BANJARMASINPOS.CO.ID, PELAIHARI - Kalangan perajin batu bata di Kabupaten Tanahlaut (Tala), Kalimantan Selatan (Kalsel), kini mendapat ilmu baru teknis produksi. Waktu yang diperlukan menjadi lebih singkat dan kualitas produk yang dihasilkan kian meningkat.
Hal itu setelah Tim Pengabdian Masyarakat dari dosen Politeknik Negeri Tanah Laut (Politala) yang diketuai Marlia Adriana membikin dan mengenalkan teknologi tepat guna (TTG) alat pengaduk adonan praktis. Dengan alat ini, perajin tak perlu lagi capek-capek menginjak-injak adonan untuk kemudian dicetak.
Dimensi alat tersebut 150x45x110 sentimeter dengan penggerak mesin. Transmisi v-belt pulley 14in dengan ratio 1:1, kapasitas hopper 25 kilogram. Kemampuan produksinya sekitar 250 bata per jam.
Pendanaan kegiatan pengabdian masyarakat melalui inovasi TTG tersebut bersumber dari Kemendiktisaintek RI melalui kompetisi proposal yang ketat se-Indonesia. Tercatat ribuan proposal yang masuk dan bersaing.
Ujicoba TTG tersebut telah dilakukan di Industri Rumah Tangga (IRT) Batu Bata Soimah di Desa Telaga, Kecamatan Pelaihari, beberapa hari lalu. Produsen bata yang dikelola Rohmah ini merupakan mitra binaan Tim Pengabdi dosen Politala yang diketuai Marlia Adriana.
"Setelah alat TTG itu selesai kami bikin dan diujicoba, alhamdulillah Bu Rohmah senang karena sesuai harapan beliau. Gak perlu lagi pakai kaki injak-injak dulu baru bisa mencetak batu bata," ucap Marlia, Minggu (21/9/2025).
Dengan menggunakan alat pengaduk adonan tersebut, tahapan pengolahan adonan bahan bata menjadi lebih cepat, kalis, dan mencetak menjadi lebih cepat.
Melalui sistem poros screw untuk melumatkan, menghaluskan, memadatkan dan mencampur material dengan bantuan air sehingga menjadi bahan baku tanah yang siap untuk dicetak. Prosesnya menjai lebih cepat dan meningkatkan produksi bata.
Alat TTG praktis itu pun langsung dihibahkan. Bahkan Marlia bersama tim (Norminawati Dewi dan Kurnia Dwi Artika) juga memberi pelatihan manajemen keuangan agar mitra bisa membuat laporan keuangan sederhana. Dengan begitu perajin bata dapat menentukan harga produksi, termasuk profit.
"Saya sangat senang, alhamdulillah adanya alat TTG ini sangat bermanfaat dan membantu kami dalam memproduksi batu bata," ucap Rohmah.
Ia menuturkan selama ini pada tahap pengolahan adonan dilakukan secara manual yakni menggunakan kaki untuk melumatkan adonan. Ini cukup melelahkan dan menyita waktu.
"Alhamdulillah setelah diberi alat adonan itu prosesnya bisa lebih cepat dan halus. Jadi lebih mudah membuat ke alat cetak batu bata," tandas Rohmah.
Sebagai informasi, Desa Telaga merupakan sentra perajin batu bata di Tala yang cukup banyak memberikan kontribusi dalam penyediaan bahan baku batu bata di daerah agraris ini.
Lokasi Desa Telaga yang dekat dengan Kota Pelaihari (ibu kota Tala) yang hanya berwaktu tempuh 22 menit menjadikan desa ini cukup sering menerima orderan batu bata untuk kegiatan pembangunan proyek pemerintah. Seperti untuk gedung sekolah, kantor, pagar maupun developer perumahan dan rumah tinggal.
IRT batu bata setempat yang cukup eksis di antaranya yakni IRT Batu Bata Soimah. Usaha kecil ini didirikan sejak tahun 2010 yang diketuai Rohmah dengan karyawan sebanyak dua orang.
Rohmah memproduksi batu bata sebanyak 10 ribu hingga 20 ribu keping tiap sekali produksi dengan biaya sebesar Rp 2,05 juta. Waktu yang diperlukan 4-5 lima hari.
Biaya produksi tersebut antara lain untuk pembelian plastik penutup dan pemantik api, kayu untuk membakar batu bata 1 truk, pasir Palangkaraya 1 truk, sekam padi 5 karung dan upah kerja 2 orang. Harga jual batu bata Rp 1.000 per biji.
