IPHI Kota Tegal Inisiasi Penerjemahan Al-Qur’an ke Bahasa Tegal
M Syofri Kurniawan September 16, 2025 07:30 AM

TRIBUNJATENG.COM, TEGAL - Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Kota Tegal menginisiasi penerjemahan Al-Qur’an ke bahasa Tegal. 

Penerjemahan itu melibatkan budayawan dan tokoh agama setempat.

Lima orang yang terdiri atas dua budayawan dan tiga tokoh agama sedang mendiskusikan ayat Al-Qur’an ke bahasa Tegal di Gedung Arofah, Kota Tegal, Senin (15/9/2025).

PROSES PENERJEMAHAN - Budayawan dan tokoh agama dikoordinir oleh IPHI Kota Tegal membuat program penerjemahan Alquran ke bahasa Tegal di Gedung Arofah, Senin (15/9/2025). Saat ini penerjemahan sudah berlangsung dua bulan dan sudah menyelesaikan juz 2.
PROSES PENERJEMAHAN - Budayawan dan tokoh agama dikoordinir oleh IPHI Kota Tegal membuat program penerjemahan Alquran ke bahasa Tegal di Gedung Arofah, Senin (15/9/2025). Saat ini penerjemahan sudah berlangsung dua bulan dan sudah menyelesaikan juz 2. (TRIBUN JATENG/FAJAR BAHRUDDIN ACHMAD)

Dua budayawan yang terlibat dalam diskusi, yakni Atmo Tan Sidik dan Yono Daryono.

Adapun tiga tokoh agama, yaitu Abdullah Munir, Rosyid Ridho, dan Sipon Junaidi.

Mereka sudah dua bulan terakhir menerjemahkan Alquran ke bahasa Tegal.

Senin kemarin, mereka sudah menyelesaikan hingga juz 2 atau sampai Surah Al Baqarah ayat 251-252.

“Wong-wong kuwe (tentara Talut) ngalahna tentara Jalut nganggo ijine Gusti Allah lan Daud mateni Jalut. Toli, Gusti Allah mein deweke (Daud) kerajaan lan hikmah (kenabian); Gusti Allah (uga) mulangna maring deweke apa sing Gusti Allah karepna,” demikian tayangan di layar, yang menunjukkan terjemahan Al-Qur’an dalam bahasa Tegal. 

“Umpamane Gusti Allah ora nolak (galak) sebagen manungsa maring sebagen sing liyane, mesti burak bumi kiye. Tapiken Gusti Allah nduweni karunia (sing dilimpahna) maring sekabehe alam,” lanjut tayangan itu.

Atmo Tan Sidik menjelaskan, penerjemahan ini bukan langsung dari Al-Qur’an ke bahasa Tegal, melainkan dari terjemahan bahasa Indonesia yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama (Kemenag) tahun 2019 yang telah disempurnakan.

"Jangan sampai ada pemahaman, seolah-olah kami akan menafsirkan Al-Qur’an ke bahasa Tegal. Jadi ini menerjemahkan Al-Qur’an, yang telah ditasrih oleh Kemenag RI," kata Atmo kepada Tribun Jateng. 

Atmo menjelaskan, penerjemahan Al-Qur’an ke bahasa Tegal ini melibatkan banyak unsur, mulai dari tokoh agama, akademisi, budayawan, dan Balai Bahasa.

Proses penerjemahan menggunakan banyak alat bantu, mulai dari Kamus Bahasa Tegal, Al-Qur’an terjemahan bahasa Cirebon dan Banyumas, hingga Tafsir Al Ibriz karya KH Bisri Mustofa. 

"Kami juga melakukan studi banding terlebih dahulu melibatkan ulama dari Masjid Agung, Kemenag, Muhammadiyah, NU, budayawan, dan akademisi sebelum (hasil terjemahan) diujipublikkan," ungkap Atmo. 

Diskusi 

Menurut Atmo, dalam proses penerjemahan Al-Qur’an ke bahasa Tegal ini banyak diskusi dan perdebatan di antara para budayawan dan tokoh agama.

Misalnya, pemilihan kata ‘sakdurunge’ atau ‘sagurunge’ untuk menerjemahkan ‘sebelumnya’.  

Dalam bahasa Jawa, kata ‘sebelumnya’ diterjemahkan ‘sakdurunge’, tetapi dalam bahasa Tegal ‘sagurunge’. 

"Seperti kata inyong (saya--Red) itu lebih ke dialek Banyumas, tapi di Tegal itu ‘enyong’," ujarnya. 

Atmo mengatakan, di dalam proses menerjemahkan terjemahan tersebut, tujuh orang berbeda pandangan tentang penerjemahan 'bismillah.'

Ada yang menerjemahkan ‘awit saking asmane Allah’, ‘miturut asmane Allah’, dan ‘karo nyebut asmane Allah’.

"Penerjemahan yang telah kami susun ini, jika sudah selesai, akan kami uji publikkan dengan mengundang para ahli di bidangnya," ungkapnya. 

Jadi tuntunan

Wakil Ketua IPHI Kota Tegal, Abdullah Munir mengatakan, penerjemahan Al-Qur’an ke bahasa Tegal bertujuan menjadikan tuntunan seluruh masyarakat Kota Tegal dengan bahasa yang lebih dekat.

Dengan demikian, hal itu akan lebih memahamkan mereka yang tidak biasa menggunakan bahasa Indonesia. 

"Kami juga sudah melakukan studi banding ke daerah lain yang sudah menerjemahkan Al-Qur’an ke bahasa daerah, seperti di Cirebon dan Banyumas," kata Abdullah.

Dia menambahkan, kegiatan penerjemahan ini sudah berlangsung dua bulan secara sukarela dari anggota IPHI dan budayawan.

Penerjemahan berlangsung setiap hari, sejak pukul 08.30 sampai 12.00.

Semua pengeluaran untuk keperluan penerjemahan itu juga swadaya anggota IPHI, ada yang mendonasikan untuk konsumsi. 

"Target kami, (penerjemahan) selesai tahun ini, cetak, uji publik, promosi, lalu disyiarkan" ujarnya. 

Menurut Abdullah, bahasa Tegal ini memiliki ciri khas dan keanekaragaman.

Hal itu membuat diskusi dalam penerjemahan lebih hidup dalam menemukan diksi yang tepat.

"Harapan kami, terjemahan ini nantinya bisa disahkan oleh Kemenag dan menjadi bacaan resmi yang bisa diedarkan ke masyarakat Tegal, termasuk ke sekolah-sekolah berbasis agama," imbuhnya. (Fajar Bahruddin Achmad)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.