TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyatakan bahwa pemerintah sedang berkoordinasi lintas kementerian untuk mengantisipasi dampak kebijakan kuota impor BBM terhadap SPBU swasta.
Salah satu kekhawatiran utama adalah potensi PHK massal akibat kelangkaan pasokan.
“Presiden sudah memberikan arahan agar kebijakan ini tidak merugikan para pekerja. Kami sedang mencari solusi dan berkoordinasi dengan kementerian terkait agar dampaknya bisa diminimalkan,” ujar Prasetyo di Istana Negara, Jakarta, Jumat (19/9/2025).
Meski belum merinci skema mitigasi yang disiapkan, Prasetyo menegaskan bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja menjadi prioritas utama.
“Sekali lagi, kita koordinasi untuk mengantisipasi dampak itu,” tegasnya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menjelaskan bahwa pemerintah telah memberikan kuota impor BBM sebesar 110 persen kepada SPBU swasta untuk tahun 2025, dibandingkan dengan kuota tahun sebelumnya.
“SPBU swasta sudah diberikan kuota impor 110 persen dibandingkan 2024. Jadi tidak benar kalau dikatakan pemerintah tidak memberikan kuota,” kata Bahlil di Istana Kepresidenan, Senin (15/9/2025).
Ia mencontohkan, jika sebuah perusahaan mendapat kuota 1 juta kiloliter pada 2024, maka tahun ini kuotanya menjadi 1,1 juta kiloliter.
Jika pasokan masih kurang, Bahlil menyarankan SPBU swasta untuk berkolaborasi dengan Pertamina.
Menurutnya, distribusi BBM menyangkut hajat hidup orang banyak dan harus tetap berada dalam kendali negara.
“Kalau masih ada kekurangan, kita minta mereka kerja sama dengan Pertamina. Karena ini menyangkut kepentingan publik,” ujarnya.
Menanggapi isu PHK di salah satu perusahaan SPBU swasta, yakni Shell, Bahlil menyarankan agar perusahaan tersebut segera menjalin kerja sama dengan Pertamina.
“Saya sudah pimpin rapatnya, Wamen juga sudah turun tangan. Tim sudah dibentuk, dan saya akan cek perkembangan terakhir,” tutupnya.