Grid.ID - Sidang Nikita Mirzani mrlawan Reza Gladys kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (18/9/2025). Pihak Nikita Mirzani diketahui telah mengajukan surat terbuka kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk hadir sebagai saksi ahli.
Surat tersebut diunggah Nikita melalui Instagram pribadinya. Dalam surat bertanggal Kamis, 25 September 2025 itu, Nikita sebagai terdakwa menyatakan bahwa surat resmi dari pengadilan telah disampaikan kepada BPOM untuk menjadi saksi ahli.
"Sehubungan dengan hal tersebut, saya berharap BPOM dapat menepati janjinya untuk hadir sebagai saksi ahli dalam persidangan saya, untuk tetap tegak lurus dalam membasmi peredaran skincare-skincare berbahaya yang merugikan masyarakat," tulis Nikita seperti dikutip Grid.ID dari Instagram @nikitamirzanimawardi_1712, Kamis (18/9/2025.
Langkah ini menandai eskalasi dalam strategi hukum Nikita untuk menghadapi kasus yang menjeratnya. Kehadiran BPOM sebagai lembaga negara yang berwenang dianggap krusial untuk membuktikan klaim terkait keamanan produk skincare yang menjadi pangkal masalah.
Akar Perseteruan dan Dugaan Pemerasan
Konflik ini bermula pada November 2024 ketika Nikita Mirzani mengulas secara negatif produk skincare milik Reza Gladys di media sosial.
Ulasan tersebut berbuntut panjang hingga Reza Gladys melaporkan Nikita ke Polda Metro Jaya pada Desember 2024 atas dugaan pemerasan dan pengancaman.
Dalam dakwaannya, Nikita disebut meminta sejumlah uang kepada Reza Gladys agar berhenti menjelekkan produknya. Kasus ini kemudian berkembang hingga Nikita dan asistennya ditetapkan sebagai tersangka dan sempat ditahan.
Di sisi lain, Nikita Mirzani tidak tinggal diam. Ia melayangkan gugatan balasan atas tuduhan wanprestasi atau ingkar janji, bahkan menuntut ganti rugi hingga Rp114 miliar.
Pemanggilan BPOM sebagai saksi ahli merupakan langkah strategis dari pihak Nikita Mirzani. Sebelumnya, dalam beberapa persidangan, pihak Nikita telah mempertanyakan legalitas dan keamanan produk skincare milik Reza Gladys, bahkan mengklaim memiliki bukti bahwa produk tersebut tidak terdaftar di BPOM.
Pihak BPOM sendiri telah menyatakan sikap netral dalam kasus ini. Kepala BPOM, Prof. Taruna Ikrar, pada Agustus 2025 lalu menegaskan bahwa pihaknya siap mengirimkan saksi ahli jika diminta oleh pengadilan untuk memberikan keterangan sesuai kompetensi.
Pada sidang perdana, Jaksa Penuntut Umum membacakan dua dakwaan terhadap Nikita. Dakwaan pertama berkaitan dengan dugaan pemerasan dan pengancaman melalui media elektronik.
Ia didakwa melanggar Pasal 45 ayat (10) huruf a jo. Pasal 27B ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Atas dakwaan ini, Nikita terancam pidana maksimal enam tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.
Pada dakwaan kedua, ia dijerat dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.