali. Kemudian dikonversi ke rupiah dan dikalkulasi hasilnya untuk membayar pajak. Pembayarannya pun diurus oleh pengurus bank sampah di RT tersebut.

Masyarakat hanya perlu membawa nomor objek pajak (NOP) PBB miliknya ke pengurus bank sampah. Jika hasil konversi kurang, maka keluarga itu memiliki utang sampah ke pengurus. "Tagihan PBB warga rata-rata di atas Rp 50.000," jelas Dedi, Minggu (14/9/2025).

Dedi menerangkan, kini ada 60 dari 100 KK di perumahan tersebut yang telah menjadi nasabah Bank Sampah.

Untuk harga sampah anorganik yang dijual per kardus dan botol dihargai Rp 1.000 sampai Rp 1.500. "Kata pak RT, sampah dikembalikan ke negara dalam bentuk pajak," candanya.

Sementara Ketua RT 36/RW 07, Rahmat Hidayat menjelaskan, pengelolaan sampah di lingkungannya berjalan baru setahun terakhir. Tidak hanya untuk membayar pajak, sampah-sampah warga yang telah dipilah organik dan anorganik, juga dikelola.

Sampah organik sampai saat ini telah dikelola oleh dasa wisma, PKK, dan pengurus bank sampah menjadi pupuk organik cair (POC) yang dijual seharga Rp 15.000 per 500 mililiter, dan ada juga yang dibuat menjadi lilin aromaterapi dengan harga Rp 20.000.

Kemudian, sebagian pupuk cair itu juga digunakan sendiri oleh Kelompok Wanita Tani (KWT) perumahan yang mengelola tumbuhan di sekitar perumahan. 

Seperti program Kateisme yakni tanaman pepaya, dan sayuran lainnya yang ditanam hampir di lahan yang boleh ditanami.n"Lilin aromaterapinya sudah dibeli hotel-hotel di Bondowoso," jelas pria yang disapa Hans itu.

Kini edukasi pengeloaan sampah juga menyasar anak-anak kecil di lingkungannya. Mereka acara diajak memilah sampah dan bisa menjual hasil pemilahan ke Bank Sampah.

Menurut Hans, output awal lahirnya Bank Sampah ini bukan untuk produk. Namun, gerakan masyarakat dengan kebiasaan mengelola sampahnya sendiri. 

Paling tidak, pihaknya ingin masyarakat mandiri pangan, pupuk, serta pengelolan sampah dari hulu hingga hilir. "Kalau produk, itu industrial. Kebutuhannya juga tidak mencukupi," jelasnya.

Ke depan, kata Hans, pihaknya ingin dukungan edukasi dan pelatihan dari pemerintah daerah pada warganya.

Termasuk fasilitas tempat pengelolaan karena sampai sekarang bank sampahnya menggunakan rumah warga. "Yang diperlukan adalah tempat pengolahan sampah," ujarnya.

Kepala Dinas Lingkuhan Hidup, Aris Agung Sungkowo berharap masyarakat bisa mencontoh aktivitas di perumahan Isbon ini sehingga sampah yang dibawa ke TPA adalah sampah residu.

"Kita akan terus melakukan pembinaan," kata Aris saat mendatangi Bank Sampah Isbon Ceria.

Ia menerangkan di Bondowoso sebenarnya sudah punya 45 bank sampah. Hanya saja yang masih berjalan hanya sekitar 20 unit.

Penyebabnya, karena kemauan orang yang mau "mengabdi" ke sampah sulit. "Kita punya 45 bank sampah, yang masih intens cuma 20-an," terangnya.

Untuk di Isbon ini, kata Aris, pihaknya akan membantu beberapa prasarana di perumahan itu. "Kita masih mandek karena efisiensi. Tetapi kita ingin membantu minimal roda tiga," jelasnya.

Ke depan DLH akan membuat aturan yang mewajibkan setiap pengembang perumahan untuk membuat TPS terpadu.

"Jadi ketika membuat perumahan, mereka harus sudah menyiapkan TPS 3R. Sekarang belum, peraturan tertulisnya belum," pungkasnya. *****

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.