Sumber pemasaran melalui pesanan dari beberapa proyek pemerintah yang ada di Kabupaten Tanahlaut. Kadang melalui beberapa pembeli dari developer perumahan atau rumah tangga.
Pemasarannya belum begitu ramai pada awal tahun. Pesanan atau permintaan pasar mulai menanjak sekitar Bulan Maret hingga Desember.
Kendala yang dihadapi selama ini adalah lamanya produksi batu bata yakni tujuh hingga 15 hari. Ini rentang waktu yang diperlukan hingga bata kering dan siap dijual.
Ketika permintaan batu bata meningkat, Rohmah terpaksa menolak karena terkendala produksi. Hal ini karena pengerjaan batu bata masih konvensional (manual) dan bergantung pada cuaca sehingga produktivitas kurang maksimal.
Proses pembuatan batu bata dilakukan dengan bahan berupa tanah liat dan air. Lalu, dicetak secara manual dengan cetakan dan dengan ditepuk-tepuk supaya padat.
Selanjutnya dijemur sekitar empat hari dan dibolak balik. Setelah batu bata kering kemudian dibakar dengan kayu bakar. Tahapan ini harus dijaga selama empat hari agar kering sempurna. Lalu bata direndam untuk dicek ketahanannya.
Proses ini menyita waktu cukup panjang. Hal inilah yang mendorong Tim Pengabdi dari Politala ingin memberikan inovasi agar pembuatan batu bata tersebut menjadi lebih cepat dan kuat kualitasnya.
Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan Ketua Tim Pengabdi sejak tahun 2022 dan 2024, batu bata yang dicampur dengan abu kayu akasia menjadikan batu bata memiliki ketahanan kuat tekan lebih besar yaitu sebesar 100 MPA. Sedangkan batu bata konvensional hanya 50 MPA.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan batu bata dengan campuran abu kayu akasia menjadikan batu bata lebih halus permukaannya dan lebih padat tanpa perlu dilakukan pembakaran.
Hal tersebut selaras dengan penelitian lain yakni tentang besarnya pengaruh penambahan abu sekam padi sebagai campuran terhadap kuat tekan batu bata.
Pada penelitian ini juga disebutkan abu limbah kayu pada campuran beton menyebabkan peningkatan kuat tekan dan modulus elastisitas dibandingkan dengan beton normal (tanpa abu limbah kayu).
Melalui penelitian Karakteristik Briket Arang Dari Kayu Akasia (Acacia Mangium Willd) Sebagai Energi Terbarukan didapatkan fakta kayu akasia hasil penelitian yang diperoleh secara umum, memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI- 01-6235-2000) tentang briket arang.
"Artinya, dari beberapa penelitian sebelumnya didapati fakta bahwa abu kayu akasia dapat menjadi bahan aditif yang sangat bagus jika dicampurkan ke dalam batu bata," papar Marlia.
Mengapa abu kayu akasia cocok untuk campuran batu bata untuk mitra di Desa Telaga? Pasalnya, di desa sekitar yaitu Desa Ranggang terdapat sentra pembuatan arang kualitas ekspor (Arab Saudi, Korea, Jepang) yang menghasilkan limbah berupa abu kayu akasia.
Hampir semua produksi arang di wilayah Kecamatan Takisung tersebut menggunakan kayu akasia untuk bahan bakar sehingga menghasilkan limbah berupa abu yang tidak terpakai dan dimanfaatkan.
Sebelumnya, Tim Pengabdi juga lebih dulu telah bekerjasama dengan Rohmah pada kegiatan penelitian dan sangat mendukung batu batanya jika dicampur dengan abu kayu akasia. Kualitas batu bata yang diproduksi pun menjadi lebih baik dan produksinya juga makin cepat tanpa pembakaran.
Pendampingan yang diberikan pada mitra yaitu bidang produksi. Dalam hal ini dibantu melalui inovasi bahan baku menggunakan campuran abu kayu akasia pada batu bata.
Selain itu juga pendampingan pembuatan alat TTG berupa alat pengaduk adonan batu bata. Dengan alat ini mitra tidak perlu lagi menggunakan cara manual untuk memproduksi batu bata.
Dari segi permasalahan manajemen juga diberikan bimbingan atau pelatihan seperti membuat laporan keuangan, membuat perhitungan produksi serta profit sehingga mitra memiliki daya saing dengan kompetitor sejenis.
(banjarmasinpost.co.id/banyu langit roynalendra nareswara)