Keinginan menguap memang sulit ditahan. Uniknya, ada fenomena di mana kita bisa semacam tertular ingin menguap saat melihat ada orang lain menguap.
Ahli jelaskan mengapa hal ini bisa terjadi.
Mengapa Menguap Bisa Menular?
Perilaku menguap menular. Kemungkinan kita menguap akan meningkat enam kali lipat, menurut sebuah penelitian, setelah melihat orang lain menguap.
Dikutip dari PBS NewsHour, pakar neurotik dan neurosains di Georgetown University, James Giordano mengatakan ketularan menguap kemungkinan terkait dengan fenomena yang disebut social mirroring atau pencerminan sosial. Dalam hal ini, suatu organisme meniru tindakan yang lain.
Perilaku lain yang termasuk dalam social mirroring adalah menggaruk, menyilangkan kaki, dan tertawa. Giordano mengatakan perilaku ini dapat dikaitkan dengan neuron cermin di otak.
"Neuron-neuron ini terlibat dalam mencocokkan apa yang kita dengan cara kita bergerak," kata Giordano.
"Jadi, jika seseorang melihat saya menggaruk wajah, mereka akan tahu bagaimana rasanya. Anda mungkin terdorong untuk melakukannya juga," jelasnya.
Sementara, profesor yang memiliki kepakaran dalam penelitian rasa gatal di Universitas Washington, Zhou-Feng Chen telah melakukan penelitian tentang garukan sosial pada tikus.
Ketika ia menunjukkan video seekor tikus menggaruk dirinya sendiri kepada tikus lain, tikus-tikus tersebut mulai menggaruk sendiri dalam waktu lima detik. Dan mereka lima kali lebih mungkin meniru garukan tersebut dibandingkan hewan kontrol dalam penelitian.
Chen mengatakan ketika hewan meniru hewan lain, mereka pasti mengenali perilaku yang bermanfaat. Tanpa berpikir, mereka menilai suatu perilaku pasti sangat bermanfaat. Jadi, sebaiknya mereka melakukannya juga.
Chen mengatakan perilaku ini dapat menghemat energi dan melindungi hewan dari penyakit. Misalnya, karena hewan liar tidak hidup di lingkungan yang bersih dan sering terpapar serangga penggigit dan penyengat yang dapat membawa penyakit, peniruan ini dapat membantu mereka menangkal infeksi.
Penularan Menguap Berkaitan dengan Evolusi
Sementara itu, profesor biologi perilaku di Johns Hopkins University, Andrew Gallup memiliki hipotesis untuk mengapa menguap menular, yang menurutnya terkait dengan evolusi.
Penularan menguap mengalami evolusi untuk meningkatkan deteksi ancaman dalam kelompok, ungkap Gallup kepada Live Science.
Dalam sebuah studi pada 2007 yang diterbitkan dalam jurnal Evolutionary Psychology, Gallup dan rekan-rekannya menemukan menguap membantu mendinginkan otak. Berdasarkan hipotesisnya, efek pendinginan ini dapat meningkatkan kewaspadaan dan efisiensi pemrosesan mental pada orang yang menguap.
Jika menguap menyebar dalam suatu kelompok, hal itu dapat membantu meningkatkan kesadaran kelompok terhadap ancaman, usul tim tersebut.
Penelitian Gallup yang lebih baru pada manusia menunjukkan, sekadar melihat orang lain menguap dapat meningkatkan kemampuan seseorang untuk mendeteksi ancaman. Hal ini kemudian juga mendukung gagasan menguap yang menular meningkatkan tingkat kewaspadaan dalam suatu kelompok.
Hipotesis lainnya adalah menguap yang menular berevolusi untuk menjaga agar kelompok tetap sinkron. Menguap mengikuti ritme sirkadian alami dan sering kali menandakan transisi antaraktivitas. Jadi, ketika menguap menyebar dalam suatu kelompok, hal itu dapat berfungsi untuk menyelaraskan pola aktivitas dan perilaku, jelas Gallup.
Hipotesis ini didukung oleh studi terbaru terhadap singa Afrika liar (). Para peneliti mengamati perilaku menguap dari 19 singa dalam dua kelompok sosial dan melacak hubungan antara penularan menguap dan sinkronisasi motorik.
Hasilnya, singa yang tertular menguap dari singa lain 11 kali lebih mungkin meniru gerakan singa yang menguap lebih dulu, dibandingkan dengan singa yang tidak tertular menguap.