Amsakar Bantah PP 25/2025 Gerus PAD Batam, Ini Strategi Pemko Jaga Kemandirian Fiskal
Dewi Haryati September 28, 2025 03:30 PM

BATAM, TRIBUNBATAM.id – Wali Kota Batam sekaligus Kepala BP Batam, Amsakar Achmad, menepis anggapan penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas akan memangkas Pendapatan Asli Daerah (PAD) Batam.

Menurutnya, kewenangan perizinan yang kini masuk ranah BP Batam, selama ini memang tidak pernah menjadi sumber PAD Pemko Batam.

“Perizinan di BP Batam tidak dipungut biaya. Jadi, tidak ada kaitannya dengan PAD Pemko. Ini sudah dievaluasi oleh TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) dan hasilnya jelas,” kata Amsakar, baru-baru ini.

Ia menjelaskan, PAD Batam murni bersumber dari pajak dan retribusi daerah, seperti pajak hotel, restoran, hiburan, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), hingga pajak reklame.

“Kalau ada yang mengaitkan izin dengan PAD, itu keliru. Contohnya, retribusi parkir atau sampah, jelas tidak berkaitan dengan perizinan,” katanya.

Amsakar menegaskan Batam justru menjadi salah satu daerah dengan tingkat kemandirian fiskal terbaik di Indonesia. 

Hal ini diperkuat dengan paparan Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya, dalam forum APEKSI, yang menempatkan Batam sebagai satu dari sembilan kota dengan kemandirian fiskal tertinggi.

Komposisi APBD Batam tahun 2025 mencapai Rp4,4 triliun, dengan kontribusi PAD sekitar Rp2,3 triliun atau 45–50 persen. Angka ini bahkan lebih besar dibanding dana transfer pusat (APBN).

“Kalau Transfer ke Daerah (TKD) tersendat, Insya Allah operasional pemerintahan, termasuk gaji ASN dan PPPK, tetap aman. Karena pajak dan retribusi bisa menutupinya,” ujar Amsakar.

Meski begitu, Amsakar mengakui kebijakan pengurangan TKD dari pusat tetap berdampak pada daerah. Karena itu, Pemko Batam menyiapkan sejumlah strategi untuk menguatkan PAD, mulai dari relaksasi pajak hingga digitalisasi sistem pemungutan.

Salah satunya adalah penghapusan denda keterlambatan PBB-P2 selama 30 tahun terakhir. Kebijakan ini membuat warga berbondong-bondong membayar pajak, dan hasilnya justru lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya.

Selain itu, Pemko juga memasang 834 tapping box di hotel dan restoran untuk memantau transaksi pajak secara real time.

“Kalau kamar hotel Rp1 juta, otomatis Rp100 ribu pajaknya langsung masuk ke kas daerah. Lebih transparan dan terkontrol,” jelasnya.

Program tapping box ini didukung oleh Bank Riau Kepri dengan 500 unit, sementara sisanya dibiayai APBD. Tak hanya itu, Pemko juga mengoptimalkan aset daerah lewat skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), salah satunya pembangunan Pasar Induk dengan konsesi 20–30 tahun.

Sebelumnya, sejumlah tokoh masyarakat menilai terbitnya PP No. 25/2025 membuat Pemko Batam kehilangan sebagian besar kewenangan strategisnya.

Tokoh masyarakat Kepri, Sirajudin Nur, mengatakan sebanyak 16 izin penting, mulai dari IMB/PBG, izin usaha, persetujuan lingkungan, hingga retribusi ruang kini dialihkan ke BP Batam. 

Konsekuensinya, penerimaan dari izin-izin tersebut tidak lagi masuk ke PAD Pemko Batam, melainkan disetor ke pusat sebagai PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak).

“Dana dari perizinan itu tidak lagi dipertanggungjawabkan langsung kepada masyarakat Batam. Pemko kini hanya bisa mengandalkan pajak daerah klasik seperti PBB-P2, BPHTB, serta pajak hotel, restoran, hiburan, reklame, dan parkir,” ujarnya.

Sirajudin juga mengingatkan, jika tren ini berlanjut, ada risiko Pemko Batam hanya mengurus wilayah hinterland, sementara pengelolaan mainland sepenuhnya berada di bawah pusat. (Tribunbatam.id/Pertanian Sitanggang)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.