Batam (ANTARA) - Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri) mencatat adanya empat kasus perdagangan orang (human trafficking) yang menargetkan anak sepanjang Januari hingga Agustus 2025.

Kepala UPTD PPA Batam Dedy Suryadi mengatakan kasus tersebut terjadi pada Mei lalu, melibatkan korban anak berusia 16 tahun dari Medan yang sempat dibawa ke Batam dengan janji pekerjaan.

“Dari empat kasus, satu sempat masuk laporan resmi ke kami, sementara tiga lainnya sudah lebih dulu dipulangkan ke daerah asal berdasarkan informasi dari kepolisian,” kata Dedy saat dihubungi di Batam, Selasa.

Ia menjelaskan, sebagian besar kasus perdagangan orang tidak selalu tercatat di UPTD PPA Batam, karena ditangani oleh instansi lain seperti UPTD PPA Provinsi Kepri, Pusat Pelayanan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P4MI) Kota Batam, jaringan Safe Migran, hingga Serikat PMI (SPMI).

“Bisa jadi laporan tidak sampai ke kami karena banyak lembaga yang juga menangani. Untuk itu, kami harus memperkuat sosialisasi agar masyarakat tahu keberadaan dan layanan UPTD PPA,” kata dia.

Meski demikian, UPTD PPA Batam tetap berfokus pada pendampingan anak korban kekerasan, termasuk jika ada indikasi perdagangan orang.

“Kami pasti prioritaskan anak-anak yang mengalami indikasi kekerasan. Namun jika ranahnya kriminalitas, itu kewenangan kepolisian. Kami masuk apabila ada permintaan asistensi, atau apabila kasus menyangkut kondisi psikologis anak sebagai korban,” tambahnya.

Selain empat kasus trafficking, UPTD PPA Batam juga menangani total 223 kasus kekerasan sepanjang Januari-Agustus 2025.

Dari jumlah itu, 49 korban adalah perempuan dan 174 korban adalah anak.

Kasus pada perempuan seperti kekerasan fisik (6 kasus), kekerasan seksual (10), KDRT (15), serta lainnya (17). Sedangkan kasus pada anak memiliki rincian kekerasan fisik (25), kekerasan psikis (1), kekerasan seksual (127), KDRT (6), penelantaran (1), trafficking (4), serta kategori lainnya (10).

"Kategori lainnya itu bisa seperti pasangan yang bermasalah dan datang ke kantor untuk bertukar pikiran dengan kami, mungkin mereka ada perbedaan untuk cara mendidik anak, seperti itu," kata Dedy.


Baca juga: Polres Bekasi gagalkan perdagangan anak di bawah umur