Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) UU Adminduk bertentangan dengan konstitusi dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang kata “agama” dan “kepercayaan” tidak dihapuskan

Jakarta (ANTARA) - Pemohon uji materi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk) di Mahkamah Konstitusi, Taufik Umar, meminta agar informasi agama di kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK) dirahasiakan.

Menurut Taufik, selain kontraproduktif, informasi agama di KTP dan KK memicu diskriminasi hingga kekerasan sehingga bertentangan dengan Pasal 28I ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

“Pemohon tidak sedikit pun menyanggah kepentingan, tujuan, dan kemanfaatan data agama untuk keperluan hukum, pelayanan, dan sebagainya tetapi hanya dan hanya memohon agar data agama tidak dicantumkan di KTP dan KK,” kata kuasa hukum pemohon, Santiamer Silalahi, saat sidang perbaikan permohonan di Jakarta, Selasa.

Pemohon menilai data agama warga cukup disimpan dalam chip KTP elektronik tanpa harus ditampilkan. Menurut dia, kolom agama sebaiknya diperlukan sebagai data rahasia, seperti iris mata dan sidik jari.

Dengan cara itu, data agama hanya dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan memiliki wewenang sesuai tugas dan jabatannya.

Pada persidangan sebelumnya, pemohon mengaku pernah menjadi korban diskriminasi dan hampir menjadi korban pembunuhan dalam peristiwa konflik antarkomunitas agama di Poso, Sulawesi Tengah pada beberapa tahun silam.

“Taufik Umar ini dalam perjalanan dari Poso ke Kota Palu itu beberapa kali menemui sweeping KTP, yang mana pada waktu itu Saudara Taufik Umar mengetahui banyak yang mengalami kekerasan dan/atau bahkan pembunuhan karena identifikasi di kolom agama, baik oleh pen-sweeping dari kalangan Muslim, maupun dari kalangan Kristen,” kata kuasa hukumnya, Teguh Sugiharto, Rabu (3/9).

Dalam perkara yang teregistrasi dengan Nomor 155/PUU-XXIII/2025 ini, pemohon mempersoalkan Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) UU Adminduk.

Adapun Pasal 61 ayat (1) berbunyi: “KK memuat keterangan mengenai kolom nomor KK, nama lengkap kepala keluarga dan anggota keluarga, NIK, jenis kelamin, alamat, tempat lahir, tanggal lahir, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, status hubungan dalam keluarga, kewarganegaraan, dokumen imigrasi, nama orang tua.

Pasal 64 ayat (1) berbunyi: “KTP-el mencantumkan gambar lambang Garuda Pancasila dan peta wilayah NKRI, memuat elemen data penduduk, yaitu NIK, nama, tempat tanggal lahir, laki-laki atau perempuan, agama, status perkawinan, golongan darah, alamat, pekerjaan, kewarganegaraan, pas foto, masa berlaku, tempat dan tanggal dikeluarkan KTP-el, dan tandatangan pemilik KTP-el.

Dalam petitumnya, pemohon memohon agar MK menyatakan Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) UU Adminduk bertentangan dengan konstitusi dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang kata “agama” dan “kepercayaan” tidak dihapuskan.