Poin Penting:
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Anggit Pujie Widodo
TRIBUNJATIM.COM, JOMBANG - Polemik soal kenaikan tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jombang memunculkan reaksi keras dari aliansi buruh yang tergabung dalam Gerakan Aktivis Jombang Peduli (GAS-JP).
Dalam forum dengar pendapat bersama legislatif, mereka melayangkan sejumlah tuntutan, mulai dari pencabutan aturan hingga desakan pencopotan Ketua DPRD.
Ketua DPRD Jombang Hadi Atmaji, yang hadir langsung dalam forum tersebut menyatakan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti aspirasi buruh melalui mekanisme resmi di internal dewan.
“Kami menerima masukan dari teman-teman GAS-JP. Namun keputusan mengenai tunjangan tidak bisa diputuskan secara sepihak, karena ada prosedur yang harus ditempuh. Evaluasi akan dilakukan sesuai mekanisme yang berlaku,” ucap Hadi dalam keterangan yang diterima pada Rabu (17/9/2025).
Ia menambahkan, DPRD akan berupaya menyelesaikan proses evaluasi sebelum tenggat waktu yang diminta oleh aliansi buruh. “Saya optimis, mudah-mudahan bisa rampung sebelum batas yang ditentukan,” lanjutnya.
Dalam pertemuan forum hearing bersama anggota DPRD Jombang, Senin (15/9/2025), GAS-JP menekankan empat poin utama. Pertama, mencabut Peraturan Bupati Nomor 66 Tahun 2024 tentang hak keuangan dan administrasi pimpinan serta anggota DPRD.
Kedua, membatalkan kenaikan tunjangan perumahan dan transportasi. Ketiga, mendesak pencopotan Hadi Atmaji sebagai Ketua DPRD Jombang. Keempat, meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dicopot dari jabatannya.
Selain itu, GAS-JP juga menuntut permintaan maaf terbuka dari Ketua DPRD terkait pernyataan yang mereka nilai arogan serta tidak peka terhadap kondisi ekonomi masyarakat.
“Jika sampai 25 September 2025 tidak ada tindak lanjut, kami bersama elemen masyarakat lain akan turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi. Aksi akan digelar pada 29 September 2025 di depan kantor DPRD Jombang,” tegas Lutfi Mulyono, perwakilan GAS-JP sekaligus Ketua Sarbumusi Jombang.
Isu kenaikan tunjangan anggota DPRD Jombang sebelumnya menuai sorotan publik. GAS-JP menilai wacana tersebut tidak sesuai dengan situasi daerah yang masih menghadapi banyak persoalan ekonomi dan sosial. Mereka khawatir keputusan tersebut dapat menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.