Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Suharti beberkan masih banyak guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Sekolah Dasar (SD) belum memiliki kualifikasi S1/D4. Mengapa hal ini bisa terjadi?
"Nah kalau kita melihat Data Pokok Pendidikan (Dapodik) ini masih ada sekitar 145.000 guru yang belum memiliki kualifikasi akademik minimal S1/D4. Tentu di antara mereka itu paling banyak adalah guru-guru jangka PAUD dan SD," tutur Suharti dalam acara Dialog Kebijakan Kemendikdasmen dengan Media Massa di Hotel Mercure Jakarta Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Jumat (19/9/2025).
Hal ini bisa terjadi menurut Suharti lantaran berkaitan dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Nomor 2 Tahun 1989. Pada aturan tersebut, dijelaskan bila syarat untuk menjadi guru SD memiliki pendidikan minimal Diploma 2 (D2).
Dengan begitu, rata-rata guru SD di zaman itu hanya menempuh studi di program studi (prodi) Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) program D2. UU Sisdiknas Nomor 2/1989 kemudian dilengkapi dengan kebijakan mantan Presiden Soeharto yakni Instruksi Presiden tentang Sekolah Dasar yang memungkinkan SD hadir pada setiap desa di Indonesia.
"Jadi wajar kalau ternyata masih banyak guru-guru yang belum S1/D4 adalah guru-guru SD, karena memang syaratnya memang dulunya D2 dan banyak sekali dari guru-guru sekolah dasar yang mengajar di daerah-daerah tertinggal," sambungnya.
Kelompok yang Masih Sulit Dijangkau
Lebih lanjut, Suharti menyebut mayoritas guru yang belum berkualifikasi S1/D4 merupakan kelompok yang sulit dijangkau. Artinya, mereka tinggal yang jauh dari fasilitas pendidikan tinggi.
Kemendikdasmen sadar bila kualitas guru adalah dasar utama dalam peningkatan pendidikan. Tidak hanya perbaikan fasilitas, pembelajaran yang berkualitas harus ditunjang dengan kualitas guru yang baik.
"Kalau gurunya tidak bagus, meskipun fasilitas yang lain bagus ya tidak akan menjadi pembelajaran yang berkualitas," tegasnya.
Seperempat Murid SD Belum PAUD
Terkait pendidikan PAUD, pemerataan akses masih menjadi permasalahan nyata yang dihadapi Kemendikdasmen. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2024, angka partisipasi kasar PAUD baru sekitar 36 persen.
"Memang agak tricky ketika kita bicara terkait dengan akses PAUD, ketika kita bicara tentang angka partisipasi kasar, karena yang dihitung adalah anak-anak usia 5-6 tahun," jelas Suharti.
Suharti menambahkan data terkait kesiapan anak masuk sekolah. Indikator kesiapan masuk sekolah dihitung berdasarkan data persentase anak kelas 1 SD dan SMP yang sudah mengikuti PAUD formal maupun nonformal.
Hasilnya, indikator ini baru sekitar 77,5 persen yang mengartikan masih ada seperempat anak SD/MI belum pernah bersekolah di jenjang PAUD baik formal maupun nonformal. Untuk itu, Kemendikdasmen meyakini bila Wajib Belajar 13 Tahun mencakup 1 tahun prasekolah adalah program yang penting.
"Jadi, jelas bahwa kebijakan untuk membuat Wajib Belajar 13 tahun mencakup 1 tahun prasekolah itu menjadi penting, karena untuk masuk sekolah dasar, masuk kelas 1 SD atau MI, mereka butuh kesiapan lagi, yang disiapkan melalui jenjang pendidikan anak usia dini," pungkasnya.